Permata Hidup

157 24 1
                                    

     Awan kian memisah, memberikan jarak satu sama lain untuk membuat cahaya semakin terlihat terang. Zehhad dan Shela masih dalam posisinya. Tidak sekalipun mereka beranjak untuk pergi atau bahkan tertaw bersam kembali. Semua terasa hilang sekarang. Gelar yatim piatu itupun akhirnya kembali pada mereka.

     "Assalamualaikum," sapa seorang pria bersenjata dengan kain yang diikat di bahu kanannya. Tidak, itu bukan kain biasa. Itu seperti bendera Palestina yang ukurannya lebih kecil.

     Zehhad melepas pelukannya dan membiarkan kedu pasang mata itu saling bertukar tatapan. Tangan kanannya bergerak meraih Shela agar kembali erat dalam dekapannya. Zehhad tidak akan mudah memberikan Shela begitu saja meskipun dibujuk dengan segudang harta.

     "Kalian pasti lapar bukan?" Pria itu menyimpan senapan yang ia pegang di atas tanah kemudian mengambil sesuatu dari saku jaketnya. "Ambilah!"

     Zehhad meraih sekotak walnut yang disodorkan. Ia meletakan itu di dekat Shela, tepat saat berulang kali perempuan kecil itu merengek.

     Pria itu membungkuk, mengambil senapannya kembali dan mengulurkan tangan kanan pada Zehhad, "Ikutlah bersamaku! Di sini tidak aman."

     Zehhad hanya diam tanpa sekalipun menarik tangan itu. Ia tetap mendekap Shela, berusaha menenangkan adiknya.

     "Lihat ini!" Pria itu menunjuk pada bendera yang terikat di bahu kanannya. "Aku berjuang di sini, percayalah padaku. Aku bukan para penggeretak.”

      Zehhad menatap Shela yang masih ketakutan. Sekotak walnut itu ia berikan padanya. Perlahan ia bangkit tanpa menarik tangan pria itu.

      "Ayo kita pergi!"

     Zehhad menangguk. Mereka kemudian berlari dengan sangat cepat meninggalkan tembok yang masih berdiri kokoh di sana. Sesekali Zehhad tersenyum pada Shela, sekedar memberi harapan bahwa semua perang itu akan berakhir dengan cepat.

      Jdor!

      "Jangan khawatirkan mereka! Aku akan menjaga kalian," titahnya membuat keadaan semakin mendebarkan.

     "Baik paman," ucap Zehhad seraya membenarkan pangkuannya.

     Zehhad kini berlari paling depan sedangkan pria itu masih menjaganya dengan menembak para Zionis yang hendak mendekat. Zehhad tidak pernah terpikir bahwa Shabir akan meninggalkannya secepat itu. Padahal rencana awalnya adalah mengantar Shabir sampai bandara. Tetapi Zionis itu, mereka telah merusak rencananya.

     Jdor!

     Peluru yang dilepaskan pria itu melesat dengan sangat cepat mengenai dada Zionis yang bersembunyi di balik pohon. Tembakan itu sekaligus tembakan terakhir yang membuat Zehhad berhenti untuk berjalan.

     "Aku sudah tidak bisa berlari lagi, kakiku terluka," ujar Zehhad pada pria itu.

     "Aku yakin kau bisa, sebentar lagi kita akan segera sampai diperistirahan. Jangn menyerah!"

     Zehhad kembali melanjutkan larinya meskipun kali ini sedikit berbeda. Pria itu bisa saja berlari dan meninggalkan Zehhad yang larinya tidak cepat. Tetapi karena solidaritas, karena tali persaudaraan, ia tidak akan melakukannya.

     Angin sepoi-sepoi berhembus membawa partikel debu ke udara. Berulang kali Zehhad menutup matanya agar debu tidak masuk. Tetapi itu sangat sulit. Antara berlari dan konsisten pada mata membuatnya sedikit kesusahan. Hingga pada akhirnya Zehhad sampai di peristirahatan dengan keadaan selamat.

      Pria itu menurunkan senjatanya dan tersenyum pada Zehhad. Ia melangkah perlahan, mendekati beberapa orang yang sedang sibuk di sana.
 
     "Aku membawa dua orang ke sini dengan selamat," ucapnya pada sekumpulan laki-laki yang sedang meraut sebuah kayu.

PALESTINAWhere stories live. Discover now