Prolog

33 14 2
                                    

Katana Valencia, itu adalah namanya. Saat ini Katana tengah di rawat di salah satu rumah sakit. Kakinya terus berjalan menelusuri koridor dengan tatapan kosong. Umurnya yang masih 9 tahun sudah mengenal akan kejamnya dunia luar. Kaki mungil itu berhenti tepat di taman rumah sakit. Ia duduk sendiri di bawah pohon rindang menyaksikan berbagai aktivitas orang orang yang berlalu lalang. Hingga ia tak sadar jika sepasang kaki mungil telah berdiri di hadapannya.

"Haii cantik," sapanya.

Katana tak menjawab. Itulah dirinya, dingin dan sulit di tebak. Meskipun ia terbilang masih kecil tapi kepribadianya mirip seperti orang dewasa. Dia mandiri!!

"Kenapa engga di jawab?" anak itu berkata kembali.

"Mata kamu indah banget," pujinya.

"Hei, di sini ada orang," masih belum menyerah dia terus mengajak untuk berbicara.

"Kamu sakit apa?" tak ada jawaban dan dia menghembuskan nafasnya kasar.

"Nama ku Zelvan, kalo kamu?"

"Ah, kamu sakit gigi yaa?" tatapan tajam milik Katana langsung mengarah ke dirinya.

Zelvan sedikit terkejut saat Katana menatapnya dengan demikian.

"Kamu kenapa?" tanyanya takut takut.

"Pergi!" suara Katana terdengar dingin menusuk telinganya.

"Tapi kamu belum jawab semua pertanyaanku," Zelvan tetap kekeh tidak mau pergi.

Rahang Katana mengeras. Sungguh dia sangat tidak suka di ganggu. Ingin rasanya ia melayangkan satu pukulan ke arah Zelvan agar ia segera pergi dari hadapannya.

Tujuan awal ia datang ke taman ini adalah untuk mencari ketenangan. Namun, bukannya ketenangan yang ia dapatkan malah gangguan dari anak yang tak ia kenal datang.

Hening.

Hingga Katana muak dengan tatapan Zelvan yang terus tertuju pada wajahnya. Dia menatap sekilas mata Zelvan. Indah! Mata itu berwarna biru, sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Katana menyimpulkan bahwa Zelvan adalah anak blesteran dari negara luar. Setelah puas saling beradu pandangan Katana melangkahkan kakinya pergi. Zelvan ingin menegur, namun ia urungkan saat teringat respon Katana padanya. Hingga ia hanya bisa menatap punggung Katana dengan tatapan yang sulit di artikan.

Langkah Katana berhenti tepat saat dia akan menginjak kabin rumah sakit. Di depannya ada seorang laki laki tua dengan setelah jas seperti orang kantoran.

"Katana benci dia," ucap Katana dengan menunjuk ke arah Zelvan berada. Zelvan yang ditunjuk pun kebingungan apa lagi tatapan pria itu juga tertuju padanya.

"Apa yang dia lakukan hingga membuat putri kesayanganku marah seperti ini?" pria itu menatap putrinya penuh tanya.

"Dia menganggu ketenanganku!" jawab Katana dingin.

"Menganggu? Berani sekali dia menganggu putriku," ucap pria itu dengan nada sok tidak terima.

"Lantas dia menganggu mu dengan cara apa?" lanjutnya.

"Dia bertanya banyak hal padaku! Aku tak suka!" kesal Katana.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Tidak ada! Aku hanya kesal dengannya."

"Kau mengenalnya?" Katana mengeleng.

"Kamu tidak ingin mengenalnya?" lagi lagi gadis itu mengeleng.

"Kenapa?"

"Aku tidak suka teman!" desis Katana.

"Kamu tidak ingin mencoba?"

Bukannya apa tapi ini adalah kali pertama ada seorang anak yang berani mengajak anaknya untuk berbicara terlebih dahulu. Semenjak kejadian itu tidak ada yang berani mendekati Katana, bahkan keluarga besarnya sendiri. Ia ingin putri kecilnya bisa tumbuh dengan normal seperti gadis seumuran dirinya, namun Tuhan berkehendak lain. Anaknya hidup dengan istimewa. Atau malah mala petaka?

"Tidak! Jangan tanyakan itu lagi Ayah!" kesal Katana yang langsung melangkah pergi menuju ruang inapnya.

Mario- Ayah Katana hanya bisa mengeleng geleng kepala melihat kelakuan anaknya. Sungguh dia merindukan sosok Katana yang dulu. Ceria dan terbuka pada siapa saja. Sayang seribu sayang sifat itu perlahan hilang dan di gantikan dengan sifat Katana yang baru-- sifat yang sangat di benci oleh keluarga besarnya sendiri.

Mario mengedarkan tatapannya. Tepat di bangku yang tadi Katana duduki ada anak kecil laki laki yang juga tengah menatapnya dengan alis terangkat. Sejak tadi anak itu menyaksikan dirinya yang tengah berdebat dengan putrinya tanpa tau dengan isi perbincangannya.

Mario melangkah menuju anak itu.

"Kau yang tadi mengajak anak ku berbicara?" tanya Mario tanpa berbasa basi.

Alis anak itu terangkat, "yang tidak mau menjawab semua pertanyaanku?" anak itu malah balik bertanya.

"Mungkin," Mario mengidikan bahunya. Ia duduk di sebelah anak itu.

"Siapa namamu?" lanjutnya.

"Zelvan, dan siapa nama anak tadi?" jawab dan tanyanya.

"Katana, panggil saja seperti itu, kenapa kau menanyakan namanya?"

"Dia- begitu cantik, matanya sangat indah," puji Zelvan.

"Berapa umurmu?" tanya Mario.

"Sepuluh tahun."

"Kau ingin dekat dengan anakku?" tanya Mario.

"Ya! Aku ingin memilikinya, sepenuhnya!" jawab Zelvan.

"Pertemukan aku dengan orang tuamu," ucap Mario.

"Dengan segera akan aku pertemukan," jawab Zelvan.

⚪⚪⚪

UPDATE CHAPTER SATU KALO PROLOG RAME🙃

YUK SHARE CERITA INI KE TEMEN TEMEN KALIAN🦋

VOTE DAN KOMEN JANGAN LUPA👻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SOSIOPATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang