Alasan Ayah

241 25 15
                                    

Semua terencana begitu indah, terancang begitu menarik, dan terlaksana begitu apik.
-

○●○●○


Tiada mentari

Bagai malam yang kelam

Tiada tempat untuk berlabuh

Bertahan terus berharap

Allah selalu di sisimu

Insyaallah ....

Melodi lagu yang didendangkan dari sebuah ponsel terhenti, ketika sebuah panggilan tidak dikenal masuk. Ainun yang sedang meracik bumbu di dapur seraya ditemani alunan lagu itu pun merasa tertarik fokusnya kepada ponsel yang berganti suara menjadi deringan. Ia segera mencuci tangannya, lalu meraih ponsel tersebut yang ada di atas lemari es.

"Ya, Assalamualaikum. Dengan siapa?" tanya Ainun ketika ponselnya ia dekatkan pada telinga.

Namun, jawaban yang diberikan si penelpon tersebut membuat Ainun seketika melangkah mundur dan menahan tubuhnya yang seketika lemas ke tembok. "Astagfirullah al'azim!" lirih Ainun, lalu gadis itu terduduk lemas pada akhirnya.

Kabar yang disampaikan si penelpon tadi membuat otot-otot pada tubuhnya melemas. Ia tak menyangka musibah kembali datang. Sang ayah--Tio--tengah bertaruh nyawa karena sebuah kecelakaan, dan tadi yang mengabarinya adalah pihak rumah sakit.

Setelah tadi pikirannya ngebleng sesaat, gadis itu lantas berdiri mematikan kompor, lalu memakai kerudungnya. Ia harus pergi ke rumah sakit. Saking rasa khawatir itu, Ainun sampai lupa mengabari Ahsan yang sedang bekerja di kantor, yang Ainun pikirkan sekarang hanyalah sang ayah.

Ainun ke rumah sakit menggunakan taksi online, karena supir sedang bersama Ahsan. Tampak di sepanjang perjalanan Ainun terus merapalkan doa, ia berharap tak akan ada kehilangan untuk ke dua kalinya, cukup kepergian sang ibu dulu yang hampir menghancurkan hidupnya.

Sesampai di rumah sakit, Ainun lantas berlari ke tempat resepsionis dan menanyakan di mana keberadaan ayahnya. Dan ternyata Tio masih beraada di ruang operasi. Ainun segera berjalan cepat ke lorong yang menghubungkan ruang operasi tersebut.

Namun, di pertengahan jalan kaki Ainun terhenti. Bibirnya gemetar menahan isak tangis yang semakin menjadi, ketika melihat seorang dokter dan beberapa perawat mendorong keluar sebuah bangkar dengan seseorang terbaring penuh kepucatan di wajahnya.

"Ayah!" Histeris Ainun seraya berlari menghampiri bangkar tersebut, dan memberhentikan para perawat yang mendorongnya. Jemarinya meraba wajah Tio yang penuh luka dan memucat, tak ada lagi senyuman dan tawa yang didengar Ainun kembali. Ayahnya telah pergi, benar-benar menyusul sang ibu ke keabadian.

"Ayah bangun! Ayah gak boleh tinggalin Ainun! Ayah harus melihat Ainun bahagia! Bangunlah, Ayah!" Teriak Ainun dengan penuh hiteris seraya mengoncang tubuh Tio yang sudah kaku.

"Mbak keluarganya? Jika benar, izinkan kami mengurus jenazah beliau, dan silahkan Mbak urus data-data yang diperlukan rumah sakit," jelas dokter, tampak menenangkan Ainun. Dan beberapa perawat ikut menatap iba Ainun.

"Apa yang harus diurus, Dok! Ayah saya belum meninggal!" tukas Ainun.

"Maaf Mbak, beliau sudah meninggal. Kami tahu, ini hal yang berat untuk Mbak, tapi kami pun tidak bisa ikut campur atas kehendak-Nya." nasihat dari dokter tersebut membuat Ainun menegakan tubuhnya. "Jadi izinkan kami mengurusnya terlebih dahulu agar cepat bisa dikebumikan. Permisi."

Unconditional LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora