Part 24

505 29 0
                                    

Laila terenyuh, lelaki yang seharusnya masih berbaring di ranjang pasien itu, memaksakan diri untuk memberi kejutan kepadanya. Laila menggeleng singkat, lalu memutuskan untuk menghampiri lelaki itu.

"Suaramu fals, tidak cocok untuk jadi penyanyi," ungkap Laila seraya membawa Gilang dari kerumunan orang-orang yang tengah menontonnya. Tidak lupa melempar senyum terlebih dahulu kepada mereka.

Sesampainya di kamar pasien, Laila terkekeh melihat Gilang yang diam merajuk, persis seperti anak kecil yang meminta dibelikan permen. Laila mencoba untuk membujuknya, tapi lelaki itu masih bergeming. Membuat Laila kehabisan ide, untuk merayunya.

"Apa yang membuatmu marah?"

Gilang tak menjawab, ia lebih memilih untuk menghadapkan wajahnya pada jendela kamar.

"Kau merajuk seperti anak kecil, Kak. Sekarang katakan! Apa salahku padamu?"

Gilang masih diam membungkam. Namun, ia tidak tega melihat rasa bersalah yang kian membesar di wajah Laila. Kemudian, Gilang tertawa keras, ia telah berhasil mengelabui gadis di depannya.

"Aku hanya bercanda, Beib!

Laila mendelik tak suka, lalu mencubit keras lengan Gilang. Lelaki itu hampir saja membuat tangisnya meledak, karena merasa bersalahnya pada lelaki di depannya.

"Habisnya kamu itu tidak asyiik, La. Bukannya berbalik bersikap romantis di hadapan emak-emak tadi, malah membawaku ke sini."

"Sakit saja masih sempat bertingkah aneh!"

"Siapa yang aneh? Aku 'kan hanya ingin membuatmu baper," ungkap Gilang.

"Aku atau emak-emak?"

"Dua-duanya!" balas Gilang seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Laila berdiri menghadap jendela rumah sakit, ingatan tentang Adnan kembali mengusik relung hatinya. Lelaki itu selalu saja berhasil menggelitik lirih, walau ruang terkecil di hatinya sekalipun.

"Apakah kamu sedang memikirkan lelaki itu?"

Laila mengembuskan napasnya perlahan, lalu tersenyum singkat. "Untuk apa aku memikirkan lelaki yang memang sudah memilih tambatan hati yang lain?"

"Apakah kamu sudah bertemu dengan suamimu dan meminta penjelasan langsung padanya?"

"Apa yang sudah ia putuskan, tidak perlu untuk dipertanyakan kembali. Apalagi meminta penjelasan darinya. Balasan pesan kemarin sudah cukup mewakili isi hatinya."

"Siapa tahu yang menulis pesan itu bukan suamimu!"

Laila bergeming. Apa yang diucapkan sahabatnya itu ada benarnya juga. Namun, Laila tetap dalam pendiriannya. Tak akan membiarkan hatinya kembali berharap pada lelaki itu.

"Kak Laila! Apakah Risa boleh masuk?" tanya Risa yang sudah berada di ambang pintu. Gadis berkerudung biru itu mendekat pada Laila, setelah mendapat anggukan singkat dari sang kakak ipar.

Risa melirik sekilas pada Gilang, lalu melempar senyum kepadanya. Laila memeluk Risa, menumpahkan semua kerinduannya pada adik iparnya.

"Mengapa kamu di sini, Dek?"

Risa menceritakan semua yang terjadi pada mamanya. Ia juga meminta maaf atas apa yang dilakukan mamanya selama ini pada Laila. Risa yakin, apa yang terjadi pada mamanya sekarang adalah balasan dari semua perbuatan yang telah dilakukannya pada Laila.

Laila hanya menanggapinya dengan tersenyum. Sesekali ia memberi pengertian pada Risa, kalau apa yang dilakukan mamanya hanya demi kebaikan Risa dan Adnan.

Istikharah Cinta Laila (Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora