Langit Malam - Part 4

38.8K 1.9K 99
                                    

Bulan tepat sampai di rumah jam dua siang. Dia langsung mengganti pakaian dan menaruhnya di tempat baju kotor. Jangan sampai ada jejaknya yang akan mengundang Reza bertanya pada dirinya. Karena ia tidak mempunyai alasan yang cukup kuat untuk meninggalkan rumah. Apa lagi tanpa seizin Reza.

Bumi sedang tertidur di kamarnya. Langkahnya menuju dapur, Mbok Mirna sedang menyiapkan masakan untuk makan malam. Wajah perempuan tua itu tidak menaruh rasa curiga sama sekali. Bulan langsung menuju kamarnya, menutup pintunya rapat dan menguncinya. Kemudian barulah dia bernafas lega. Pertemuannya dengan Bintang Aman.

Bulan menyentuh bibirnya. Mengingat sebuah rasa baru yang tadi diberikan Bintang dengan sangat indah padanya. Untuk pertama kalinya setelah belasan tahun mereka bersahabat, bibir mereka saling berpagutan dengan mesra.

Berulang kali Bulan mencoba menahan rasa ini. Mencegah semua yang ingin dilakukan Bintang padanya, tetap saja pada akhirnya dia kalah. Sorot mata Bintang yang berubah kelam saat mengutarakan isi hatinya secara beruntun membuatnya harus melupakan logika.

"Kamu perempuan terdekat yang aku miliki. Sekaligus yang tidak akan pernah bisa aku jangkau." Lirih, suara Bintang berbicara padanya. "Cuma kamu, Lan. Bahkan ketika aku pergi, hati ku masih terisi penuh tentang kamu."

"Tapi kenapa waktu itu kamu pergi?" Sebuah pertanyaan yang ingin Bulan lupakan kini mendesaknya untuk segera mendapat jawaban.

"Karena aku nggak punya pilihan lain. Bapakku jadi tersangka kasus korupsi. Semua aset keluargaku disita. Semuanya serba tiba-tiba dan aku harus pergi menemani Ibuku. Maafkan aku, Lan.." Ucapnya penuh penyesalan sambil menggenggam jemari Bulan.

Bulan tahu tentang berita itu. Beberapa temannya menceritakannya padanya. Tapi dia sama sekali tidak tahu kalau itu ada alasan kepergian Bintang dari kota dan juga hidupnya.

"Kamu mau memaafkanku?" Tanya Bintang dengan ragu.

Bulan mengangguk. Melihat Bintang ada di hadapannya, jauh lebih berarti. "Kamu akan pergi lagi setelah ini?"

"Tidak kecuali bersama kamu."

Setitik air mata Bulan jatuh lagi.

"Kasih waktu untukku agar aku mendapatkanmu kembali."

"Tapi aku sudah menikah, Ta. Aku juga memiliki anak."

"Kamu benar-benar memberikan nama anakmu Bum?" Tanya Bintang sambil tersenyum. "Aku pikir dulu itu hanya leluconmu saja."

Bulan ikut tersenyum. Dia ingat bagaimana dulu, Bintang meledeknya karena akan memberikan nama Bumi, jika nanti ia memiliki anak. "Terima kasih masih mengingatnya." Kata Bulan pelan.

"Saat ini aku sedang mengurusi kepindahanku ke sini. Jadi mau kah kamu bersamaku?" Lugas, Bintang bertanya pada Bulan.

Bulan menggeleng. Andai dia tidak memiliki suami, tidak memiliki anak. Semuanya akan sangat mudah.

"Aku siap menjadi nomor dua." Sesaat Bintang mengambil nafas. "Dan aku pastikan ini hanya sementara. Asal kamu menyetujuinya, maka langkahku akan lebih mudah."

Bulan tetap bergeming. Setiap kata-kata Bintang menyimpan banyak makna dan juga tantangan. Sekilas wajah suami dan anaknya terlintas.

"Aku nggak mau menyakiti Mas Reza." Ketakutan itu tidak bisa dia hindarkan.

