Different : 18. Voice

9.8K 1.4K 233
                                    

Mengusap wajahnya kasar, Hanna benar-benar merasa frustasi saat ini. Tidak siap dengan kemungkinan terburuk yang akan dia terima mengenai Chaeyoung.

Wanita itu duduk di pinggir ranjang miliknya. Mulai memijat bahu yang terasa pegal karena terlalu sering tidur dengan posisi duduk saat menunggu Chaeyoung.

Lisa menyaksikan itu semua. Bagaimana gurat lelah sangat keantara sekali di wajah sang ibu. Merasa begitu tak rela melihat kesusahan yang kini Hanna alami.

Gadis itu hanya mampu berdiri di pojok kamar. Dengan mata terus mengikuti setiap pergerakan ibunya. Hingga Hanna mulai kembali beranjak menuju meja nakas. Lalu berjongkok dan membuka laci meja itu.

Lisa melihat dengan jelas apa yang dikeluarkan oleh Hanna. Dua buah kotak sepatu dengan merek terkenal. Untuk apa Ibunya itu mengeluarkan sepatu? Terlebih itu adalah sepatu sneakers. Lisa tahu Ibunya tak menyukai model sepatu seperti itu karena usianya yang sudah tua.

"Eomma merindukanmu Lisa-ya." Lisa tertegun. Melihat Hanna menangis karena rasa rindu untuknya membuat Lisa amat merasa sedih.

"Harusnya sepatu ini sudah melekat di kakimu."

Merasa penasaran, Lisa mulai melangkah mendekat. Matanya seketika basah melihat bagaimana lembutnya tangan Hanna mengusap ukiran nama di sepatu itu. Nama dirinya yang tertata sangat rapih.

"Bogoshipo, Sayang." Hanna memeluk sepatu bagian kanan itu. Menangis dengan isakan yang pelan. Meratapi rasa kehilangan yang terus menyiksanya selama dua tahun ini.

"Kenapa mereka memilih tidak merelakanku jika mereka pun merasa sakit dengan itu?" Lisa bergumam dengan gundah. Melihat sang Ibu menangis bukanlah keinginan semua orang di dunia ini. Tapi Lisa tak bisa berbuat apapun untuk menenangkan Ibunya.

"Meninggal saat hari kelahiranmu memang bukan hal yang mudah." Ujaran itu membuat Lisa terkejut. Sejak kapan Sunmi ada di sampingnya?

"Kau tidak ingin berbicara dengan Ibumu, Lisa-ya?" pertanyaan Sunmi itu sontak membuat mata Lisa melebar.

"Bukankah aku di larang untuk menampakkan sosokku? Sekalipun itu untuk membuat mereka merelakanku,"

Sunmi tersenyum tipis mendengar pertanyaan Lisa.
"Siapa yang menyuruhmu menampakkan diri?"

Dahi Lisa berkerut kebingungan. Benar-benar tak mengerti dengan arah pembicaraan Sunmi. Sudah jelas Seniornya itu bilang untuk berbicara dengan ibunya.

"Kau bisa bicara dengan siapapun yang memiliki ikatan darah denganmu. Dengan catatan, tidak menampakkan diri."

Sunmi menepuk pelan bahu Lisa sebelum dirinya menghilang begitu saja dari sisi Lisa. Membuat gadis itu kini dilanda keraguan yang mendalam.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Lisa bingung. Dia ingin sekali bicara dengan Ibunya. Menenangkan wanita itu dari rasa sedih yang membelenggu. Tapi Lisa ragu, takut Ibunya semakin tak bisa menerima perbedaan alam mereka saat ini.

Lisa menggeleng pelan. Dia harus berusaha untuk dapat melihat hasilnya. Jika dia terus berdiam tanpa melakukan apapun, maka Lisa tak akan bisa untuk pergi dengan tenang. Mencoba adalah jalan satu-satunya saat ini.

Perlahan, gadis itu mulai mendekatkan bibirnya di samping telinga sang ibu. Menggigit bibir bawah terlebih dahulu karena keraguan yang masih kental.

"Eomma,"

Hanna tersentak kaget. Hampir saja sepatu yang dia dekap terjatuh karena kini tangannya terasa amat lemas. Suara itu? Hanna pasti sedang berhalusinasi.

"Aku suka sepatunya."

Tubuh Hanna mulai gemetar. Dia menoleh kesana-kemari, namun tak mendapatkan siapapun disana selain dirinya. Ini tidak mungkin. Suara itu sangat dekat dengannya. Seakan bibir itu bicara tepat di samping telinganya.

Different : Sequel Blood Ties ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang