6: Mama Marah?

52 9 0
                                    

HEY, BROTHER — 6: MAMA MARAH?

***

Jakarta.

Matahari pagi mengintip malu-malu dari balik tirai jendela.

Ketika masuk ke kamar ini, penciumanmu seperti diajak berkelana dalam hutan basah, terasa sejuk dan menenangkan begitu hinggap di rongga hidung. Aroma yang begitu lembut, tapi di sisi lain juga menunjukkan ketegasan tersendiri bagi si pemakainya.

Hari ini adalah hari pertama semester genap.

Keanu Malik berdiri di depan kaca satu badan, menyimpul dasi dengan rapih. Kemejanya dimasukan ke dalam celana. Seragamnya licin dan tidak kusut. Rambut hitamnya yang dibelah samping itu menjuntai hingga ke dahi—tidak panjang, tipikal murid yang cari aman di sekolah, jauh dari masalah dan menjadi kesayangan guru.

Di atas meja belajar berserakan beberapa project clay-nya yang belum selesai dicat. Di samping itu ada iPad yang masih menyala yang menampilkan desain clay 3D yang akan diaplikasikannya pada wujud asli.

Mengambil tas yang tersender di kaki meja belajar, Keanu lalu memasukan beberapa buku dan iPad yang sudah dimatikan. Segera dia mematikan lampu belajar dan juga lampu kamar sebelum beranjak turun untuk sarapan.

Di dapur ada Mama yang tengah menyiapkan sarapan untuknya. Kali ini oatmeal dengan potongan buah pisang segar.

"Kata Om Alan, sepeda kamu baru bisa diantar nanti sore. Bengkel mereka kehabisan roda gigi, jadi harus dipesan dulu," kata Mama sambil membawa menu sarapan ke meja makan yang bundar, kemudian duduk bersebelahan dengan Keanu.

Beberapa waktu yang lalu, sebelum pergi berlibur, Keanu mengadu ke Mama kalau sepedanya mulai susah untuk dikayuh. Mama kemudian membawa sepedanya ke bengkel Om Alan—sepupu Mama. Kata Om Alan, ada kerusakan pada roda gigi yang membuat sepeda itu kesulitan dalam mengontrol kecepatan.

"Iya, Ma. Yang penting nggak rusak lagi." Rusak dalam artian, tidak akan keluar-masuk bengkel dengan sering.

"Hari ini Mama nggak bisa jemput kamu karena ada meeting. Uang jajan kamu nanti mama tambah buat bayar ongkos pulang."

"Hm," jawab Keanu sembari mengunyah. 

Dia paham kalau mamanya adalah orang yang sibuk. Dia tidak pernah menuntut Mama untuk selalu punya waktu untuknya. Lagipula, dia sudah besar dan dia juga lebih suka pergi kemana-mana dengan sepeda kesayangannya itu, tapi sepeda itu lagi ada di bengkel sekarang. Jadilah Mama yang akan mengantarnya ke sekolah hari ini.

"Ma, aku mau tanya."

Mama mengangguk sambil membawa makanan ke mulutnya.

"Kenapa Mama nggak pernah bahas soal Papa?"

Adalah pertanyaan yang tidak disangka-sangka akan keluar dari mulut anaknya setelah sekian lama. Pertanyaan yang berhasil membuat dirinya mematung sesaat.

Kunyahan Mama melambat, makanan di hadapannya jadi tidak menarik lagi.

Sedangkan Keanu terus melanjutkan sarapannya, matanya tidak lepas dari Mama, menunggu jawaban.

Mama refleks mengubah mimik wajahnya. Menatap Keanu penuh selidik dengan kening yang hampir menyatu, lalu tersenyum dan menjawab dengan lelucon, "Kenapa sih kok tiba-tiba bahas Papa?"

"Emangnya nggak boleh? Selama ini aku nggak pernah tahu Papa orang yang kayak gimana, masih hidup atau enggak. Bahkan namanya aja aku nggak tahu."

Keanu yang malang.

Hey, Brother!Where stories live. Discover now