25

5.2K 283 115
                                    


Author POV

1 Tahun kemudian

Seperti yang kita tahu, terkadang hidup yang kita jalani tidak melulu sesuai dengan ekspetasi yang kita harapkan. Hidup yang kita jalani, tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang kita pikirkan. Hidup yang kita inginkan, terkadang menjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena banyaknya kendala.

Sama seperti seorang perempuan yang kini tengah menyesap coklat panasnya sambil menikmati semilir angin sore di balkon apartemen. Siapa lagi perempuan itu kalau bukan Nana.

Mengingat kejadian satu tahun lalu, dimana Nana sudah berekspetasi tinggi bahwa ia memiliki seorang anak, pupus.

Iya, ternyata ia hanya sakit. Dan entah kenapa ia menjadi sakit hati sendiri. Mengingat suaminya, Baejin yang berkeinginan besar menjadi seorang ayah, membuatnya semakin terpuruk.

Terkadang Nana menangis, ia belum bisa memberikan yang terbaik untuk Baejin.

Tuhan, beri saya anak plis, masa sering bikin tapi gak muncul-muncul baby nya, batin Nana meringis.

TENG NONG NENG TENG NONG NENG

"KUCING KUCING!" Nana reflek kaget, bel apartemennya bunyi.

"Anying gue lagi melamun dibikin kaget aja," gumam Nana sambil berjalan menuju pintu depan.

Setelah membukakan pintu, JENGJENGJENG! Baejin ternyata.

"Loh Baejin? kok jam segini udah pulang?" tanya Nana bingung mengingat sekarang masih jam lima.

Biasanya suaminya ini pulang jam tujuh gitu.

"Sengaja, kerjaan di kantor udah selesai semua jadi Baejin langsung pulang aja,"

Baejin masuk ke dalam apartemen. Melepas sepatu lalu berjalan menuju kamar diikuti Nana dari belakang.

"Mandi dulu sana baru rebahan, Nana siapin makan ya pasti Baejin laper,"

"Eh gausah gausah,"

"Loh kenapa?"

"Em itu,"

Nana memandang Baejin yang menggantung ucapannya. Untung bukan menggantung perasaannya ya sobat. Gajadi uwu ntar ceritanya.

"Kenapa?!" Nana malah jadi penasaran waktu Baejin malah senyum-senyum sendiri. Gak waras nih anak.

"Nana nanti siap-siap ya? kita makan malam diluar,"

Eh?

Sumpah?

Ngajakin makan malam diluar aja pake malu malu bambang.

"Oh hahahaha kirain kenapa, yaudah berarti Nana gausah masak ya?"

"Iya,"

Nana tersenyum, Baejin ikutan senyum. Author ikutan senyum-senyum. Pembaca juga ikutan senyum gak nih?

"Na,"

"Hm?"

"Baejin boleh cium Nana?"

Nana makin senyum-senyum.

"Biasanya juga gak pake nanya-nanya,"

"Formalitas aja, biar ada akhlak,"

"Awowkwokw,"

"Na seriussss,"

"Iya iya ih Baeeee," Nana mendekat ke arah Baejin dan mencium pipinya sekilas, "Boleh,"

Baejin pun menjalankan aksinya. Gausah ditanya gimana kelanjutannya bisa dibayangin sendiri Baejin kalo udah kiss Nana gimana.
























































































Nana menganga. Tapi cepat-cepat ia tutup mulutnya karena malu kalo sampe diliat orang lain, apalagi Baejin.

Iya, jadi dia takjub banget sama tempat makan malam yang dipilih Baejin. Terlalu wah, kayak di film princess princess gitu.

Kemudian Nana menghayal menjadi Princess Cinderella.

"Baejin, Nana terharu banget," Nana mengerucutkan bibirnya dan memasang wajah memelas.

Jujur ini pertama kalinya Baejin ngajakin makan malam mewah kayak gini. Tau kan yang satu ruangan isinya cuma dua orang? Terus dekoran sana sini banyak banget, meja panjang, kursi empuk, lilin aesthetic dimana-mana.

Nangis.

"Baejin pingin kasih hadiah kecil-kecilan buat Nana,"

Kecil? Kau sebut ini kecil?

"Ini mewah banget sayang, kecil-kecilan dari mananya," Nana tertawa kecil lalu kembali memandang sekitaran. Indah banget, dia suka mandanginnya.

"Cantik ya tempatnya?" tanya Baejin.

"Iya,"

"Tapi Nana lebih cantik,"

HEH BELAJAR GOMBAL DARI MANA LU BAEJIN?!

"Apaan sih," Nana senyum-senyum, mampus salting.

Mereka pun akhirnya mengobrol, entah tentang cerita Baejin selama berkerja di kantor, atau kisah nolep Nana di apartemen, semuanya cerita berjalan begitu saja.

"Permisi," Nana mendongakan kepalanya ketika seorang waiters menundukan kepalanya lalu meletakan beberapa makanan ke atas meja.

Nana lagi-lagi takjub. Ada steak, soup, cake, macarons, dan cemilan-cemilan lainnya yang amat sangat mengundang selera.

Sementara disini author cuma bisa membayangkan—buka puasa masih lama flish.

"Makasih," ucap Nana saat waiters selesai meletakan makanan-makanan itu diatas meja.

Setelah waiters itu pergi dari ruangan, dengan tidak sabaran Aira langsung mengambil macarons dan memakannya. Wajahnya berubah bahagia, makanan manis emang selalu membuatnya seperti itu.

Jadi pengen martabak manis—Author.

"Suka?" tanya Baejin yang kini tengah menopang dagu sambil tersenyum melihat istrinya.

"Banget, Baejin cobain deh, AAAAAAA," Nana menyuapkan satu macarons ke Baejin. Laki-laki itu menerima dengan sekali suapan.

Makan malam mewah itupun berjalan dengan hikmad. Walau cuma berdua, kalau sama Nana ributnya udah kayak sekampung. Baejin cuma bisa senyum melihat perempuannya bahagia.

"Aduh kenyang," Nana menyenderkan badannya pada kursi sambil memegang perutnya.

Tapi wajahnya masih keliatan amat bahagia, Baejin gemes sendiri.

"Nana,"

"Iya? kenapa?"

Baejin diam sejenak, Nana tiba-tiba merasa suasana berubah menjadi serius. Ia pun memperbaiki posisi duduknya.

"Kenapa?" tanya Nana lagi.

"Baejin tau Nana sering nangis kalo Baejin udah berangkat kerja,"

Nana terdiam, laki-laki itu tau dari mana?

"Bae—"

"Gapapa na, kita coba lagi ya?" Baejin menggenggam tangan Nana erat, "Nana jangan ngerasa gagal,"

Nana tiba-tiba menunduk. Kesedihan yang berusaha ia tutupi kini telah terungkap. Baejin tahu akan isi pikirannya.

"Maafin Nana," ucap perempuan itu, Baejin tiba-tiba jadi ikutan sedih dan semakin menggenggam tangan Nana erat.

"Nana gak salah, memang belum waktunya,"

"Jangan merasa bersalah,"

Baejin pun mengajak Nana berdiri dan menarik Nana ke dalam pelukannya. Nana hampir menangis, merasa terharu betapa sabarnya suaminya itu menunggu.

"Ayo pulang,"

"Iya,"


To Be Continued.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 16, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Nikah | Bae JinyoungWhere stories live. Discover now