Kenangan diatas Angkot

390 49 23
                                    

Beberapa masalah sudah aku lalui dengan melangkah bersamamu.
Tinggal permasalahan inti yang mungkin akan sulit untuk kita melangkah bersama.
•Pria tampan milik Rania•

(Jangan ngaku-ngaku deh Will><)

Pagi ini Rania sudah memiliki rencana dengan Alya. Hari ulangtahun Afnan semakin dekat, sudah menjadi kebiasaan bagi Rania dan Alya memberikan sesuatu yang biasa orang-orang namakan dengan kado setiap kali Afnan ulangtahun.

Rencana mereka batal saat Rania mendapat panggilan dari Eris yang mengatakan bahwa ia harus segera ke kantor karena ada permasalahan yang cukup serius pada proyek kerjasama dengan William. Syukurnya Alya juga memaklumi itu dan memilih hari lain untuk rencana mereka.

Disinilah Rania, mengendap-endap masuk kedalam gedung pencakar langit yang beberapa hari ini sering ia kunjungi. Memperhatikan kesekeliling dengan serius, mencari keberadaan seseorang yang sangat ia hindari. Ketemu, terlihat di kantin perusahaan Fadli sedang sibuk dengan makanannya, Rania menghela nafas lega dan kemudian berjalan santai menuju lift.

Sebelum pintu lift terbuka, seseorang dibelakangnya mengejutkan Rania yang sontak membuat gadis tersebut beristighfar sambil memegangi dadanya.

William tertawa geli melihat wajah terkejut Rania. "Kamu mau maling?"

"Astaghfirullah, kok maling?" Protes Rania tidak terima.

"Terus kenapa jalannya kayak gini?" tanya William sambil mempraktekkan cara jalan Rania tadi dengan sedikit berlebihan.

"Lebay," sinis Rania sambil berjalan memasuki lift dan diikuti oleh William dan beberapa karyawan. Mereka hanya diam, takut jika salah maka akan senasib dengan puluhan orang yang kemaren William pecat.

Rania juga ikut diam, merasa risih dengan keadaan dan cara orang-orang terhadapnya. Sedangkan William, pria tersebut selalu nyinyir berbicara tentang berbagai hal yang ditanggapi Rania acuh tak acuh.

Tepat saat Rania keluar dari ruangan rapat adzan Zuhur terdengar berkumandang di ponselnya.

"Nia, mau sholat?" tanya Eris berbasa-basi.

Rania jalan mendekati Eris. "Iya mbak, habis ini aku boleh pulang kan mbak? Atau ada rapat lagi?"

Eris menggeleng. "Rapat sih udah nggak ada, tapi tadi katanya pak William mau lihat kelapangan, kamu nggak ikut?"

Rania menepuk keningnya sambil beristighfar. "Lupa mbak, untung mbak ingetin. Ya udah, aku pamit sholat dulu mbak." Pamit Rania yang diangguki Eris.

Suara William mengalihkan perhatian Eris dari dokumen yang tadi mencuri semua perhatiannya. Eris berdiri dari duduknya menunjukkan rasa sopan kepada atasannya itu. Beberapa pertanyaan yang William ajukan dijawab Eris dengan sempurna.

"Oh ya, Rania mana?"

"Tadi katanya mau ibadah pak, tapi sepertinya sudah selesai. Mau saya panggilkan, pak?" jawab Eris ragu-ragu, mengingat William yang sangat sensitif mengenai perihal agama.

William menggeleng pelan kemudian pergi dari hadapan Eris, berjalan menuju ruangan Rania yang tidak jauh dari ruangannya. Ia mengetuk pintu ruangan Rania, dan mendapat sahutan dari suara didalam sana. Pria tersebut membuka sedikit pintu tersebut, tidak ada niat untuk memasuki ruangan itu.

"Udah siap?"

Rania meletakkan ponsel yang sebelumnya ia pegang, gadis tersebut mengangguk lalu membereskan barang-barangnya. Rania masih dalam usahanya mengabaikan William karena masalah kemaren.

"Kamu marah?" tanya William yang dijawab Rania dengan gelengan.

"Rania, jangan gini. Aku..."

"Aku naik angkot. Kita ketemu disana aja." Sela Rania menghentikan ucapan William.

RANIAWhere stories live. Discover now