cincin,tanda pengikat

12.7K 778 12
                                    


"Assalamualaikum". Sembari memasuki pintu rumah ku.
Dan benar dugaan ku, mobil di depan rumah adalah mobil Gus Zaki, karena di dalam rumah sudah ada Gus Zaki, Abah dan umi.
"Waalaikumsalam", secara serempak mereka yang berada dalam rumah ini pun menjawab salam ku dan menghadap pintu, memperhatikan ku masuk ke rumah. Namun tidak dengan Gus Zaki,. Beliau hanya menjawab salam . Tanpa mengahadap ke arah ku. Jelas. Bahwa beliau tidak suka . Namun aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan menerima lamaran ini. Namun bukan karena Gus Zaki, melainkan karena Abah Umi.
Ku Salami punggung tangan mereka satu persatu. Dengan berjalan menggunakan lutut, kecuali Gus zaki.
"Lhoo nduk ini rumahmu, kok malah mbrangkang mlakune" tutur umi, sambil mengelus ujung kepala ku.
"Bah, Monggo, langsung mawon." Tutur umi pada Abah. Dan aku tau maksudnya.
"Pak, Kulo sak keluarga anggenipun sowan teng mriki, sepindah silaturahmi, kaping kalihe badhe, nyuwun putri nipun njenengan, mbak Nisa Ajeng kawula jodoh ke Dateng putra kita Zaki Ilyas." Begitu tutur Abah, yang di simak oleh semua yang ada di ruang tamu.
" Alhamdulillah, sak dereng e matur nuwun ingkang katah, panjenengan sak keluarga sampun kerso Dateng mriki lan, Niki ceriose lamaran ngoten nggeh,?." Jawab bapak,di akhiri dengan kalimat tanya nya.
"Enggeh bapak, tapi Niki kulo nyuwun putri ne njenengan,dados mboten sekedar lamaran". Jawabal Abah,di ikuti anggukan oleh umi.
"Mbak Nisa purun tho mbak, ngabdi kalih Abah umi, ngabdi marang Gus Zaki". Tanya umi padaku,
Aku hanya menunduk, aku bahkan bingung harus gmana,
"Biasanya kalau cewek di lamar itu mang hanya diam saja, tapi insyaallah jawabannya iya". Guyon Abah, tapi jelas tambah membuat aku gerogi.
"Pripun nduk, bapak kalih ibu manut kamu". Tutur ibu
"Kulo nderekaken umi mawon." Jawabku langsung di ikuti hamdalah oleh semua yang ada di ruangan ini. Tapi aku tak berani untuk sekedar melirik Gus Zaki. Aku nggak tau apakah beliau juga membaca hamdalah, atau malah innalilah entah lah. Aku bahagia di dalam duka.
"Jadi ini enggeh nggeh, enggeh purun tho nggeh?" Tanggap umi memastikan.

"Enggeh mi". Jawabku malu. Dan takut.
"Enggeh nopo mbak Nisa", tanya Abah dengan nada menggoda.
Aku
"Monggo Gus, di parengke calon bapak mertua". Titah umi kepada Gus zaki, sembari memberikan kotak kecil berbentuk love berwarna merah kepada Gus zaki .

