one - magnet

5.8K 603 110
                                    

Wooyoung, begitu orang memanggil anak bermarga Jung ini. Kini dirinya tengah berlarian kecil ditepian pantai sambil menunggu sang Surya tenggelam.

Tidak, Wooyoung tidak sendiri. Ia bersama sahabat terbaiknya—Choi San. Sementara Wooyoung kecil tak hentinya berteriak sembari berlarian, San memilih duduk dan mengamati Wooyoung dari kejauhan.

Jujur saja, Wooyoung dan San hanya memiliki satu sama lain. Mereka bukan tipe yang mudah berteman. Si Jung yang terlalu kekanak-kanakan, dan Si Choi yang terlalu cupu. Begitulah orang-orang memandang.

"Uwaaa Lautan~!!⁽⁽ଘ( ˊᵕˋ )ଓ⁾⁾"

San terkekeh kecil melihat tingkah yang lebih muda darinya. Menurutnya Wooyoung sangat menggemaskan.

"Wooyoung-ah!! Apa kau menyukainya!?"

"NNE!! AKU SANGAT MENYUKAI INI!!><"

Kembali San melukiskan senyuman di wajahnya. "I like you too.."

San dan Wooyoung, mereka sudah berteman sejak sekolah dasar dan sampai sekarang, mereka akan tamat dari sekolah menengah yang sama. Meskipun mereka berada di tingkatan yang berbeda, seperti magnet, mereka akan tarik menarik satu sama lain. Dan kemudian, tak terpisahkan.

"Woah! Woah! Kerangnya berjalan!" Wooyoung berjalan mengekori makhluk itu.

"Eih? Pabo? Itu kelomang!" San menepuk jidatnya sembari kembali tertawa.

Wooyoung mencebik karena barusan dikatai oleh si Choi. Lalu kemudian San menepuk-nepuk tempat disampingnya, "Duduklah, istirahat. Matahari sebentar lagi akan terbenam."

Wooyoung menuruti perkataan dan duduk disamping San. Punggung tangan San sibuk mengusap keringat yang ada di pelipis Wooyoung, "terimakasih, San."

Well, walaupun umur mereka berselisih setahun, namun Wooyoung tak pernah memanggil San dengan "hyung." Entah apa isi kepala anak itu.

"Sambil menunggu matahari terbenam, bagaimana kita bermain tantangan atau kejujuran?"

"Call!!"

San dan Wooyoung bermain batu gunting kertas untuk menentukan siapa yang akan bertanya. San memenangkan pertandingan.

"Wooyoung, selama ini kau menanggapku apa?" tanya si Choi.

Wooyoung mulai berfikir tentang jawaban atas pertanyaan San padanya. Setelah semua hal yang mereka lalui bersama, apa arti San bagi Wooyoung?

"Kita teman baik. Teman akrab? Teman seperjuangan mungkin?"

"Hanya teman?" San sedikit kecewa dengan jawaban itu. Wooyoung tau dari mimik wajahnya. "Memangnya kau menganggap aku apa?"

"Separuh dariku. Kita ini takdir,"

"Woah Choi San~" Wooyoung memeluk pinggang San yang ada disampingnya.

"Sudahlah lanjut! Tanyakan sesuatu padaku," San menarik kepalanya dan mendorong Wooyoung menjauh.

Tak terima, Wooyoung beralih berbaring pada paha kurus San yang dijadikan bantal. "Aku penasaran, selama ini kita tidak pernah membahas orang tua kita. Apa pekerjaan orang tuamu?"

"Apa pekerjaan orang tua bisa memengaruhi hubungan ini?"

"T-tidak sih, hanya ingin bertanya saja,"

San beralih menunduk mengunci pandangannya pada Wooyoung, "Yang jelas, pekerjaan ayahku bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan."

Wooyoung mengangguk kecil, kalau San tidak ingin memberitahu, ia tidak akan memaksa.

San menepuk pelan jidat Wooyoung, "bagaimana dengan mu?"

"Ayahku cuma kepala polisiV●ᴥ●V"

DEG!!

"Apa??" San menatap Wooyoung dengan cara yang tak bisa dijelaskan. Marah? Bingung? Tak percaya? Ah, entahlah.

Hal itu otomatis membuat Wooyoung bangun, "Ada apa?"

"Kau—"

Appa is calling...



"Halo?"

"..."

"..."

"..."

"FUCK YOU!!!"

Bahkan Wooyoung sedikit terhentak mendengar San berteriak. "San, ada ap-"

"Woo.. Aku harus pergi," San mengenggam kedua tangan Wooyoung setelah tadi mematikan handphonenya.

"Kenapa San!? Kenapa!?" Wooyoung panik melihat San yang begini. Entah kenapa akhir-akhir ini San jadi aneh.

"Hiks.. Maafkan aku,"

"Ada apa ini? Kau menangis!? Kena-"

"Aku harus pergi Woo,"

Perlahan kaitan jari-jari tangan mereka terlepas satu-persatu. San berlari meninggalkan Wooyoung yang masih setia terpaku disana. Sedangkan si Choi segera memasuki mobil Koenigsegg CCXR Trevita yang barusan datang untuk menjemputnya itu.

Mereka berpisah disenja ini, diwaktu yang sangat tidak tepat.

"T-tapi.. Kita berjanji untuk melihat matahari terbenam bersama." Wooyoung masih saja tidak berpindah tempat. Ia masih menatapi jari-jari yang barusan genggamannya dilepas paksa.

"Kita berjanji untuk saling percaya dan hidup bahagia. Dan kau pergi begitu saja."

Matahari sudah terbenam setengah. Mata Wooyoung mengeluarkan bulir bening pertamanya, ditemani suara ombak, dan angin sepoi-sepoi khas pantai.

Sejak saat itu, Wooyoung tidak pernah bertemu dengan San lagi. Magnet yang ada pada mereka, kini saling bertolak belakang.

━☆゚.*・。゚

[✔]Sanwoo: Be On TrackWhere stories live. Discover now