E m p a t

132 19 40
                                    


Pov Zahwa

"Assalamualaikum, Zahwa." Kulihat sebuah pesan di smartphone terbaru keluaran pabrikan dari Korea Selatan. Sebuah nomer yang tidak ada dalam kontakku.

"Siapa, yah? Ah diemin aja. Kalau dia emang teman pastinya akan kirim pesan lagi. Mending aku mandi terus sholat shubuh." Zahwa bermonolog ria.

"De... Ande... bangun ih... udah mau shubuh nih!" Zahwa mencoba membangunkan tuan rumah yang masih asyik masyuk membuat peta di bantalnya.

Ande pun terbangun sambil menggeliatkan badannya mungkin berpikir siapa tahu bisa menambah tinggi badannya yang emang terlihat mungil hanya 153 cm. Sedangkan aku tingginya 168 cm.

"Aku mandi dulu yah, De. Biar seger badannya. Jadi jalan-jalan ke Stadion Kanjuruhan, kan?"

"Jadi. Ya udah sana cepetan nanti gantian sama aku. Aku shubuhan dulu," jawab Ande.

Selesai mandi dan dilanjutkan sholat shubuh, aku coba liat smartphone ku lagi. Kuperhatikan ada beberapa pesan yang masuk. Selain dari ayah dan Om Khaeroni yang menanyakan kabarku ada juga pesan dari 2 nomer yang tidak aku kenal. Yang menambah aku bingung adalah profile dari kedua no kontak itu tidak ada.

"Hai, Zahwa. Gimana kabarmu?" Tulis Y1 dalam pesan yang baru aku baca.

"Dah sholat shubuh, kah? Apa agenda pagi ini?" Pesan yang aku terima dari no Y2, kelanjutan pesan yang aku baca pas bangun tidur tadi.

Yah... aku terpaksa kasih nama Y1 dan Y2 karena emang aku belum tahu siapa dia. Itu bisa no teman-temanku waktu SMA dulu secara aku gak ganti nomer. Atau juga no Kak Amar yang kemarin pas di Gramedia sempat minta no kontak kita.

"Tapi mana mungkin itu no Kak Amar. Kalaupun dia, pastinya Ande juga dapat pesan dari dia."
Kata Zahwa dalam batinnya.

"Waktu sudah menunjukkan pukul 05.40, kok Ande belum selesai mandinya? Jangan-jangan dia ketiduran di kamar mandi nih."

"Hayo, ngalamunin apa? Cantik-cantik kok hobi ngalamun." Tiba-tiba Ande mengagetkanku dengan tepukannya di punggung.

"Siapa juga yang ngalamun? Ini lagi mikirin kamu yang mandi lama amat. Padahal Amat aja kalau mandi gak pake lama. Kirain kamu tidur lagi waktu mandi." Balasku menggoda Ande.

"Ngaco kamu, Wa. Emangnya di kamar mandi ada tempat tidur ama bantal guling?" Canda Ande kepadaku. Kamipun tertawa bersama-sama.

"Berangkat kapan nih ke Kanjuruhan? Udah bosen nih lihat kamu yang gak pernah nambah cantik." Aku kembali meledek Ande.

"Monggo, Ndoro Putri." Ande menimpali dengan secara berlebihan.

Ya... beginilah keseharian kami di kala bersama. Selalu ada tawa di antara kita sementara kesedihan atau kegalauan di buang ke laut.

Akhirnya kami berangkat dengan sepeda setelah sebelumnya minum susu yang telah disediakan oleh Bunda Suryani. Dengan perlengkapan standar keamanan di jalan buat pesepeda, helm pelindung kepala, sarung tangan dan deker lutut juga siku, aku dan Ande segera meluncur ke Kanjuruhan.

Setengah jam perjalanan, kamipun sudah mencapai Stadion Kanjuruhan. Terlihat suasana minggu pagi begitu rame. Banyak pengunjung berdatangan baik dengan berjalan kaki maupun berkendara. Aku dan Ande memutari stadion terlebih dahulu sambil lirak-lirik mencari spot terbaik untuk istirahat. Kuliner berjajar menampilkan makanan-makanan terbaik, memaksa aku meneguk saliva.

Puas rasanya hati ini bisa bersepeda keliling Stadion Kanjuruhan. Akhirnya kami menemukan tempat yang sesuai untuk memanjakan perut kami yang sudah memperdengarkan irama keroncong yang bertalu-talu. Aku dan Ande memesan cilok sebagai pembuka sarapanku.

Attuhibbuna, Pak DosenWhere stories live. Discover now