"Enggeh mi," jawab nya singkat.
Detik sepanjang Gus Zaki yang sedari tadi duduk di pinggir umi kini sudah berada di depan bapak, dengan posisi seperti sungkem, sembari menyerahkan barang berbentuk hari berwarna merah yang berisi 2 cincin kembar, dengan model cewek dan cowok.
Detik selanjutnya umi menyuruhku untuk mendekat bapak, dan ternyata bapak akan memasangkan cincin itu ke jari manis tangan kiri Gus Zaki dan selanjut nya ke jari manis tangan kiri ku.
Aku terharu. Siapa sangka aku akan memakai cincin kembar yang juga di pakai oleh Gus Zaki. Walaupun terbuat dari bahan yang berbeda. Namun dengan model dan corak serta motif yang sama. Cincin ku terbuat dari emas putih, dengan 1 permata di tengahnya, membuat cincin ku terlihat elegan dan corak di dalam nya,di bagian dalam cincin yang sama dengan cincin yang kini telah di pakai oleh Gus zaki.
Jodoh siapa yang tahu, hemh.... Ini adalah permulaan dari awal Ibadah terpanjang ku.
"Alhamdulillah,". Ucap hamdalah oleh seluruh seisi ruangan ini. Dan kulihat Gus Zaki pun mengungkapkan itu.
"Alhamdulillah nduk, umi terimakasih nggeh,sampun mengindah permintaan umi". Ucap umi, menatap ku tulus, dan kulihat seperti ada buliran bening yang akan tumpah di mata beliau.
"Enggeh umi, doakan Anisa."tak terasa kata² itu keluar,dan detil sepanjang bulir bening di mataku turun beberapa tetes,membuat ibu ku yang sedari tadi hanya menyimak kini menjadi mendekati ku,dan memelukku. Begitu juga dengan bapak ku.
"Apapun yang terjadi،nanti kalau sdah halal kamu harus mentaati perintah suamimu Yo nduk, karena saat nanti kalian sudah sah menjadi suami istri, surgamu bukan lagi di telapak kaki ibu. Tapi sudah berpindah ke suami mu.,,,, Dan suamimu lah yang akan menanggung segalanya tentang kamu." Nasehat bapak padaku, dan aku yakin semua juga mendengar kannya, termasuk Gus Zaki. Entah apa reaksinya aku tak berani melihat nya.
"Enggeh bapak, ya Allah kini baru tunangan kok". Jawabku dengan Suara parau. Karena aku menangis.

Aku tahu bapak pasti sedih, pasalnya anak perempuan satu-satunya akan pergi dengan lelaki lain. Yang  bapak juga tidak begitu tahu, bagaimana dengan karakter dan wataknya.
Dulu saat tante²ku nikah, yang akan menyeleksi calon suami nya adalah bapak, karena bapak adalah sulung dari 7 bersaudara dan merupakan anak laki-laki sendiri, maka semua tanteku akan patuh pada bapak, bahkan ada yang gagal menikah dengan orang yang di cintai tanteku. Karena bapak ku tak mengizinkan nya,. Dan kini aku, putri satu-satunya bapak menikah,tanpa di seleksi oleh bapak, karena calon suami ku adalah seorang Gus. Dan Abah umi tidak melamar ku. Melainkan meminta ku.
Dlu saat pertama kali aku akan pergi ke pesantren untuk mondok, bapak menangis,menitikka setetes air mata nya,. Dan kini bukan hanya setetes, namun beliau menangis dengan memelukku.

"Nitip Anisa nggeh Gus, kalau tidak nurut boleh di cubit, di hukum,yang penting bisa nurut dengan njenengan Gus," ucap bapak pada Gus Zaki.

"Insyaallah pak, nyuwun tambahing doa". Jawab Gus Zaki sambil mengangguk.

"Enggeh mpun pak, badhe pamit kundur rumiyen". Pamit Abah pada bapakku.

"Lhoo mboten nyare teng mriki mawon pak kyai". Tanya bapak seakan tidak rela calon besannya itu akan pulang.

"Enggeh pak, Niki Ajeng mampir teng Jogja rien, Ajeng mampir teng nggene sederek". Jawab Abah sungkan.

"Monggo mbak Nisa di kemasi barang barang ipun". Titah umi yang seketika memudarkan senyum ku.

"Pulang ke pondok sekarang aja, bareng sama kita, bsok malah nggak ada yang nganter. Ngebus sendiri bawa barang banyak malah kamu yang capek". Jelas Gus Zaki, mengahadap ku. Tapi aku malah makin kacau.

"Nggeh mpun nduk, merika lek di kemasi barang barang nya". Ucap ibu. Lengkap lah sudah kekacauan hati ku.

"Enggeh". Jawabku singkat,sambil memanyunkan bibir ku.

Semua sudah siap, namun bapak tidak meridhoi tamunya pulang kalau belum memakan hidangan yang telah di sajikan plus makan malam untuk abah,umi dan Gus Zaki.

Sementara mereka makan, aku nggak nafsu makan. Tapi tetap aku berada di meja makan bersama mereka.

Usai sholat isya berjamaah, aku menyempatkan diri untuk pergi ke rumah nenek, sekedar berpamitan.
Saat akan pergi bersama keluarga Gus Zaki, sekali lagi bapak dan ibu memeluk bersamaan sambil menasehati ku.
Selanjutnya kami meluncur mengendarai mobil Gus Zaki. Gus Zaki yang menyetir mobil, Abah di samping nya. Aku dan umi berada di belakang.

Aku, Wanitanya GusWhere stories live. Discover now