Chapter 6

218 106 13
                                    

Hal pertama yang kubangun dalam diriku untuk bisa menghadapi hari dengan semangat adalah menciptakan sebanyak-banyaknya pikiran positif.

●●●

Hari ini adalah hari Minggu, hari yang ditunggu-tunggu oleh Lauren, karena di hari ini lah dia tidak sekolah dan tidak bertemu dengan teman-teman yang mempunyai mulut pedas itu.

Lauren menikmati hari Minggu nya hanya dengan bersantai dan menonton TV.

"Kok daritadi gak liat mama, kemana ya?" Dia bergegas mencari mamanya karena tumben hari ini dia belum bertemu dengan Mita. Akhirnya Lauren melihat Mita ada di kamar yang sedang menangis sambil memegang handphone.

"Ma? Kenapa?" tanya Lauren yang membuat Mita menoleh dan segera menghapus air matanya dengan tangan.

"Eh Lauren, engga kok mama gapapa," lirih Mita berusaha tegar.

"Kok nangis?"

"Engga, Lauren udah sana ke kamar."

Lauren menuruti apa yang diminta mamanya, karena dia berpikir mama sedang tidak ingin di ganggu. Dia pergi ke kamar untuk tidur siang karena hari ini dia benar-benar santai dan tidak ada rencana untuk pergi kemana pun.

●●●

Semua siswa SMA Tunas Harapan berkumpul di lapangan untuk mengikuti pelaksanaan upacara bendera. Hari ini cuaca lumayan cerah dan panas. Sehingga semua siswa ricuh kepanasan.

Lauren memilih tempat yang teduh karena dia sedang tidak enak badan, akhir-akhir ini dia sering telat makan dan selama di sekolah Lauren belum pernah pergi ke kantin. Dia hanya memakan bekal makanan dari mama nya. Kalau lupa bawa bekal, dia lebih memilih tidak makan apa-apa dan mengisi waktu istirahatnya dengan membaca buku.

Hari ini badan Lauren tidak bisa diajak kompromi untuk mengikuti upacara sampai selesai. Kakinya juga sudah mulai tidak bisa menopang badan yang kurus itu, banyak orang bilang seperti sapu lidi.

Sering sekali Lauren mendengar orang-orang berbicara tentang badannya yang kurus, tapi Lauren mencoba untuk tidak peduli dan harus tetap bersyukur. Tapi, merasa tidak peduli dengan perkataan orang lain itu sangatlah sulit. Terkadang Lauren menjadi insecure karena banyak orang yang mengejeknya.

Benar saja Lauren sudah tidak kuat menahan pusing kepalanya. Dia langsung tergeletak pingsan di lantai lapangan upacara. Teman kelasnya menoleh dan memperhatikan Lauren. Hanya memperhatikan saja, tidak ada yang berniat untuk menolongnya.

Untung saja ada petugas PMR yang selalu siap siaga untuk membantu siswa ketika sakit ataupun pingsan. Lauren segera dibawa ke ruang UKS dan diperiksa oleh dokter.

Setelah 30 menit tertidur dalam alam bawah sadarnya, Lauren terbangun. Dia menyadari bahwa dirinya pingsan ketika mengikuti upacara.

Melihat jam berwarna merah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, ternyata waktu menunjukan pelajaran jam ketiga akan segera berlangsung. Lauren mencoba bangun dan segera pergi menuju kelasnya. Dia tidak ingin tertinggal pelajaran untuk kesekian kalinya.

Sesampainya di kelas, Lauren langsung duduk dan menempelkan kepalanya di atas meja, berharap dia bisa sedikit beristirahat lagi. Tapi seseorang telah mengganggunya.

"Maksud lo apa hah ngaduin gue ke Bu Dhea guru BK itu?" tanya Glosy sambil memukul meja Lauren.

Suara pukulan meja yang keras membuat mata semua orang yang ada di kelas langsung tertuju ke arah Lauren dan Glosy.

"Wah ada apa nih pasti seru," teriak salah seorang laki-laki yang berada di pojok kelas.

"Woy jawab!!" bentak Glosy.

Lauren sudah tidak bisa menahan rasa sakit hatinya, dia hanya bisa menangis. Percuma jika dia melawan dengan kekerasan, dia akan kalah. Saat ini badan Lauren sedang lemas, kepalanya pusing, dan mentalnya juga lemah. Itu membuat Lauren tidak berdaya dan hanya bisa menangis.

"Heh cengeng banget sih lo sapu lidi."

"Huuhhhh masa udah SMA masih cengeng."

"Lo kayak anak TK."

"Dasar sapu lidi."

"Dasar cengeng."

"Sapu lidi woy sapu lidi."

"Julukan sapu lidi ternyata pantes juga buat lo ya."

Walaupun Lauren sedang menangis tetap saja tidak ada yang menemaninya, malah semakin diejek.

Terkadang Lauren bingung, apa yang harus dia lakukan? Apapun yang Lauren lakukan selalu salah di mata orang lain. Lauren benar-benar tidak mengerti dengan apa yang orang-orang pikirkan tentangnya. Sudah tidak aneh, manusia selalu melihat kekurangan seseorang terlebih dahulu. Tapi apakah mempunyai badan kurus juga termasuk kekurangan seseorang?

Selama jam pelajaran berlangsung, Lauren hanya melamun dan sama sekali tidak memperhatikan apa yang sedang dijelaskan oleh guru matematika.

Kenapa sih semua orang ngejek aku? Apa aku dilahirkan hanya untuk bahan ejekan? Bahan bullyan?

"Lauren kenapa kamu tidak memperhatikan saya?!" bentak Pak Jaya, guru matematika yang sedang mengajar di kelas X MIPA 2.

Suara Pak Jaya yang keras membuat lamunan Lauren buyar. "Hah iya pak ada apa?"

"Tuh benarkan kamu tidak memperhatikan saya, sekarang cepat maju ke depan dan selesaikan soal yang ada di papan tulis!"

Lauren maju ke depan dengan rasa gugup dan malu karena semua orang memperhatikannya. Untung saja Lauren sering belajar dan membaca buku sehingga materi yang hari ini Pak Jaya sampaikan telah ia pelajari sebelumnya.

"Sudah pak," ucap Lauren santai sambil menyimpan spidol yang telah dia pakai.

"Em ya benar, terimakasih Lauren."

"Anak-anak contoh dong Lauren, dia bisa menyelesaikan soal ini. Dia pasti sering belajar, kalian juga jangan lupa untuk belajar," tambah Pak Jaya.

Semua temannya melongo tidak percaya melihat Lauren bisa mengerjakan soal matematika yang bisa dibilang sulit. Di kelas ini belum ada siswa yang bisa mengerjakan soal seperti itu, kecuali Lauren.

"Wih ternyata lo pinter juga."

"Makasih."

"Uh sombongnya wanita sapu lidi ini, baru dipuji sekali aja udah sombong," ledek Sean.

Seperti biasa, Lauren tidak menanggapi omongan Sean karena itu akan membuang-buang waktu dan menguras tenaga. Lauren lebih memilih kembali memperhatikan apa yang dijelaskan Pak Jaya karena takut kepergok lagi.

Wanita Sapu Lidi [HIATUS]Where stories live. Discover now