Different : 19. Time

9.6K 1.4K 194
                                    

Hembusan angin malam mungkin akan berpengaruh untuk manusia. Tapi jika untuk Lisa maupun Chaeyoung, rasanya angin malam itu hanyalah belaian lembut untuk mereka.

Sudah dua jam lamanya mereka ada di atap gedung rumah sakit itu. Melemparkan canda tawa, menjahili satu sama lain, dan berakhir dengan Lisa yang memeluk Chaeyoung dari belakang. Memandang lampu warna-warni di jalan raya kota Seoul.

"Dua tahun lalu... Kau tidak menerima hadiah yang telah Eomma siapkan?" tanya Lisa penasaran. Dia mengingat bahwa kotak yang Ibunya keluarkan tadi ada dua buah. Tentu dia tahu jika salah satunya milik Rosé.

"Tidak. Untuk apa? Semuanya sudah terasa hambar." Jawab Chaeyoung.

"Tapi aku menyukainya,"

Chaeyoung mengerjit. Gadis blonde itu menduga jika tadi saat Lisa mengikuti Hanna, wanita itu pasti mengeluarkan sepatu yang dimaksud Lisa.

"Bisakah kau memakainya untukku? Aku tidak akan mungkin bisa memakainya." Ujar Lisa melepaskan dekapan pada tubuh Chaeyoung ketika kembarannya itu memilih untuk berbalik.

"Justru itu yang membuatku merasa sedih. Aku bisa memakainya, tapi kau tidak. Padahal, hadiah itu sangat kau sukai." Kedua mata Chaeyoung mulai berkaca. Setiap mengingat perbedaan alam mereka, gadis blonde itu akan merasa jatuh ke dalam lubang yang amat dalam. Dia terpuruk, tak bisa menggapai Lisa di dunia yang sama.

"Eomma pasti senang jika kau memakainya. Selain itu... Aku memintamu untuk memakainya. Bukankah seakan aku berada terus didekatmu jika kau memakai benda yang sama dengan milikku?" Lisa menghapus setetes air mata Chaeyoung yang mengalir.

"Tidak bisakah kita berada di dunia yang sama, Lisa-ya?" lirih Chaeyoung, meraih tubuh kurus itu ke dalam pelukannya. Menangis terisak di pundak Lisa. Mengingat jika harinya bersama gadis berponi itu semakin menipis.

"Bisa. Tapi bukan sekarang. Aku sudah bilang akan menunggumu di atas sana. Dan nanti, aku berjanji. Kita... Akan terlahir bersama kembali."

Sampai pagi dimana matahari mulai menampakkan wujudnya, Lisa dan Chaeyoung tetap menetap disana. Bercerita mengenang bagaimana kehidupan mereka ketika Lisa masih hidup. Berusaha menikmati sisa waktu yang diberikan takdir untuk mereka.

.......

Pagi ini Jennie datang sendiri ke rumah sakit. Hanna mendadak demam tinggi dan selalu mengigau nama Lisa terus-menerus. Dengan tangan tak pernah melepas sepatu bagian kanan milik Lisa yang belum pernah di pakai sekalipun.

Di mansion, ada Yonha yang mengurus istrinya. Sedangkan Jisoo masih tetap berada di rumah sakit bersama Jennie.

"Kenapa semua orang selalu menyebut Lisa?" gumam Jennie yang tengah duduk di sofa ruang rawat Chaeyoung.

"Ku dengar Nancy juga tak berhenti berteriak menyebut nama Lisa. Bahkan dia harus dilarikan ke rumah saki jiwa kemarin." Sahut Jisoo yang tengah mengganti diapers milik Chaeyoung.

Jennie mulai merenung. Kejadian aneh yang terjadi akhir-akhir ini selalu membawa nama mendiang adiknya. Mulai berpikir jika apa yang orang-orang itu katakan adalah benar. Dan sungguh, jika Lisa memang masih berada di sekitar mereka. Jennie sangat berharap adiknya itu menampakkan diri dihadapan gadis itu.

"Lihatlah, pipinya menirus. Tidak akan bisa kita cubit lagi." Ujaran Jisoo itu membuat Jennie mengalihkan pandangan ke arahnya.

Terlihat gadis berambut hitam itu mengusap sebentar sudut bibir Chaeyoung lalu menciumnya cukup lama. Menandakan betapa sayangnya Jisoo pada sang adik.

"Dokter bilang, selang ini akan dilepas besok." Beritahu Jisoo pada Jennie yang baru saja berdiri sisi ranjang Chaeyoung lainnya.

"Apakah kondisinya sudah membaik?" tanya Jennie mengusap kepala sang adik yang tertutupi perban bekas operasi.

Different : Sequel Blood Ties ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora