[Part 22 - Gagal]

20 2 3
                                    

Biar dia yang sampai duluan di tempat, kemudian baru Samuel. Ayumi akan melihat betapa senangnya Samuel nanti, mengetahui bahwa Ayumi benar - benar datang.

Angga yang melihat penampilan sang adik, langsung berdiri. Menatapnya kagum dari atas sampai bawah.

"Kalo bukan adik gue, udah dijadiin pacar nih sama gue," kata Angga sambil membelai surai Ayumi.

Ayumi melepaskan lengan Angga dengan hati - hati, jika tidak seperti itu, maka dia juga yang akan rugi, tatanan rambutnya bisa - bisa hancur nanti.

"Gue pergi dulu yah." Ayumi langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Angga di dalam kamarnya seorang diri.

"Mau kemana?" tanya Angga sedikit berteriak karena Ayumi sudah berada di lantai bawah.

"Ketemu temen - temen," jawab Ayumi yang juga berteriak.

Di sepanjang perjalan, Ayumi nampak bahagia, senyum di wajahnya tidak pernah tenggelam, bibir kecilnya terus bersenandung ria.

Setelah sampai, ia tidak lupa mengucapkan terimakasih pada sopir taxi. Lalu berjalan menuju tempat dimana ia mengucapkan nama Samuel untuk yang pertama kali, jelas sekali masih teringat dalam pikiran Ayumi.

Namun, senyum yang sedari terbit, senandung ria yang terus dinyanyikan harus lenyap dalam detik yang sama. Detik itu juga, tubuhnya tak bergerak bagai patung.

Malam indah, yang ia dambakan harus sirna detik ini. Kehangatan yang hampir dirasanya justru diberikan pada orang lain. Sihir cintanya kini telah merubahnya kembali dalam bentuk semula. Pemandangan yang sama sekali tidak diharapkan oleh Ayumi.

Badannya berbalik, melangkah pergi menahan segala kesakitan yang baru dirasanya lagi. Merasa yang dilihat tadi hanya ilusi yang dibuatnya, sekali lagi Ayumi menoleh ke belakang, dan ternyata masih sama.

Ayumi melangkah dengan cepat, meninggalkan tempat yang tiba - tiba tidak memiliki pemasokan udara. Tempat yang terasa menjadi panas, padahal angin malam sangat menusuk tulang.

Ia berlari, dengan air mata yang terus terjun entah dari kapan. Lalu, melepas sepatu heelsnya, mengusap wajahnya kasar hingga make-up nya tak terbentuk.

Dengan berjalan kaki, sambil menangis, tak terasa bahwa ia sudah sampai depan rumahnya. Ia menghapus jejak air matanya, dan merapikan sedikit penampilannya, jika ia masuk dalam penampilan seperti sekarang pasti akan ada tanda tanya besar dari sang kakak.

"Udah pulang?" tanya Angga begitu melihat Ayumi masuk, ia menghampiri adiknya itu.

"Iya."

"Loh, bukannya tadi kamu make-up?" Angga memperhatikan seluruh lekuk wajah Ayumi, yang sekarang bahkan tanpa make-up sedikitpun.

Tidak mungkin jika Ayumi menjawab, make-up nya habis dan luntur oleh air mata.

"Ouh, i-ini Kak, barusan main games sama temen, yang salah jawabannya suruh apus make-up, dan aku kalah, makanya make-up nya dihapus."

Angga hanya mengangguk. Tapi, ada satu hal lagi yang perlu Angga tanyakan.

"Itu matanya kenapa merah?" Ayumi sedikit terhentak dengan pertanyaan kali ini.

"Me-merah, Kak?" Angga mengangguk.

"O-ouh, i-ini, kayanya tadi pas pakai kontak lensa mata aku kena debu, jadinya merah, Kak."

Angga langsung menarik lengan Ayumi dan menyuruh duduk.

"Mau ngapain, Kak?" tanya Ayumi dan menatap Angga yang hendak pergi.

Two Months [ E N D ]Onde histórias criam vida. Descubra agora