Di Persimpangan

514 51 35
                                    


"Dania, tunggu dulu!" Andromeda berseru menghentikan langkah Dania.

Dania berdiri diam di ambang pintu. Melihat Aradea dan Dirga berdiri bersisian membuatnya tambah terguncang. Dia sudah menghancurkan persahabatan yang sudah terjalin bertahun-tahun.

"Duduk dulu." Andromeda menarik kursi untuk di duduki oleh Dania.

Dania duduk di antara Dirga dan Desti. Aradea tetap berdiri di belakang kursi yang diduduki oleh Andromeda.

"Sampai kapan kalian bersikap seperti ini, usia kalian sudah tidak pantas untuk meributkan hal semacam ini." Andromeda menatap Aradea dan Dirga.

Yang di tatap hanya diam dan menundukan kepalanya. Andromeda benar-benar dapat membuat adik-adiknya merasa tidak enak.

"Kalian membuat Dania susah. Apalagi kamu De, sikap kamu itu kekanak-kanakan, melebihi Kasyi sikap kamu itu." Andromeda berkata menunjuk dada Aradea.

"Wajar kan aku marah, siapa yang tidak marah jika kekasihnya di ambil pria lain?" Tanya Aradea membela diri.

Dania mendongakan wajahnya menatap Aradea.

"Kekasih apa sih, Mas?" Tanya Dania dengan wajah masam.

"Kita tidak pernah ada komitmen apapun, kita melakukan semuanya atas dasar suka dan mau, tanpa ada paksaan." Dania melanjutkan kalimatnya.

Andromeda dan Desti saling pandang. Rumit sekali masalah cinta segitiga ini. Cinta tanpa komitmen, wow sekali.

"De, beri aku kesempatan untuk membahagiakan Dania. Aku janji akan menjaga dia lahir dan batin." Dirga berdiri, berjalan menghampiri Aradea.

"Sudah melamar baru minta izin." Desis Aradea sinis.

Dania melihat wajah kedua pria tersebut saling mengeras, kepalan tangan mereka membuatnya berdebar-debar. Dia tahu, tidak lama lagi bisa ada petunjukan smack down didalam ruangan ini.

"Aku pamit, A, Teh. Maafkan aku." Ucap Dania kepada Andromeda dan Desti. Dia mencium kedua pipi Desti, menangkupkan kedua tangannya di depan dada kepada Andromeda.


Dirga mengejar Dania, setelah sebelumnya mencium tangan Andromeda dan Desti. Ketika Aradea mencoba ikut mengejar, Andromeda menahan langkah adiknya.

"Sudah De, beri waktu bagi Dania untuk mencintai Dirga."

Aradea hanya bisa berdiri diam dalam pelukan kakaknya.
Dari jendela dia melihat Dirga berbicara dengan Dania. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam mobil, dan meninggalkan tempat itu.

"Kalian tidak pernah tahu, bagaimana Dania harus menyimpan lukanya." Desis Aradea.

"Aku mencintai dia, tolonglah kalian mengerti." Aradea berkata sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi yang ada di sebelahnya.

Aradea mencium telepak tangannya. Harum aroma vanila masih tertinggal di sana. Dia terus menghirup dan membauinya.

"Aku akan selalu ada buat kamu, Dania". Gumam Aradea sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Dirga menyamakan langkah kakinya di samping Dania. Dengan cepat dia menggenggam pergelangan tangan Dania.

"Sayang, tunggu." Ujar Dirga mencoba menahan langkah Dania.

"Apalagi?" Tanya Dania.

Dirga membukakan pintu mobil, meminta Dania untuk masuk dan duduk.

Kendaraan mereka melaju meninggalkan jalan Pajajaran. Dirga membawa Dania ke apartemennya. Hanya di sana tempat yang paling tenang untuk Dania saat ini.

Ruang Rindu  { Sekuel "It's a Life }        T A M A T       Where stories live. Discover now