Langit Malam - Part 3

41.4K 2.1K 40
                                    

Bulan masih menimbang apakah ia akan datang untuk menemui Bintang atau tidak. Semalaman dia tidak tidur, hanya karena memikirkan tulisan yang ditinggalkan bintang di secarik kertas itu.

Dia sudah selesai memasak dan memandikan Bumi. Kini kembali terdiam melihat bunga-bunga di pekarangan rumahnya. Ia memiliki waktu sekitar tiga jam jika ingin bertemu Bintang. Diliriknya sekali lagi jam tangannya.

Bintang, cinta pertamanya dan tetap belum berubah hingga kini. Setetes air matanya mengalir.

"Mbok, tolong jaga Bumi di rumah ya. Aku mau ke Bank sebentar." Satu kalimat itu meluncur dari bibirnya. Tanpa kecurigaan Mbok Mirna mengangguk. Bulan bergegas berganti baju.

Hotel Pangeran. Takut-takut Bulan mengawasi setiap gerak-gerik orang yang berlalu-lalang di sana. Dia takut, kalau ada orang yang mengenalnya melihat dirinya.

Bulan langsung menuju lantai empat. Sesuai petunjuk resepsionis. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi sejak tempo hari bertemu dengan Bintang. Semua kenangan yang mereka lewati terbuka begitu saja. Membuat kerinduannya akan sosok lelaki yang teramat dia cintai begitu menggebu.

Diketuknya pintu kamar. Masih dengan perasaan was-was.

Wajah Bintang menyambutnya dengan senyum hangat. Tanpa permisi, pria itu sudah mendekap Bulan ke dalam pelukannya. Bulan membeku, hatinya berdesir ketika merasakan hangat tubuh Bintang.

"Aku sudah menunggumu." Bintang menatap Bulan dengan hangat. "Terima kasih." Sambungnya.

"Aku tidak punya banyak waktu. Cepat katakan kenapa menyuruhku ke sini?"

Bintang berjalan menuju nakas. Mengambil sesuatu. Lalu menunjukan dua lembar tiket. "Aku mau ngajak kamu nonton."

"Nonton?"

"Iya nonton di bioskop, seperti dulu setiap malam minggu."

"Tapi sekarang bukan malam minggu." Bantah Bulan.

"Itu hanya perumpaanku saja Bulan. Aku merindukanmu."

Bulan bergeming. Sebuah sayatan dan juga rasa bahagia tergores bersamaan di hatinya. Masih pantaskah dia merasakan hal ini?

Bulan mengangguk. "Aku juga sudah lama tidak nonton." Dia sudah terlanjur basah. Toh ini hanya sebentar saja. Mungkin besok atau lusa, Bintang akan kembali lagi ke tempatnya.

Bintang tersenyum. Dai tahu, Bulan tidak akan pernah bisa menolak permintaannya.

***

Studio di bioskop pada siang hari dan bukan di hari libur tampak sepi. Kursi-kursi bioskop yang terisi tidak sampai setengahnya. Bintang memilihkan tempat favorit mereka. Kursi B no 11 dan 12. B yang berarti inisial dari nama mereka berdua.

Sepanjang perjalanan, Bulan tidak banyak bicara. Ia hanya menjawab, jika Bintang bertanya padanya. Selebihnya mereka nyaris diam. Mereka berdua seperti tersedot oleh kenangan masa lalu. Melakukan ritual yang dulu sering mereka lewati dengan tawa dan kini semua sudah berbeda.

"B11 dan 12?" Ucap Bulan.

"Itu favoritku dan selalu begitu." Bintang menyahut.

Bulan melihat ponselnya. Memastikan Reza atau Mbok Mirna tidak menghubunginya. Dia bernafas lega, karena sepertinya semua masih aman.  Sesaat setelah Bulan memasukan ponselnya ke dalam tas, lampu dalam bioskop padam dan ia terkesiap ketika Bintang menautkan jemarinya. Menggenggamnya dengan erat.

"Daru dulu aku selalu ingin melakukan ini." Kata Bintang berbisik pada Bulan.

Jantung Bulan ikut berdebar. Betapa tindakan Bintang yang sederhana itu membuatnya semakin sedih. Layar film yang ada di depannya tak lagi menarik untuknya. Matanya berkaca-kaca, dia yakin, sangat yakin bahwa ini salah tapi dia juga tidak bisa menolaknya. Dia terlalu mencintai Bintang.

Tubuh Bulan bergetar, karena tangisnya semakin menjadi. Bintang memiringkan tubuhnya dan menghadap pada Bulan. Dipeluknya tubuh Bulan yang terlihat ringkih. DI ciumnya puncak kepala gadis itu.

"Kenapa? Kenapa menangis?"

Bulan menggeleng.

"Apa aku menyakitimu?"

Bulan tetap tak bersuara.

"Aku harap ini terakhir kalinya aku melihatmu menangis. Karena setelah ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu. "

***

Langit MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang