23. Kabar Baik

1K 338 28
                                    


Keesokan harinya, Amore kembali dari khayangan. Gigi berlatih seperti biasa, ditemani Lulu dan Nana. Hari ini dia mencetak rekor dengan mampu menembak lima puluh panah dengan tepat sasaran. Semua itu berkat perubahan tubuhnya. Karena bobotnya sekarang berkurang, Gigi merasa jadi lebih luwes.

"Bagus sekali!" Amore bertepuk tangan. Lulu dan Nana juga, setumpuk kue combro di dekat mereka tergeletak terlupakan. "Kamu semakin mahir, Gigi!"

"Terima kasih, Amore," kata Gigi pada si cupid senior. "Gara-gara pelatihan kamu berat badan aku bisa turun."

Amore merona mendengar ini. Dia memalingkan wajah dengan malu. "Niat aku melatih kamu bukan untuk diet, tapi supaya kamu jadi cupid sejati."

Gigi nyengir. "Apa sekarang aku pantas disebut cupid sejati?"

Amore hanya tersenyum. Dia membimbing Gigi ke teras dan mengajaknya untuk duduk di dekat Lulu dan Nana. "Gigi, aku mau kasih tahu kamu sesuatu..."

Amore tampaknya serius, jadi Gigi menyimak. "Apa?"

"Kemarin Rafa memberitahuku kalau ternyata tanganku pulih lebih cepat. Bosque senang sekali dengan kinerja kamu dan Dia memutuskan menyembuhkan aku lebih cepat," kata Amore. "Jadi nggak lama lagi, aku sudah bisa kembali bertugas dan kamu akan dibebaskan."

Gigi terhenyak mendengar itu. Lulu dan Nana juga terperangah, rupanya mereka berdua juga nggak tahu tentang berita ini. "Tapi Amore... aku baru bertugas selama dua bulan. Apa ini nggak..."

"Terlalu cepat?" Amore menyambung kalimat itu. Dia tertawa. "Apa kamu udah menikmati pekerjaan sebagai cupid, Gigi?"

Gigi terkekeh. Dia nggak bisa bohong. "Jadi cupid memang menantang tapi menyenangkan. Aku gembira bisa membantu orang-orang untuk jatuh cinta."

"Aku senang kalau kamu menikmati pekerjaan ini," kata Amore tulus. "Tapi Bosque sudah memutuskan begitu, Gigi. Lagipula, kamu nggak mungkin jadi cupid selamanya, kan?"

Gigi ingat dua bulan lalu saat Amore memberitahunya bahwa sekarang dia akan jadi cupid. Waktu itu Gigi sampai mencak-mencak karena ogah. Justru sekarang saat masa tugasnya hampir berakhir, dia merasa nggak rela.

"Tapi, bagaimana dengan Ankur, Amore?"

Amore meringis pelan, seakan ada yang mengiris kulitnya. "Soal Ankur, kurasa Bosque berpendapat dia adalah lawan yang nggak sepadan dengan kamu. Menurutku Bosque mau akulah yang menghadapi Ankur. Memang seharusnya seperti itu, sih. Lawan malaikat kegelapan adalah malaikat terang."

Gigi sebetulnya masih ingin bertanya lebih, tapi dia menahan diri. Tapi bagaimana kalau Amore marah dan jatuh ke jebakan Ankur? Si malaikat kegelapan terus-terusan berusaha memancing kemarahan dan kebencian Amore. Lulu dan Nana khawatir Amore nggak bakal sanggup bersabar lebih lama lagi. Kalau itu sampai terjadi, semuanya bakal jadi gawat.

Tapi Gigi meyakinkan dirinya sendiri dan cepat-cepat menghalau pikiran jelek itu. "Kapan aku akan berhenti jadi cupid, Amore?"

Amore menatap Gigi dalam-dalam. Tatapannya lembut dan menyejukkan, seperti air laut. Apa Amore juga nggak rela? "Proyek berikutnya yang akan kamu terima akan jadi proyek terakhir. Setelah itu kamu bebas."

Proyek terakhir... Gigi merasa getir. "Baiklah kalau begitu. Aku janji proyek yang terakhir ini nggak bakal gagal!"

Amore tersenyum dan membelai kepala Gigi. Nana dan Lulu bersorak girang sambil menyemangati Gigi.

"Sebelum itu, aku mau menawarkan satu permintaan karena kamu udah mau menggantikan tugas aku," kata Amore. "Nana dan Lulu juga akan membantu. Tapi syaratnya permintaan itu nggak boleh melawan kehendak Bosque."

"Permintaan, ya..." Gigi berpikir sejenak. Dia sudah tahu bahwa Bosque tidak menghendaki hal-hal yang negatif. "Kalo ketemu Chanyeol EXO bisa?"

"Cendol?" Nana menimpali. "Kamu lapar, Gigi?"

"Bukan cendol! Tapi... ah, sudahlah." Gigi tahu permintaan itu konyol dan sudah pasti nggak bakal diluluskan Bosque. Dia berpikir lebih serius. Apa yang benar-benar kuingini saat ini? Sesuatu yang butuh keajaiban untuk diwujudkan.

Tiba-tiba ide itu muncul begitu saja dalam benak Gigi.

"Amore, aku minta tolong kamu membantu aku untuk mengungkapkan perasaan aku sekali lagi sama Rene..."


...


Kesempatan itu datang keesokan harinya.

Sabtu ini, anak-anak di kelas Gigi janjian untuk belajar bersama di gerai Mekdi untuk persiapan ujian kenaikan kelas. Dari obrolan di grup WhatsApp kelas, Rene termasuk yang bakal bergabung.

Meski waktunya mepet, Amore menyanggupi permintaan Gigi. Pagi itu sebelum berangkat, Nana dan Lulu membantu Gigi bersiap sementara Amore mondar-mandir di kamar sambil memberikan petuah-petuah.

"Rene nggak bisa ditembak panah asmara, karena nggak ada permintaan dari Bosque," kata Amore serius. Dia menutup matanya saat Nana membantu Gigi memakai sebuah dress. "Jadi kamu harus bikin dia terkesan. Kesan yang baik itu nggak cuma muncul dari penampilan aja, tapi juga dari tutur kata dan sikap."

"Ngomong yang sopan dan bersikap seperti seorang gadis berkelas," kata Gigi sambil mengingat-ingat. "Oke. Aku mengerti."

"Tapi jangan kegatalan juga kayak si Da-Kyung!" kata Lulu.

"Hei, aku kan bukan pelakor, Lulu!"

"Jadi pendengar yang baik," sambung Amore lagi. "Jangan memonopoli pembicaraan kalo Rene lagi mengobrol. Banyak bertanya tentang dirinya, misalnya apa hobinya, film apa yang disukainya, apa jenis makanan favoritnya..."

"Hobi, film, makanan favorit," ulang Gigi lagi. "Sip!"

Nana menimpali. "Jangan lupa tanya dia mau anak berapa banyak!"

Gigi cepat-cepat mencoret saran Nana itu. "Rene kan selalu dikelilingi cewek-cewek, Amore. Gimana caranya supaya aku tuh stand-out di mata dia?"

Amore menatap Gigi. Dia tersenyum lebar dan menentramkan. "Hanya ada satu cara, Gigi. Nggak perlu berpura-pura. Jadilah diri kamu sendiri."

Nana memekik girang. "Kamu siap, Gigi! Coba lihat diri kamu sekarang!"

Gigi menatap bayangannya di cermin. Dia sulit mempercayai bahwa yang terpantul di cermin itu adalah dirinya. Dia sangat memesona.

MENDADAK CUPID! [TAMAT]Where stories live. Discover now