46. Bukan Sebuah Akhir

759 81 26
                                    

You got the best of me
So please just don't leave me
-BTS, best of me.

***

SORE hari di pantai Kuta terasa menyenangkan. Ralat, harusnya memang menyenangkan tapi tidak bagi Melva. Karena yang ia lakukan sepanjang hari hanyalah diam saja.

Tidak seharusnya Melva seperti ini karena masalah kemarin. Ia persis seperti seseorang yang baru saja putus cinta. Padahal hubungannya dengan Araya belum sejauh itu. Ia masih sekadar berteman walaupun Araya sudah berkali-kali menunjukkan perilaku bahwa ia memang menyukai Melva. Tetap saja, Araya belum pernah memberikan Melva kepastian.

"Lo mau nggak, Mel?" Melva menoleh dan melihat Mauren membawa kentang goreng.

Melva menggeleng lalu kembali menatap ke arah pantai. Ia tersenyum ketika melihat teman-temannya yang sedang berfoto-foto sambil bercengkerama.

Jika sedang dalam mood yang bagus, Melva akan bergabung dengan teman-temannya. Sayangnya, mood Melva sedang buruk jadi ia memilih melihat saja.

Mauren yang semula berdiri memilih duduk di samping Melva. Ia tahu dan sangat mengerti alasan Melva menjadi lebih pendiam daripada biasanya.

"Lo suka sama Kak Araya ya, Mel? Itukan alasan lo nolak Kak Aksara?"

Melva sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Mauren. "Lo tau Aksara nembak gue?"

"Udah jadi rahasia umum kali. Seangkatan kayaknya juga udah pada tau." Mauren mengendikkan bahu acuh.

"Kok bisa?"

Mauren terlihat berpikir, "Nggak tau juga. Dan yang lebih bikin nggak nyangka itu Kak Aksara malah jadian sama Kak Gabriella. Temen-temen kita pada bilang kalau Kak Gabriella cuma pelampiasan. Parah banget." Jelas Mauren.

Terlalu banyak hal yang Melva pikirkan hingga ia tidak tahu ada gosip seperti itu. Ah, lagipula Melva juga tidak terlalu suka bergosip. Ia lebih memilih untuk membaca novel-novelnya daripada membahas gosip dengan teman-temannya.

"Lo belum jawab pertanyaan gue, Mel."

"Pertanyaan yang mana?"

Mauren menghela napas, "Lo suka sama Kak Araya?"

"Kenapa emang?"

"Kalau nggak, kenapa lo jadi lebih pendiem setelah kejadian kemarin? Gue tau kok kemarin lo juga nangis."

Melva sedang memikirkan alibi, tapi sepertinya ia tidak bisa membohongi Mauren. "Iya," Akhirnya Melva mengakui perasaannya. "Salah ya kalau sikap gue jadi kayak gini?"

"Kecewa itu nggak masalah, tapi harusnya lo dengerin penjelasan Kak Araya dulu."

Melva menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Udah kok."

"Terus kenapa lo masih gini?"

"Gue juga nggak ngerti."

Melva menunduk. Ia sendiri juga bingung. Di satu sisi ia merasa senang karena tidak mencintai sendirian. Namun di sisi lain, ia juga merasa takut. Ia selalu takut jika suatu saat Araya menghilang dan pergi darinya.

Ia takut jika pada akhirnya setelah ia memilih untuk bersama Araya, ketakutannya menjadi kenyataan.

"Jangan sampai nyesel kalau Araya milih nyerah karena sikap kekanakan lo." Mauren menatap Melva dengan serius.

Percakapan mereka berhenti saat ada suara familiar yang menginterupsi. Panggilan dari Gabriella membuat Melva menoleh.

"Bisa ngobrol berdua?"

AKSARAYA✅ [COMPLETED]Where stories live. Discover now