《18》 Guntur Alero Guruh

18 4 0
                                    

'Pkl. 13.00 WIB di Gedung Bank Basera lama. Jl. Hassanuddin No. 78 pintu gerbang di kunci silahkan pilih pintu samping di sebelah selatan saja. Saya tunggu hingga 13.20 lepas dari itu tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jangan lupa dengan Velencya.' Sebuah pesan misterius datang kepadaku. Seperti itu. Tidak ada info nomor kontak atau lainnya yang bisa aku ketahui. Apa maksud 'tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya?' Dan mengapa nama Velencya di sebut-sebut? Aku harus menghubunginya.

Anggkat Vel..ayoo. batinku. Hanya nada sambung yang ada di sana.

Akhirnya aku hanya mengirimkan sebuah pesan copy-an si misterus tadi dan menanyakan tentang pesan yang sama untuknya juga.

"Apa kau mendapat pesan yang sama Vel? Em..kau akan datang?" Kataku di pesan itu.

"Iya Tur, aku mendapatkannya juga. Baru saja aku menerima pesan itu. Aku khawatir ancaman itu benar adanya. Lebih baik kita datang saja. Tetapi dengan perlindungan yang cukup juga. Apa kau akan sejalan denganku?" Tanya Velen. Entah ada angin apa aku sedikit merasa aneh pada setiap kalimatnya. Tapi mungkin benar saja. Jika ini adalah pesan dari pembunuh itu, ia pasti tak segan-segan membabat habis musuhnya maupun membenarkan ancamannya.

"Emm oke. Aku sejalan denganmu. Ku jemput pukul 12.45?" Tanyaku.

"Tidak usah repot-repot Tur. Akan lebih baik kita datang sendiri-sendiri di waktu yang tidak di janjikan. Itu akan membuat mereka mendapat tamu dua kali bukan? Siapa tau kita bisa mengetahui rencana saat salah seorang dari kita masih berada di luar sehingga bisa menghalau. Bagaimana?"

"Oke."

12.50
Aku berangkat menggunakan motor milikku. Sebelum berangkat aku sempat berpikir untuk mengajak Vektor. Tapi kelihatannya itu pemikirian yang salah. Jadi, ku putuskan untuk mengganti ke rencana lainnya.

Gedung tua, rapuh, penuh tanaman liar yang menjalar ke segala penjuru arah. Itu yang pertama aku lihat di sini. Gedung ini tidak berada jauh dari rumahku dan ya, 12.55 aku sudah berada di sana.

Tak ada mobil, truk, motor, atau hanya sekedar sepeda yang terparkir di halaman gedung tua ini. Aku masih berada di atas motor sambil menanti kedatangan Velen.

Dulunya gedung ini dimiliki oleh seorang pengusahawan kaya raya yang berhati dermawan. Setiap 2x hari Jumat pada satu bulan, ia selalu membagikan produk usahanya kepada pegawai kantor dan banyak fakir miskin.

Namun sifat dermawan yang di miliki olehnya, sangat jauh terbanting dengan perilaku istrinya. Sangat tamak dan pelit katanya. Apa itu yang dinamakan hubungan yang saling melengkapi?

Sudah beberapa menit ku menunggu, tapi tak ada tanda-tanda kedatangan orang lain. Apa ini rencana Velen untuk menangkap pengirim pesan saat ia datang nanti? Oke baiklah.

Ku parkirkan motor dengan posisi siap pergi jika sesuatu hal buruk akan menimpaku. Aku berputar mengelilingi gedung untuk melihat apa saja yang ada di sekitarnya. Yak. 13.10. Aku menuju pintu yang di sebutkan oleh orang tersebut.

Aroma kayu lapuk langsung masuk tanpa permisi ke dalam hidungku. Membuatku segera mengernyit karena batang tikus pun tak luput terbau.

Lurus pandang ke tempatku sekarang, terdapat sebuah meja besi dengan kaca berbentuk loket melekat di atasnya. Kaca retak, cuil, atau entah apa lagi. Besi berkarat dan mengelupas di bagian sana dan sini. Entah mengapa tak ada yang mengurus bangunan ini.

Aku melangkah lurus ke depan dan menemui sebuah cahaya terang di bagian pintu masuk ke arah timur.

Apa itu? Batinku.

Awalnya aku hanya mengintip saja. Tetapi, seseorang mencengkram pundakku layaknya seekor elang yang membuatku masuk ke dalamnya.

"Argh. Lepas!" Kataku. Lalu mereka melepasku kasar dan mendorongku keras.

"Good Job Tuan Guruh. Apa kabar? Anda mengingat saya?" Tanya seseorang yang sedang duduk di kursi  kerja dan memutar-mutar kipas batik di tangannya itu.

"Kamu siapa?--plis ini serius gue ga nyanyi--" tanyaku. Lalu berusaha berdiri.

"Oh, kau melupakanku? Seriously? Apa benar kau telah melupakan aku Sahabat bambu??" Katanya yang diam-diam melangkahkan kakinya mendekatiku dan memutari ku dengan banyak algojo mengitari kami. Mungkin sekarang aku seperti seorang laki-laki yang berhasil ditindas dengan seorang wanita berparas sok lugu itu.

Kemana Velencya? Mengapa ia tak kunjung datang? Apa sebenarnya ia sudah ada di sini?

"Sahabat bambu? Apa maksudmu? Aku tak mengerti! Dan untuk apa kau mengirim pesan itu padaku?" Tanyaku sarkas.

"Upss(i) ternyata kamu benar-benar melupakanku sobat. Baiklah. Kita mulai dari nol saja lagi. Tunggu, sebelum pada intinya, apa kau tak ingin menunggu sahabat barumu?" Katanya dengan nada ditinggikan dan mulut miringnya.

"Tak perlu basa-basi! Katakan saja apa yang kau mau! Atau aku akan-"

"Atau kau akan apa?! Ahahaha Aler, Aler, sikapmu masih sama bodohnya dengan 10 tahun lalu. Oh iya. I have something to you. Taraaa" katanya lalu mengeluarkan sebuah handphone dengan fitur chat layaknya handphone Velencya.

"Velencya! Jadi kamu merancang semua ini dan membalas pesanku atas namanya?" Tanyaku.

Dasar! Entah dari mana ia mendapat jaringan handphone Velen. Aku di bohongi. Dan mulai sekarang aku tau. Pikiranku bahwa Velen ada di sini adalah nihil. Aku harus melawan mereka seorang diri.

"Upssss(i) ketahuan ya aku ambil sadap handphone Velen kesayanganmu itu. Ahaha. Sudahlah basa-basinya. Aku sudah muak denganmu!."katanya dengan nada manis di awal lalu pahit diakhir dengan senyum miring yang ku ketahui sebagai ciri khas kekejamannya.

"Okayy, jadi begini. Cukup sudah kau urus masalah detektif konyolmu itu. Tak perlu kau bersusah payah mengungkap siapa pelakunya. Tak akan ada gunanya! Mengerti?! Dan kau tidak akan pernah tahu siapa dalang di balik kesedihan yang melanda sekolahmu itu. Jadi, ku peringatkan kau untuk diam dan berhenti menjalankan semua misi konyol mu bersama seluruh kawan konyolmu itu juga!!" Bentaknya padaku. Kini wajahnya hanya 5cm di depanku dan aku mundur karnanya.

"Oiya, aku hanya ingin melindungimu sobat. Tapi, jika kau tetap bersikeras mengadakan acara detektif udik itu lagi. Lihat saja, aku tidak main-main." Katanya lalu pergi bersama seluruh jajaran algojonya itu.

Apa ini? Sebuah ancaman bebas? Mereka membiarkan aku tawanannya pergi? Atau lebih tepatnya di tinggal pergi? Ada apa ini? Siapa dia.

Sahabat Bambu?
Kebodohan 10 tahun lalu?

Apa ini? Kenapa semua ini terasa begitu kelabu bagiku.
Apa yang akan terjadi jika aku tetap melakulan penyidikan atas kasus sekolahku?
Apa benar soal ancaman itu?
Atau dia sebenarnya dalang dari semua kejadian ini?

Aku masih berada di dalam gedung tua ini. Menghadap ke arah luar tempat dedaunan hijau tumbuh dengan liarnya sambil mencoba mengingat siapa Sahabat Bambu yang berulang kali disebutnya tadi.
Tapi, hanya kenangan kecelakaan motor yang aku ingat.
Semua ini sangat buruk. Bahkan aku tidak bisa mengingat sesuatu yang mungkin sangat dekat denganku di masa lalu.

Masa lalu ya Tur?

Halloo!
Bantu Guntur pecahin masa lalu nya yok.
Happy reading yaa

Salam Hari Rabu
An🌆

WHO IS THE MURDERER -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang