Ice cream

40 4 0
                                    

Hujan turun cukup deras membuat Argi enggan membuka matanya, suasana pagi dengan hujan membuatnya semakin terlelap. Sampai akhirnya seseorang membuka pintu kamar dengan kencang membuatnya terlonjak.

"Dinda, kalau masuk jangan dobrak pintu." Katanya kesal setelah tahu siapa si pembuat onar di tidurnya.

"Lagian di panggilin daritadi ngga nyaut." Kata Dinda kesal. Ia melihat ke sekeliling kamar.

"Nyari apaan sih?" tanya Argi dengan mata masih mengerjap-ngerjap.

"Payung Dinda, kok nggak ada sih kakak pinjem ya?"

"Apaan nggak lah, payung yang mana lagi." Kata Argi kesal merasa di tuduh. Dinda seperti melihat payung di dekat tempat tidur kakaknya dan segera mengambilnya.

"Nah, ini dia payung Dinda di cariin dari lama juga. Ternyata bener kan, kakak yang ngambil." Argi kaget melihat payung yang ada di tangan Dinda adalah payung Zahra yang belum sempat ia kembalikan.

"Itu bukan payungmu, itu punya teman kakak." Kata Argi mencoba mencegah Dinda yang sudah mau keluar kamar.

"Ini tuh punya Dinda, udah ah dinda udah telat. Bukannya kakak ada kuliah juga ya." Kata Dinda lalu pergi. Argi mencoba mengikuti namun Dinda sudah berada di halaman rumah dengan memakai payung Zahra.

"Punya payung pasaran sih jadi begitu, nggak bisa tahu mana punyanya sendiri atau bukan. Biarin aja deh lagian ujan deres banget." Katanya lalu kembali ke kamar untuk tidur. Matanya masih ngantuk meski jam menunjukkan pukul 07:00 ia tak perduli.

Tak lama kemudian handphone miliknya berdering cukup keras membuatnya kesal. Dan ternyata itu adalah alarm yang ia setel jam sudah menunjukkan pukul 9 ia ada jadwal kuliah siang. Ia memutuskan untuk mandi dan bersiap, mengingat motornya masih rusak ia mengirim pesan kepada Aktsan.

Argi

San, jemput gue dong.

Aktsan

Sorry gi, gue ada urusan jadi nggak bisa lo naik bis aja.

Membaca balasan dari Aktsan membuatnya kesal padahal ia sengaja bangun siang agar bisa berangkat bersama Aktsan namun yang terjadi adalah dia menyuruh Argi untuk naik kendaraan umum. Urusan sepenting apakah yang membuatnya mengabaikan temannya itu. Dan ia teringat kalau aktsan sering berangkat dan pulang bersama Alina.

"Ah, sial." Umpatnya lalu ia mengambil tas dan segera pergi menuju halte bis. Beruntung hujan sudah reda, jadi ia tak harus membawa payung. Karena payung yang dia punya satu-satunya sudah di bawa adiknya. Beruntung juga ia berangkat siang keadaan bis juga longgar tidak harus berdesakan seperti saat pagi. Dan kini ia mendapat tempat duduk dekat jendela.

Angin yang berhembus membuatnya mengantuk lagi, namun ia menepisnya ia tak mau tempat tujuannya terlewat, meskipun itu masih jauh. Bis berhenti dan beberapa orang naik, ia mengenali sosok yang barusan naik bersama dengan beberapa orang.

Argi tersenyum entah kenapa ia tersenyum saat melihat orang itu. Dan orang itu melihatnya sekilas namun kembali menatap jendela luar, seolah tak mau melihatnya. Argi melihat kursi di sampingnya yang kosong, ia heran kenapa orang itu tak mau duduk di sampingnya dan lebih memilih berdiri.

Zahra sedikit terkejut saat melihat ada Argi sedang terkantuk di kursi penumpang dalam bis yang ia tumpangi. Melihat ke arah kursi yang kosong, ia berniat untuk duduk namun ia urungkan. Bayangan akan Clara muncul dan ia menepis keinginanya itu. Zahra mencoba mengontrol ekspresi wajahnya agar tak terlihat senang dan terlihat biasa saja. Tatapan mereka bertemu seketika membuat jantung Zahra berdegup cukup kencang. Semaksimal mungkin ia harus bisa bersikap sewajarnya, ia tak bisa membenci Argi yang menolaknya ia juga tak bisa mendekatinya lagi. Bukan karena penolakan tapi karena Clara membutuhkannya. Zahra menyuruh seorang ibu hamil untuk duduk di samping Argi, dan ia rasa itu solusi yang tepat untuk tak mendekatinya.

Argi kesal kenapa malah seorang perempuan hamil yag duduk di sampingnya sekarang lalu ia memilih untuk pura-pura tak melihat Zahra dan pura-pura tidur.

"Mas, jangan pura-pura tidur dong tuh kasih duduk ke nenek-nenek kasihan." Celetuk seorang Ibu paruh baya membuat dirinya kaget dan memilih berdiri. Kali ini ia justru berdiri di dekat Zahra.

"Kok lo nggak duduk?" tanya Argi mencoba mencairkan suasana.

"Ada orang lain yang membutuhkan." Jawab Zahra berusaha untuk biasa saja. Jawaban itu terasa seperti sindiran bagi Argi, ia mendengus kesal.

"Lo kesel ya sama gue? Marah sama gue?" tanya Argi to the point. Zahra agak terkejut kenapa dia menanyakan hal itu sekarang apa dia menyadari kesalahanya dan merasa bersalah.

"Hem, enggak kok nggak marah." Jawab Zahra sambil tersenyum. Ia mengumpat dalam hati kenapa ia malah tersenyum pada Argi sekarang, pasti akan dikira modus lagi. Kenapa sulit sekali cuek pada orang ini. Argi terkejut dengan ekspresi Zahra ia merasa kalau Zahra memang tak marah padanya bahkan ia merasa seperti tidak adil, ia sudah berkata kasar dan cuek tapi Zahra masih tetap berlaku baik padanya.

"Pak, kiri pak..." serunya membuat bis berhenti. "Gue duluan ya gi." Lanjutnya lalu pergi. argi heran kenapa dia berhenti di sini bukan di kampus. Bis mulai berjalan lagi namun Argi berteriak meminta berhenti karena ia ingin turun.

Ia turun dan melihat kesekeliling namun tak ia temukan sosok yang dia cari. Ia sadar kini ia berada di pusat perbelanjaan, apa mungkin Zahra membolos atau apa kenapa dia malah turun di tempat ini. Karena penasaran ia segera mencari orang yang sempat ia temui tadi.

Setelah berkeliling ia lelah dan duduk di dekat tempat penitipan barang, ia tak menemukan orang yang dimaksud. Matanya membulat saat melihat sosok itu sedang mendorong troly di dalam swalayan, karena penasaran ia memasuki area itu.

Zahra melihat ke arah catatan yang sudah ia siapkan beberapa barang sudah ada di dalam troly namun sebagian masih belum ia beli. Ia berbelanja untuk kebutuhan event kewirausahaan besok. Beruntung hari ini tak ada jadwal perkuliahan jadi ia bebas untuk berbelanja dan menyiapkan untuk besok.

"bahan untuk puding udah, bahan untuk bronis juga udah terus apa ya..." katanya membaca bahan-bahan yang ada di list. Ia menoleh ke belakang dan tak ada siapapun, ia merasa ada yang mengikuti tadi atau hanya perasaanya saja. Kemudian memasukan bahan-bahan untuk tiramisu, ia ingat akan keinginan Danish beberapa waktu lalu. Mungkin ia akan membuatnya untuk pertama dan terakhir kali. Entah kenapa ia malah melipir ke ice cream, melihat ice cream yang menggiurkan itu ia berniat membelinya.

"Aduh kok gue malah mau beli ini sih, modalnya aja nggak cukup." Gumamnya lalu meletakkan kembali ice cream itu dan berbelanja hanya sesuai kebutuhan saja. Biasa penyakit perempuan jika sudah di pusat perbelanjaan ada saja yang ingin di beli namun beruntung Zahra berhasil menolak keinginan pribadinya itu.

"mbak beli ini dapet bonus ice cream ya." Kata petugas kasir, Zahra heran dan menerimanya begitu saja meskipun bertanya-tanya dalam hati. Selesai berbelanja ia baru sadar barang yang ia beli cukup banyak dan ia harus membawanya sendirian. Ia kesal dengan kedua temannya yang tak bisa di ajak berbelanja dengan alasan masing-masing.

Melihat Zahra dari jauh yang sedang makan ice cream dan duduk santai ia sedikit senang. Sebenarnya ia ingin membantu juga namun ia belum berani mendekati perempuan itu, karena akan berkesan aneh. Ia hanya memastikan Zahra selamat sampai tujuan walapun ia tak tahu tujuannya kemana. Dan saat melihat tujuan Zahra ternyata adalah rumah teman-temannya, entah kenapa ada perasaan kesal. Kesal karena kedua sahabatnya itu malah tak mau membatu berbelanja. Mereka hanya menunggu di depan rumah dan membantu membawakannya saja.

Handphone milik Argi bergetar, ia menatap layar ponsel sebuah panggilan dari seseorang. Segera ia menggeser layar ponselnya.

"Halo san?" tanya Argi.

"Lo dimana sih? Dosen udah dateng nih." Kalimat Aktsan membuatnya terkejut dan melihat ke arah jam tangannya. Ia benar-benar terlambat, sambungan ia putus tanpa ada kata sampai jumpa atau apapun dan kemudian ia berlari untuk segera ke kampus.

Alina melihat seseorang yang berlari seperti mengenalinya namun ia tak begitu yakin.

"Liat apaan lo buruan bantuin gue." Kata Zahra kesal.

"Ng-iya." Katanya lalu kembali membantu membawa barang belanjaan zahra.

***

Sumber pict : https://worldofwanderlust.com/the-15-best-sweets-in-paris/

Terimakasih sudah mampir dan baca ceritaku, ditunggu vote dan comment nya.

Love Is Delicious [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang