-04-

225K 16.6K 740
                                    

Tandai typo dan kejanggalan.

❄❄❄

Aku masih diam merunduk begitu melihat Gia dan Pak Satria masuk ke kamar Gia.

Satu hal yang aku tangkap setelah melirik mereka sejenak, anak dan ayah itu kini berdandan sangat rapi seolah memang memiliki agenda.

"Saya ada acara, kamu mau diantar pulang atau bagaimana?"

"Ehm saya pulang sendiri aja Pak." Kataku masih merunduk malu. Bayangan perut kotak-kotak Pak Satria malah menghantuiku. Sialan sekali otak ini!

"Bagaimana jika Kak Ana ikut saja Papa?" Tanya Gia polos. Aku terkejut dengan permintaannya lalu menggeleng kuat.

"Tunggu disini," dia menurunkan Gia di hadapanku lalu pergi keluar, Gia terlihat sangat cantik dengan gaun kembangnya yang berwarna biru muda. Aku merapikan beberapa helai rambutnya yang sedikit berantakan karena banyak bergerak.

Pak Satria masuk kembali membawa gaun biru muda di tangannya. Ehh?

"Ini pakai, ganti di kamar saya saja."

"Eh tapi, Pak?"

"Tidak masalah Ana, cepatlah nanti terlambat."

Aku mengangguk kaku lalu masuk ke dalam kamar yang terdapat insiden memalukan tadi. Kamarnya Pak Satria tidak menggambarkan pasangan yang menikah, menurutku. Tidak ada satupun foto atau pajangan dia dan istrinya melainkan hanya dia dan Gia. Dia dan Gia sedari bayi hingga kini. Kamarnya juga terkesan dingin, dinding berwarna navy memberi kesan gelap tersendiri.

Dress yang dibawanya tadi terkesan seperti punya anak seusiaku, bagian bahu terbuka kalau tidak salah model sabrina namanya, tidak mungkin kan ini punya istrinya? Bodo amatlah, aku mengganti bajuku dengan cepat lalu keluar dari kamar Pak Satria sebelum dia kira aku sedang menerobos brangkasnya. Emang ada brangkas di kamar ini? Ah tidak tau.

Meskipun Gia mengatakan dia tidak punya mama yang membuatku bingung dan tidak tau harus bersikap seperti apa, jika ada Gia pastilah ada seorang ibu yang melahirkannya.

"Sudah? Ayo!" Katanya yang sebelumnya terpaku melihatku. Pasti aku jelek dan tidak pantas memakai gaun ini.

"Saya bedakan dikit ya Pak, Bapak keluar aja dulu. Biar Gia disini sama saya." Aku butuh sedikit polesan agar kusam di wajahku berkurang. Setidaknya bibirku harus kemerahan jika ingin mendatangi suatu acara, benar bukan?

Pak Satria menurutiku, keluar dari kamar. Aku menatap Gia yang kini entah mengapa tersenyum berseri-seri. "Kak Ana cantik sekali." Katanya. Aku tertawa sejenak, lalu menata rambutku menjadi seperti rambut Gia lalu mengobrak-abrik isi tasku berharap akan ada bedak, lipstik dan parfum disana. Dan yang ku temukan hanya bedak dan lipstik. Oke secepat kilat aku memoles sedikit lipstik di pipi dan kelopak mata untuk memberi sedikit warna lalu mem-backing nya dengan bedak. Dan jangan lupa dengan bibir. Jelek asalkan masih bisa dipoles ya lanjutkan saja, siapa tau mendadak jadi cantik jelita? Ingatkan aku kalau tadi sempat berkeringat ketika jalan dari gerbang ke depan rumah Pak Satria.

"Gia punya parfum?" Gadis kecil ini mengangguk dan mengambil botol parfumnya. Gila sekecil ini saja sudah pakai parfum mahal. Emang berbeda kelas denganku.

"Kakak minta sedikit ya?" Izinku sebelum menyemprot parfum hampir disetiap sisi tubuhku. Takut bau.

Setelahnya aku dan Gia bergandengan turun ke bawah, Pak Satria sibuk dengan ponselnya aku berdehem membuatnya mengalihkan pandangan ke arah kami. "Sudah?" Aku mengangguk lalu betapa terkejutnya aku ketika tiba di dekatnya dia berjongkok dan meletakkan sepasang sepatu tinggi alias heels berwarna putih di hadapanku.

KIASA [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang