Anindya 14

7.9K 542 54
                                    

Usai sarapan, Andre mengumpulkan anak buahnya di restoran yang terletak di area apartment. Breefing singkat di room prifat pun dilakukan. Rencana dan strategi disusun demi meminimkan persentase kegagalan.

"Situasi aman bos. Mereka selalu dalam pantauan kami."

"Bagus! Cari waktu yang tepat! Secepatnya kita selesaikan semua!" Rahang kokoh itu menegang. Gemertuk gigi Andre terdengar jelas. Kedua tangannya mengepal menahan amarah.

Dering gawai Robby mengalihkan perhatian empat pasang mata.

"Waktunya beraksi, Bos. Target di depan mata," ucap Robby selesai menjawab panggilan telponnya.

Tak buang waktu. Mereka bangkit, berjalan menuju mobil Robby yang parkir di depan restoran.

Suasana lalu lintas yang sepi memuluskan rencana mereka. Empat puluh lima menit berkendara, kendaraan roda empat itu memasuki area perumahan di wilayah Bintaro. Berhenti di depan lahan kosong yang bersebelahan depan sebuah rumah berlantai dua.

Andre melihat sekeliling.  Kawasan perumahan yang sepi, tepat dijadikan sebagai tempat persembunyian.

Laki-laki berjaket lusuh mendekati mereka. Robby segera keluar dari mobil. Terjadi perbincangan singkat antara dua lelaki itu. Selang lima menit, perempuan usia dua puluhan keluar dari rumah tersebut.

Robby melambaikan tangan memberi isyarat pada Andre. Tak buang waktu, Andre dan Ridwan segera melompat keluar dari mobil. Mengikuti langkah Robby, mengiring mereka memasuki rumah.

Menapaki satu persatu tangga yang melingkar. Andre sampai di lantai atas. Berdiri terpaku di depan pintu yang tertutup rapat. Suara-suara aneh yang berasal dari dalam ruangan itu membuat Andre muak.

Tak sabaran, didobraknya pintu hingga terbuka dan membentur dinding. Dua makhluk yang sedang asyik di ranjang ternganga, kaget mendapati sosok yang menjulang di depan pintu.

"Kalian sungguh memuakan."

Tak membuang kesempatan, Robby mengarahkan kamera telpon genggamnya, mencari bahan bukti sebanyak mungkin.

Perempuan dengan perut yang membesar meraih selimut. Menutupi tubuhnya yang terpampang polos. Tak berani menatap Andre, ia menyurukkan wajahnya di belakang punggung sang lelaki.

Andre melayangkan tinju pada laki-laki yang duduk santai di pinggir ranjang. Tak ada ekspresi bersalah. Membuat emosi Andre menggelegak, naik hingga ke ubun-ubun.

"Laki-laki tak tahu diri. Penghianat!"
Tak pandang bulu, Andre terus malayangkan tangannya pada sosok yang babak belur karna pukulannya.

"Tahan, Mas! Dia bisa mati." Ridwan mencoba mencekal Andre.

"Tak ada gunanya dia hidup."

"Apa yang mas dapat jika dia mati. penjara menunggu dan mas kehilangan kesempatan mencari Mbak Anin dan Nara."

Andre tercekat mendengar nama Anin dan Nara. Perlahan ia melepaskan diri dari pegangan Ridwan. Menarik mundur badannya, menjauh dari sepasang manusia yang mencuranginya.

"Bereskan mereka." Selesai berucap, Andre berlalu meninggalkan Robby yang berdiri di depan pintu.

Tangerang, 27 Mei 2020

Yeeey, up lagi
Jalan terus mumpung lancar😊

Istri yang TerbuangWhere stories live. Discover now