"Jangan pernah sebut namanya di depanku." Mata Bintang menatap tajam penuh emosi. "Suami kamu, nggak akan pernah tahu apa yang terjadi di antara kita."

Bulan menghembuskan nafasnya. Bolehkah dia merasakan kebahagiaan sebentar saja?

"Aku percaya kamu, Ta." Akhirnya.

Bintang tersenyum penuh kemenangan. Kalimat persetujuan dari Bulan akhirnya meluncur juga. Direngkuhnya tubuh Bulan. Diciuminya setiap inci wajah Bulan dengan hasrat terpendam.

"Aku akan menjaga kamu, Sayang." Dikecupnya bibir tipis Bulan yang selama ini selalu menggodannya.

***

Reza pulang terlambat malam ini. Dia sudah memberitahukan Bulan lebih dulu untuk tidak menunggunya. Dikeluarkannya kunci serep yang selalu dibawanya. Suasana rumah sudah sepi. Beberapa lampu juga sudah dipadamkan.

Dia mengambil gelas berisikan air minum yang sudah disediakan Bulan. Sebelum menuju kamarnya, dia melihat Bumi sejenak. Buah hati yang sangat dia sayangi. Wajah anaknya yang terlelap dengan sangat pulas membuatnya lupa akan rasa lelah.

Diciumnya kening Bumi. Ditatapnya wajah bocah itu sekali lagi. Perpaduan yang sangat proporsional antara dirinya dan Bulan. Walaupun sudah memiliki anak, tetap saja Reza masih merasa belum memiliki Bulan sepenuhnya. Dia mencintai istrinya, sangat. Istri yang dipilihkan orangtuanya dan sudah membuatnya jatuh cinta sejak mereka pertama kali berkenalan.

Tapi entahlah dengan Bulan. Empat tahun mereka merenda ikatan pernikahan, tidak pernah ada satu kata pun terucap tentang kata cinta dari bibir Bulan. Tapi bukan berarti Bulan tidak menjalani kewajibannya dengan baik. Dia istri yang sempurna. Segala kebutuhan Reza terpenuhi, bahkan dia juga menjadi ibu yang penuh kasih sayang terhadap anak mereka. Tetap saja semuanya masih terasa ada yang kurang baginya.

Lama termenung, Reza menuju kamarnya. Di bukanya pintu kamar. Bulan tertidur dengan posisi miring. Tubuhnya membelakangi Reza. Hampir setiap malam seperti itu. Bulan akan memeluknya hanya dalam kondisi tertentu saja. Seperti hujan yang disertai petir atau mati lampu. Kadang Reza berdoa dalam hatinya. Agar setiap malam PLN memadamkan lampu rumahnya.

Reza mencuci muka dan mengganti bajunya dengan piayama. Dia segera menyusul Bulan. Wangi tubuh Bulan yang semerbak mengundangnya untuk semakin dekat pada tubuh istrinya. Reza mencoba menepis keraguan dalam hatinya.

Tangannya memeluk pinggang Bulan yang ramping. Disingkapnya selimut yang menutupi tubuh Bulan hingga lehernya.

"Bun ..." pelan Reza berbisik. Kebutuhannya akan menyentuh Bulan sudah tidak bisa ditahan lagi.

Bulan menggeliat dalam tidurnya. Dia ingin pura-pura tertidur tapi tangan Reza yang melingkar kokoh di pinggangnya membuat jantungnya berdegup kencang.Meski ini bukan yang pertama kali, tetap saja Bulan masih merasa canggung. Pelan, Bulan menghadapkan tubuhnya pada Reza.

"Iya, Mas ..."

Dengan mata terpejam, Bulan menerima dengan pasrah semua yang dilakukan Reza. Reza mencumbunya dengan liar dan menyentuh setiap bagian sensitif dari tubuhnya. Demi memuaskan nafsu yang dimiliki suaminya. Bulan tidak menolak tapi juga tidak membalas semua yang dilakukan Reza padanya.

Saat mencapai klimaksnya. Reza mencium Bulan lagi, kali ini dengan kelembutan. "Mas sayang kamu." Katanya sambil memeluk tubuh polos Bulan.

***

Langit MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang