BAGIAN 47 - DIARY AMIRA

3.8K 229 4
                                    

"Turut berduka cita ya Pak Ali? Terima semua dengan lapang dada Pak, ini semua sudah takdirnya,"

"Pak Ali yang sabar, semua sudah punya jalan masing-masing."

"Pak, istri bapak orang yang baik, saya yakin istri bapak akan ditempatkan di sisi yang paling baik di surga."

"Al, semua sudah diatur sedemikian rupa. Jadi ini salah satu dari jalan takdir. Amira orang yang baik banget jadi aku yakin dia pasti diterima Allah di sisinya dengan baik."

"Ikhlaskan Al, aku yakin Amira akan bahagia disana! Dia orang yang baik."

Ali masih tak percaya. Amira meninggalkannya secepat ini. Ia bahkan belum sempat meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat ke Amira. Ini semua memang gara-gara egonya. Kalau saja ia tak meninggikan egonya ia tidak akan kehilangan Amira. Ali tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Ia sudah kehilangan kedua kalinya.

Sudah kesekian kali air mata Ali tak berhenti menatap tubuh Amira yang terbujur kaku di depannya. Ia tak sanggup melihat mata Amira yang terpejam dan bibirnya tersenyum di depannya. Teduh! Namun, ia sesak melihatnya. Ia tak bisa menjadi suami yang baik untuknya.

"Tidakkkk Mir! Jangan pergi! Aku masih butuh kamu, Mir bangun! Aku mohon bangun Mir! Aira masih butuh kamu. Aku mohon bangun! Aku mohon Mir. Aku minta maaf, Mir! Jangan seperti ini aku takut!" Ali memeluk tubuh Amira yang terbujur kaku di depannya. Ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya.

"AMIRAAAAAAA," Ali terbangun dari mimpinya. Napasnya terengah-engah saat ia mendapati mimpi buruk bahwa Amira meninggalkannya. Tidak! Ini hanya mimpi! Ia melirik sekilas samping tempat tidurnya. Ternyata, Aira masih terjaga dalam tidurnya.

"Arrrrgghhhh...," Ia mengacak-acak rambutnya kasar.

Ali beranjak dari tempat tidurnya. Ia duduk di sofa kamar tidurnya, tempat yang biasa Amira gunakan untuk membacakan dongeng-dongeng pada Aira. Tangannya membuka beberapa kotak paket yang ia terima beberapa hari yang lalu. Entah siapa yang telah mengirim kotak tersebut. Ali benar-benar geram, pengirim tak memberitahu identitasnya. Hampir setiap hari ia menerima paket 1 kotak yang berisi foto Amira bersama Jefri.

Hati siapa yang tak sakit, setiap harinya ia mendapatkan kiriman paket foto istrinya dengan laki-laki lain. Dan tepat pada hari ketika ia dan Amira ke toko buku, ia susah payah memilih dan membelikan buku untuk istrinya. Namun, buku tersebut tak sengaja sama. Apa Ali tak berhak marah dan cemburu?

Bahkan Ali sengaja berbohong pada anaknya. Ia sebenarnya tidak sedang lembur kerja saat itu. Ia hanya beralasan tidak bisa menjemput Aira karena lembur kerja. Padahal sebenarnya tidak. Saat itu ia hanya ingin memantau diam-diam Aira dan Amira. Karena paket foto yang membuat Ali geram tersebut. Ia mencoba memantau diam-diam Amira dan Aira dan mengikutinya sampai ke kedai es krim secara diam-diam. Sontak saja emosinya tak terkendali karena ia melihat Jefri dan Amira sedang bersama.

"Mir kalau kamu masih mencintai Jefri, kenapa kamu menerima permintaan Vina. Kenapa kamu tak menolaknya keras!" gumamnya menatap foto Amira yang ada di genggamannya.

Brukk!
Ali tak sengaja menyenggol buku bersampul biru yang terletak di atas nakas. Ia lantas mengambilnya. Dahinya berkerut saat melihat buku tersebut. Perasaan ia tak pernah mempunyai buku dengan sampul foto salah satu anggota Boyband Korea. Namun, mengapa buku seperti ini ada di kamarnya. Tak mungkin milik Aira. Anak sekecil itu tak mungkin sudah menyukai Boyband Korea.

Ternyata buku ini milik Amira. gumamnya saat matanya melihat tulisan kecil 'Amira' di ujung sampul buku. Tangannya perlahan membuka buku yang ia pegang tersebut.

AMIRA AZZAHRA  [RE-PUBLISH]Where stories live. Discover now