Sepuluh

12K 1.3K 254
                                    

              MARI TERMENUNG. Ia seolah membiarkan guru mengoceh seorang diri di depan sana menjelaskan pelajaran hari ini sementara ia melamun, tak berniat membuat segaris coretan di atas kertas kosongnya.

Tanpa sadar teman sekelas Mari memperhatikannya, meliriknya sesekali, mencuri-curi pandang di tengah jam pelajaran. Membatin tentang apa yang membuat Mari terlihat seperti seorang yang sedang tertekan.

Sejemang, Chani merasa penasaran dan juga khawatir. Tangannya memainkan ujung pena, mengetuk-ngetukannya ringan di atas meja tapi kemudian ia kembali fokus ke depan. Sementara waktu Chani telah berhasil dibuat tak tenang oleh Im Mari, ia sangat ingin tahu kenapa dan ada apa dengan gadis itu, tapi tidak sekarang—saat ia harus memenuhi beberapa lembar kertas kosongnya dengan catatan materi hari ini.

Kapan jam tambahannya akan berakhir? Chani membuang napas—lelah.

Semua orang merasakan waktu berjalan sangat lambat ketika melakukan sesuatu yang membosankan, seperti karyawan dengan pekerjaannya dan siswa dengan pelajarannya. Namun, lima belas menit kemudian bel berbunyi. Pelajaran tambahan sudah berakhir, kegiatan belajar siswa kelas 12 selesai untuk hari ini.

Semua murid bersorak senang, mereka selalu melakukan itu tiap kali pelajaran telah usai—tak peduli teriakan mereka menyakiti sanubari sang guru. Mereka berkemas, berlarian melewati lorong, berhamburan keluar gedung sekolah.

Menyadari senja tak lagi terlihat ketika jam sekolah telah usai. Mari berjalan dengan kepala menunduk, menyeret tungkainya seolah pergelangan kakinya dirantai dengan sebuah benda berat hingga mengangkatnya sedikit pun ia tak mampu.

"Mari, Im Mari!" teriak suara bas seseorang dari belakang.

Suara keras itu sukses membuatnya berhenti lalu menoleh. Kini orang yang memanggilnya sudah berada tepat di sebelah kiri Mari.

"Chani? Kenapa?" Mari mengernyit heran melihat napas pria itu terpenggal-penggal mengejarnya yang bahkan belum jauh meninggalkan sekolah.

Chani melipat kedua belah bibirnya ke dalam. "Hm, itu..., " ia menggeleng ringan seraya membasahi labiumnya sebentar lalu tersenyum tipis.

Mari pikir tidak ada apa-apa kecuali pria itu hanya menyapanya saja, Mari kembali melangkah membiarkan Chani tertinggal di belakangnya.

Chani menyusul Mari—lagi, dengan mempercepat langkahnya. Menengok wanita itu memperhatikan raut wajahnya yang tampak murung.

"Kamu..., lagi ada masalah, ya?"

Mari tertegun, tersenyum tipis sedikit dipaksakan gadis itu menggeleng.

"Apa? Aku nggak denger suara kamu." Chani mengernyit sembari sedikit mencondongkan tubuhnya pada Mari.

Kali ini gadis itu terkikik geli, sedikit terhibur. "Aku nggak papa, Chani."

Chani mengulas senyum tipis, masih berjalan di samping Mari. Ia percaya saja dengan apa yang Mari katakan padanya tanpa menuntut dengan bertanya lebih, memaksa si gadis.

Teringat kelas tambahan tadi Chani buru-buru mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas kemudian memberikannya pada Mari. "Ini."

"Hm?" wanita itu mengangkat dua garis alisnya.

Keduanya berhenti berjalan, berdiri saling berhadapan.

"Minggu depan ada ujian, kamu nggak bisa belajar kalau catatan kamu kosong."

Mari terdiam sesaat. "Aku...," ia menatap buku catatan Chani, bagaimana bisa Chani tahu ia tak mencatat materi pelajaran hari ini dengan benar?

"Nggak papa, aku bisa pinjam catatan Yuna besok."

KOO-NSTANT || JJK ✔️Where stories live. Discover now