07. Memories (Ingatan)

327 98 19
                                    

El Caribe Country Club

Beberapa saat kemudian, Harvleon tak tahu apakah ia ingin mencekik atau memeluk Sharon ketika wanita itu berjalan penuh keraguan di sampingnya. Ini bukan kali pertama ia mengajak Sharon menghadiri acara dengan berbagai orang penting di dalamnya. Harvleon mengerahkan segenap kekuatannya untuk tidak memutar bola mata. Wanita itu berani menamparnya dengan tatapan angkuh, tapi tampil nyaris menyedihkan di depan umum. Syukurlah gaun kaku di atas korset wanita itu mempertahankan badannya tetap tegap.

"Harvey?" bisiknya sambil merapatkan tubuh.

"Tak ada yang salah denganmu," balas Harvleon, menahan jengkel. "Terus ikuti aku dan bersikaplah anggun!"

Sharon ingin berteriak bahwa ia tak bisa menjadi seperti Harvleon, ia tak dilahirkan menjadi Alvonsio. Ia tidak cocok dengan kemewahan dan cara menghadapinya yang sangat...

"Baiklah," kata Harvleon. "Here we are. Tarik nafas dalam-dalam, Mrs. Alvonsio."

Dengan tangan Sharon di lengannya, Harvleon memandu Sharon mendatangi beberapa orang yang sedang berbincang. "Selamat malam, Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan," sapa Harvleon. Kemudian lebih dulu mengulurkan tangan ketika mereka berbalik.

Sharon tak mengenali satu pun dari kumpulan kaum borjuis itu. Pria paling tinggi, lebih tinggi dari Harvleon, kulitnya putih kemerahan dengan guratan usia mulai tumpang tindih di wajahnya yang berseri ketika Harvleon muncul, menerima tangan Harvleon.

"Oh, kapten kecil Alvonsio!" Pria itu menarik Harvleon ke pelukan, menepuk-nepuk pundaknya. "Senang bertemu lagi, Nak. Sayang sekali, aku tak bisa memukul ayahmu itu."

"Happy anniversary, Mr. Mulligan." Harvleon tersenyum resmi, meski Mr. Mulligan sepertinya menginginkan lebih banyak keakraban. "Terima kasih telah menunggu."

Mungkin kerabat jauh, pikir Sharon.

Setelahnya, Harvleon menyalami beberapa pria dan wanita yang juga berada di kerumunan itu. Seorang wanita di antaranya--Mrs. Mulligan--memandangi Sharon dan Harvleon bergantian. Sharon ingin sekali menunduk karena risih. Tapi ia berusaha tetap tegap, bersikap anggun dan sopan. Seperti yang selalu diocehkah Harvleon sejak awal masuk.

"Sharon, ini Mr. dan Mrs. Mulligan, kenalan ayahku dari Belanda. Dan ini Sharon, istriku."

Mereka menatapnya dengan terpukau, lebih terkesan terkejut. Walau pernikahan Sharon dan Harvleon banyak diberitakan, baik di media elektronik maupun koran, sepertinya orang-orang itu tergolong kalangan yang tidak begitu sudi repot-repot memedulikan urusan orang lain.

Sharon menjabat tangan mereka bergantian, lalu mengucapkan selamat dengan lebih hangat dari yang sebenarnya ia maksudkan.

Pasangan Mulligan membalasnya dengan ucapan terima kasih yang pantas.

Mrs. Mulligan masih menatap Sharon, kali ini ada binar di matanya. "Kau cantik sekali," sanjungnya dalam bahasa Belanda.

"Terima kasih, Mrs. Mulligan. Kurasa kau bahkan lebih cantik daripada aku." Sharon belum menyadari kalau dirinya barusan berbahasa Belanda dengan sangat fasih.

"Oh, kau bisa Belanda?" Antusiasme Mrs. Mulligan meningkat.

Senyum di bibir Sharon lenyap.

"Oh, bagus," Mr. Mulligan ambil suara. "Apa kau juga dari Belanda?"

"Bukan. Eum," Sharon ragu, suaranya seperti meredup, "mungkin?"

Pasangan Mulligan itu mengerutkan kening. "Mungkin?"

Memories and Salvation ✓Where stories live. Discover now