Tentang Reinand 2

352 48 6
                                    

Happy reading:)

______________________________________

Puncak gunung sore itu sangat indah karena didampingi oleh matahari yang perlahan terbenam dari penglihatan. Gadis yang tak lain ialah Rania termenung menyaksikan keindahan alam tersebut. Ia duduk sambil memeluk kakinya, memandang kosong awan yang berubah.

Cello menepuk pelan bahu sahabatnya itu, membuat Rania terlonjak kaget dan menoleh cepat kearah Cello.

"Masih mikirin yang tadi?" Cello bergerak mengubah posisinya menjadi duduk disamping Rania.

Rania diam, ia kembali menatap matahari yang semakin lama semakin hilang. Semuanya semakin gelap, pergantian siang menjadi malam seolah mewakilkan rasa gelisah yang ada dipikiran gadis tersebut. Siang yang terang menjadi malam yang gelap, sama halnya dengan perasaan Rania yang tadinya baik-baik saja tapi sekarang sangat kacau.

"Ra."

Rania berdeham menjawab panggilan dari pria yang duduk disampingnya itu. "Jangan terlalu dipikirin, mending kamu istighfar daripada bengong gitu."

"Aku udah berusaha buat nggak mikirin, tapi mau gimana."

"Mending pikirin Kak Fadli aja." Canda Cello dan mendapat lirikan tajam dari Rania.

"Kamu kan tau kalau aku nggak suka dia, kenapa malah ikut-ikutan goda aku kayak gitu." Kesal Rania yang memang sudah muak.

"Iya maaf. Fadli kan ganteng Ra, kenapa kamu nggak suka sama dia."

Satu hal yang pasti, seorang Cello sedang berusaha membuat Rania melupakan tentang rasa aneh yang sejak tadi menghantuinya.

"Karena nggak suka aja." Cuek Rania terlihat sangat tidak nyaman dengan pembicaraan mereka.

"Cie, lagi bahas Fadli ya." Goda Uwais yang tiba-tiba duduk disamping Rania.

"Sok tau." Rania mencibir kesal.

Bukan jenis gengsi atau hal lainnya yang membuat ia malas dengan pembicaraan tentang Fadli, tapi karena ia memang benar tidak suka dengan Fadli. Hanya karena satu insiden, dan nama Fadli selalu digunakan untuk menggodanya. Mulutnya sampai berbusa menjelaskan dan memberitahu orang-orang bahwa ia dan Fadli tidak patut untuk digoda seperti ini.

Sementara tak jauh dari mereka, terlihat Reinand yang sedang menyusun kayu untuk membuat api unggun dan dibantu oleh Karin. Karin memperhatikan setiap pergerakan Reinand, tersenyum malu-malu sambil memandangi wajah Reinand yang sedang serius.

"Karin, kenapa senyam-senyum gitu."

"Ha? Nggak kok, kak." Karin terdiam sejenak. "Eh, itu ada sesuatu dirambut kakak."

Karin berjalan cepat mendekati Reinand, ikut berjongkok di samping Reinand yang sibuk mencari sesuatu yang Karin maksud. Reinand sedikit terkejut saat merasakan tangan Karin diarea rambutnya, dan saking terkejutnya saat Karin mengusap pipinya, dengan cepat Reinand menepis kasar tangan Karin, membuat senyuman Karin yang tadinya mengembang kini sudah berubah dengan ekspresi kesal.

"Kamu apa-apaan sih!" Bentak Reinand yang memang sudah lelah bersabar dengan kelancangan Karin.

Kejadian beberapa detik lalu bukanlah yang pertama kalinya, semenjak awal bertemu Reinand, dan disambut hangat oleh pria tersebut karena Karin merupakan salah satu dari sedikitnya teman yang Rania kenalkan kepadanya dan lumayan sering dibawa adiknya itu kekediaman mereka. Reinand pernah bilang bahwa ia sudah menganggap Karin sebagai adiknya juga, seperti halnya dengan Alya dan Cello yang merupakan sahabat Rania semenjak mereka kecil, hal tersebut sepertinya salah diartikan oleh Karin yang cukup serakah akan perhatian Reinand.

RANIAजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें