✿ us

146 24 1
                                    

Nala baru saja turun dari ojolnya, ketika matanya menangkap sebuah mobil terparkir di carport nya. Nala mengepalkan tangannya begitu memasuki rumah.

Sesampainya di ruang tamu, Nala berdecak begitu melihat Ibunya. "Kak? Dari mana aja kamu? Ibu telfon berkali-kali kok nggak dijawab, Ibu khawatir."

Nala melengos begitu saja, langsung pergi kekamarnya. Samar-samar telinga mendengar ucapan yang seharusnya tidak dia dengar. Maka Nala menutup wajahnya dengan bantal, Nala menangis disana. Badannya telungkup diranjang.

Sejauh apapun, sebaik apapun dia terlihat di depan Gama. Seceria apapun Nala dihadapan Fiya, atau sekuat apapun Nala terlihat di hadapan orang lain, she isn't.

Nala akan membuka topeng palsunya ketika dia sendiri. Nala merasakan kamarnya yang gelap gulita, sambil terus berpikir betapa Nala membenci dirinya sendiri menjadi seperti ini. Nala tidak pernah mau. Kalau Nala bisa memilih, bukan ini yang dia mau.

• • •

"Nice, terus gimana?" tanya Nala. Gama bergumam di seberang telefon. Laki-laki itu baru saja mengatakan tentang konsep album baru yang akan launching akhir tahun ini. Nala tersenyum mendengar betapa excited nya Gama menjelaskan itu.

"Nanti masih harus rekaman, mungkin setelah ke manggung yang ini bakal lebih sibuk lagi, masih banyak yang harus di diskusiin sama anak-anak," jelas Gama.

Nala tersenyum walau sadar Gama tidak dapat melihat itu. "Visit lagi kapan?" tanya Nala.

Gama terdiam sebentar di ujung sana, kemudian menjawab, "Adalah pokoknya. Ini aku harus pergi dulu. Nanti malem bisa kesini Nal? Ketemu anak-anak ya, enggak sibuk kan?"

"Iya."

"Yaudah aku tutup ya, love you. See you."

Nala menatap layar handphone nya lama begitu sambungan terputus. Nala menatap wajahnya di depan cermin yang tak jauh. Matanya membengkak, setelah menangis semalaman, Nala menemukan dirinya terlalu lelah untuk sekadar bangun.

Bahkan pagi tadi saat panggilan video call dari Fiya dia tolak dengan berbagai macam alasan yang untungnya Fiya tidak curiga sama sekali.

Nala masih memakai pakaian yang sama, seperti kemarin. Kemudian perempuan itu menghela napas, melihat jadwal di handphonenya. Mampus! Kelasnya di mulai lima belas menit lagi!

Dan Nala buru-buru bangun dari ranjangnya, menyiapkan nyawa dan nyali untuk bertemu dosen pengampu matkul yang paling dia benci sekaligus yang paling dibenci.

Habis sudah.

• • •

Nala masih mengetuk kepalanya beberapa kali di kantin fakultas sambil memikirkan absensinya yang terancam. Memang sih, Nala telat dan tetap boleh masuk.

Tapi dosen itu tidak menghitung kehadiran Nala yang mana menurut Nala adalah hal yang percuma jika Nala rela kebut-kebutan di jalan hingga perempuan itu tidak sempat memikirkan penampilannya sekarang yang kacau balau.

"Hei, sendirian aja?"

Nala mendongak mendengar sapaan Jae. "Eh Kak Jae?"

Jae mengambil duduk dihadapan perempuan itu, kemudian menatap Nala yang nampaknya baru ditimpa musibah. "Kenapa? Kok bete gitu wajahnya?" ujarnya.

[ ii ] pilu membiru, xiaojunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang