11. Ketahuan Selingkuh

18.5K 792 16
                                    

Jam 05.00 pagi, gue segera bangun beranjak ke kamar Rama. Semenjak pindah rumah kita tidur terpisah, gue disuruh tidur di kamar tamu. Masih untung daripada tidur di gudang.

Gue melihat Rama masih bergelung di dalam selimut tebalnya "Ramaaaa bangun sayang."

"Ramaa, ihh bangun!" gue sengaja goncang-goncangin tubuh Rama. "Waktunya sekolah, lo nggak mau telat kan?"

"Hmmm." Rama hanya berdehem enggan beranjak bangun.

Habis kesabaran gue. "Kalau lo nggak mau bangun, gue bakalan cium lo sampek mampus. Gue belom sikat gigi dari kemarin, gue rasa bau jigong gue masih harum." segera gue monyong-monyongin bibir gue mendekati Rama.

Rama segera beranjak menoyor kapala gue menjauh dari jangkauannya. "Bangsat! asal nyosor aja!" umpatnya marah.

Gue tersenyum lebar melihat dia berjalan ke kamar mandi dengan mulut yang masih menggerutu kesal.

Berhubung Rama mandi, gue siapin seragam sekolahnya di atas kasur. Mengambil sepasang sepatu hitam beserta kaos kaki putih dan tak lupa menata buku bawaannya dalam tas ranselnya. Setelah selesai, gue turun kebawah menyiapkan sarapan pagi untuknya.

Gue melihat Rama sudah rapi berseragam. "Rama sarapan dulu." tawar gue sambil membuka bungkus makanan di atas meja makan.

Dia menatap dengan mata memicing curiga. "Gue beliin lo nasi uduk di warung depan. Dijamin enak kok, meskipun nggak seenak masakan gue." Gue tau dia nggak akan doyan makan makanan bikinan gue.

Gue menarik tangannya, menyuruhnya untuk duduk di meja makan. "Ini susu coklatnya, biar kamu tumbuh menjadi anak yang kuat dan pintar di sekolah." Rama nampak mendelik tak suka mendengar perlakuan gue yang seolah-olah seperti ibu yang mengasuh anak kecilnya.

"Oke-oke. Silahkan dinikmati makanannya wahai suamiku tersayang."

Tak lupa gue juga menyiapkan sekotak bekal roti kering buat Rama. Tapi sebelumnya gue udah mengecek tanggal kadaluarsannya. Gue nggak mau bikin suami tercinta gue kena diare untuk yang kedua kalinya.

"Udah gue mau berangkat." Dia mengeluarkan dompet dan mengambil uang warna merah dari sana. "Nih uang mingguan buat lo beli keperluan rumah."

Gue membolak-balikkan selembar uang kertas itu. "Cuma seratus ribu buat seminggu?" tanya gue nggak terima. "Pelit amat lo sama bini sendiri. Anak lo di dalem kandungan juga butuh gizi kali Ram. Uang segini mah buat beli kuaci kurang, beli pembalut aja cuma dapet separo."

"Banyak bacot lo ya! Jatah duwit jajan gue emang cuma dikit dikasih nyokap, itupun gue harus selipin buat keperluan rumah tangga sialan ini."

"Duwit jajan lo sekolah ceban aja cukup kali Ram buat beli rengginang. Kan gue juga udah bawain bekal tiap hari. Sisa duwitnya lo kasih gue semua dong buat belanja."

"Enak aja lo ngomong! Lo pikir mobil gue nggak butuh isi bensin apa."

"Harusnya lo minta jatah yang banyak dong, lo kan anak orang tajir. Gimana sih, belagak kayak orang susah aja lo duwit pakek ngirit." Kalo gini caranya rugi gue nikah sama Rama. Tetep aja hidup serba kekurangan kayak orang miskin.

"Dasar cewek matre!" umpatnya.

Rama berlenggang ingin pergi dengan perasaan dongkol karena pagi-pagi udah gue ajak adu bacot masalah nafkah. "Tunggu!" gue menarik dasi seragam sekolahnya.

"Lo belum pamitan sama gue." Dengan kesal gue tarik tangan kanan Rama. Sebagai istri yang sholekah gue cium punggung tangan Rama, saliman.

Merasa Rama mulai lengah gue cipok pipi kanan kirinya secara bergantian dengan cepat, seketika Rama menatap gue dengan sorot mata tajam. Segera gue lari terbirit-birit menaiki tangga menghindari kemarahannya.

MY BABYWhere stories live. Discover now