3.04

401 36 2
                                    

"Papi besok Emma pergi ke Thailand, ibu guru minta Emma untuk ikut acara seminar disana" kata Emma setelah keheningan yang cukup lama sejak makan malam dimulai.

"Ehm, jangan kecewakan Papi" kata Gulf tetap fokus pada makanannya.

Emma menoleh pada Hiter dan Blue meminta pendapat tapi yang ditatap malah asik mengunyah tanpa membantu apapun,  Emma mendengus lalu menggoyangkan lengan Gulf.

"Tapi ntar Papi sama siapa? Papi ikut aja ya" ajak Emma.

"Nggak bisa Princess, Papi masih ada kerjaan disini" ucap Gulf.

"Yasudah kita aja yang ikut" Hiter menyahuti.

"Nggak" kata Gulf mutlak membuat Hiter mendengus kesal.

"Terus Emma sama siapa Papi?" tanya Emma.

"Nggak mungkin Nine sama temen-temennya nggak ikut kan."

"Ya tapi Emma mau sama Papi."

"Emma kan udah gede masa mau sama Papi terus" ucap Gulf sambil mengusap kepala Emma.

"Nanti Papi antar sampe bandara."

Mau tak mau Emma mengangguk menyetujui. Gulf masih membenci benda terbang itu, karena pesawat sudah membawa hilang orang yang dicintainya sampai bertahun lamanya tanpa pasti keadaannya seperti apa. Selain itu Gulf masih ada sesuatu yang harus dilakukannya besok.

Benar. Kemarin saat dirinya hendak pulang, ia mendengar seseorang berbicara dalam sambungan telepon. Sebenarnya itu normal saja tapi saat tahu siapa orang itu serta isi percakapannya memberikan sinyal pada insting Gulf. Dan Hiter juga Blue harus menyekidikinnya.

Gulf memasuki kamarnya dengan perasaan gelisah, matanya meneliti sekitar seolah ada yang berbeda dan tiba-tiba suasananya berganti menjadi asing, orang-orang berlalu lalang dengan suara bising tawa dan teriakkan.

"Aku dimana?" gumamya.

Ia berputar memperhatikan, kepalanya mendadak pusing dengan suasana yang terlalu ramai seperti ini. Gulf terpaku saat tubuhnya menghadap kearah jarum tiga, di sana tepat ditengah keramaian Gulf melihatnya.

"Mew."

Untuk beberapa detik pandangan keduanya bersirobok namun ada yang lain dalam tatapan Mew, seperti asing.

Gulf berlari mengejar Mew yang hendak berpaling, setelah menyela setiap orang yang menghalangi jalannya Gulf berhasil memegang lengan Mew. Tangannya perlahan turun lalu menggengam pergelangan tangan suaminya.

"Mew..." lirih Gulf, matanya sudah berkaca-kaca. Betapa ia merindukan pria yang kini sedang menatapnya acuh.

"Gulf aku harus pergi" kata Mew.

"Nggak, nggak boleh. Mew cukup ayo pulang" Gulf mengeratkan genggamannya seiring dengan air matanya yang mengalir bebas.

"Tapi aku harus pergi."

"Nggak Mew! please kamu boleh hukum aku, marah padaku, kunci aku didalam gudang selama yang kamu hendaki, kekang aku semaumu, sakiti aku sesukamu bahkan kamu boleh membunuhku. Asal jangan pergi lagi" tangis Gulf kian menjadi karena hanya itu yang ia bisa lakukan.

"Gulf kamu ingat dulu kita sering bermain petak umpet?" tanya Mew.

"Mew please..." Gulf menolak lepas meski Mew berusaha melepas tangannya.

"Ayo kita lakukan, kamu tutup mata lalu hitung sampai tujuh" kata Mew sembari tangannya menempatkan kedua telapak tangan Gulf didepan matanya.

"Mew..."

Love Is LoveWhere stories live. Discover now