#18 Thanks

84 23 6
                                    

Ketika bahagiaku hanya mendengarmu

🗿🗿🗿


Kala POV
Tahun Keempat Kuliah

Setelah selesai merevisi skripsi dan mengurus beberapa dokumen untuk wisuda, gue berkunjung ke gedung fakultas Velov. Kenapa? Karena gue mau berterimakasih secara langsung. Jujur gue menjadi kembali bersemangat setelah melihat Ve sangat serius dengan niatnya membantu gue menyelesaikan patung gue, meskipun bagi dia ini tanggung jawabnya karena salahnya dia menjatuhkan patung gue, tapi gue bener-bener pengen berterimakasih. Belum lagi gue sangat yakin dia yang ngomong ke Pak Robi, entah bagaimana caranya sehingga Pak Robi yang notabene susah dibujuk akhirnya memperbolehkan gue seminar.

Tapi tindakan gue ini akhirnya gue lakuin setelah berpikir sangat panjang. Gue masih merasakan hal yang sama kalo berada di dekat Ve. Dan biasanya juga mulut gue akan terkunci rapat kalo udah berhadapan dengannya. Alhasil gue beberapa kali memutar langkah gue saat sudah tiba di depan gedung fakultasnya. Tak jarang pula gue cuma mondar-mandir di sebrang gedung tersebut.

Namun hari ini gue udah memantapkan hati, gue duduk menunggu Velov keluar dari kelasnya di salah satu kursi di gedung fakultasnya. Udah setengah jam tapi ngga terlihat Velov diantara kerumunan mahasiswa di gedung itu. Besoknya gue balik lagi tapi tetep aja Velov sama sekali ngga keliatan. Beberapa hari gue bolak-balik club dan gedung fakultasnya namun masih nihil. Makin hari gue makin panik, takut Velov kenapa-napa. Iya gue juga salah, eh mungkin bego karena ngga pernah kepikiran buat cari tahu dimana dia tinggal dan bekerja.

Gue mengeluarkan ponsel, mencari kontak yang berhubungan dengan Velov dan mungkin bisa gue hubungi, nihil. Gue juga sempat kepikiran mau nanya ke sahabat Ve yang dari jaman sekolah selalu bareng dia,  tapi gue aja bahkan ngga tahu nama dan jurusannya. Gaada lagi yang bisa gue perbuat selain menunggu.

Gue refleks berdiri dan celingak-celinguk saat melihat kerumunan mahasiswa yang baru keluar dari kelas mereka, berusaha mencari keberadaan Ve. Ngga ada. Mata gue lalu mengarah ke kiri saat mendengar suara-suara berisik, ada satu lagi kerumunan mahasiswa yang keluar dari kelas tapi sama aja ngga ada Velov disana.

"Nyariin gue ya?" ucap sebuah suara familier dari arah kanan gue.

Mati gue ketauan, batin gue seperti maling yang ketangkap basah.

Gue menyembunyikan kekagetan gue dan langsung menjawab Velov dengan cool, seperti biasa.

"Geer lo," ucap gue lalu beranjak pergi.

Gue dapat mendengar langkah kaki Velov makin mendekat. Dia tersenyum dan menyejajarkan langkahnya dengan gue.

"Kangen ya?" godanya.

Sial, pipi gue mulai memanas. Gue berjalan lebih cepat dan Velov gamau kalah dengan ikut mempercepat langkahnya. Dia tiba-tiba menarik tangan kiri gue dan membuat gue seketika berhenti.

"Oke oke gue berenti," ucapnya sedikit ngos-ngosan.

"Kenapa?" tanyanya lagi saat sudah berhasil mengatur napasnya.

"Lo ada kelas?"  tanya gue akhirnya.

"Ada, satu doang jam...MY GODNESS, sekarang...gue kelas sekarang," jawabnya kemudian berlari kembali ke gedung fakultasnya setelah melihat jam di tangannya.

"Ntar gue ke club," teriaknya sambil melambaikan tangan.

Gue menggelengkan kepala, takjub dengan tingkahnya dan tersenyum sangat samar agar ngga keliatan. Saat Velov sudah menghilang, gue berjalan menuju club seni. Gue mengambil gitar kesayangan gue dan mulai memainkan beberapa lagu cinta. Setelah puas gue mengambil kanvas dan alat lukis lalu mulai melukis ruang club, saksi bisu pertemuan gue dan Velov.

Velov menghambur masuk ke ruang club tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu beberapa jam kemudian.

"Tadi lo mau ngomong apa?" tanyanya seraya menarik kursi dan duduk di samping gue yang sedang melukis.

"Yaampun udah lama gue ga liat lo ngelukis," lanjutnya.

"Maksud lo?" tanya gue  bingung.

"Ehm...itu...foto lo, iya foto lo yang dipajang di depan pas lo juara festival taun lalu. Maksud gue udah lama gitu, udah setaun," jawabnya gelagapan.

Dia semakin lucu kalo gugup. Gue berdiri dan meletakkan alat lukis gue.

"Thanks," ucap gue.

"Buat?" tanya Velov bingung.

"Bantu kelarin skripsi gue"

"Salah gue, jadi harus tanggung jawab"

Setelah memasukkan kembali alat lukis ke loker dan menyimpan kanvas, gue mengambil tas dan berjalan ke arah luar club.

"Yuk"

"Kemana?"

"Gue traktir"

"Serius?"

Gue mengangguk pelan sambil tetap berjalan mendahului Velov.

"Tungguin," teriaknya lalu berlari mengejar gue yang sudah jauh di depannya.

Ini pencapaian terbesar gue setelah 5 tahun. Gue akhirnya ngobrol panjang lebar dengan Velov. Gue bener-bener bahagia.

🗿🗿🗿


Next ga nih?

Vote dulu yuk hehe 😁

VELOV (Kala Senja Menyapa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang