Just Call Me, Ayah...

641 58 37
                                    

Dirga tersenyum melihat Radit dan Khansa sudah pulas. Dia berdiri di depan pintu kamar. Perasaan melankolisnya muncul, membuat kedua matanya berair.

"Begini ya rasanya melihat anak-anak tidur. Wajah mereka begitu polos dan damai." Dengan tangan gemetar, Dirga menutup pintu kamar.

Padahal usia Radit dan dia hanya terpaut 18 tahun. Tapi saat ini, dia melihat Radit seperti anak kecil yang polos, dan dia merasa seperti seorang ayah yang harus menjaga dan melindungi anak-anaknya sampai kapanpun juga.

Dia pun hanya merasakan kasih sayang ayahnya selama 22 tahun, dan cinta kasih ibunya hanya enam tahun. Ibu nya meninggal ketika melahirkan adik keduanya. Sedangkan sang Ayah meninggal, ketika Dirga sedang menyelesaikan thesis nya di Paris, Perancis.

Sambil mengusap perban yang membalut pipinya, dia berjalan menuju dapur. Di mana Dania sedang mencuci piring bekas makan malam mereka. Dirga sudah akan mengagetkan Dania, namun di lihatnya wanita itu berdiri di depan dishwasher, bahu nya bergerak, tanpa suara dia sedang menangis sendiri.

Dirga berjalan pelan, memeluk Dania dari belakang. Di sibaknya  rambut yang menutupi sebagian wajah wanita itu.

Dania tersenyum ketika Dirga menghapus air matanya. Dia membalikan tubuhnya sehingga posisi mereka berhadapan.

"Maafkan aku, Mas. Aku selalu menjadi masalah untuk kamu dan Mas Aradea." Ujar Dania lirih.

Dirga memegang dagu Dania, sehingga wajah yang basah dengan air mata hanya berjarak lima sentimeter dari wajahnya. Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Tidak, sayang. Kamu adalah anugrah terindah untuk aku. Aradea hanya ujian yang Tuhan berikan untuk aku."  Ujarnya didalam hati.

Dibawanya kepala Dania ke dadanya, dengan penuh kasih dia menempelkan pipi kanannya di kepala Dania.

Mereka duduk berpelukan dalam diam. Jemari Dirga terus membelai rambut dan bahu Dania. Dia sangat menginginkan Dania mempunyai keyakinan, keyakinan untuk kebahagiaan mereka nantinya.

Dania hanya diam. Sesekali saja dia memainkan jemari kaki Dirga dengan jemari kakinya sendiri.

Dirga berpikir, bagaimana caranya agar Dania yakin, jika semua yang dia lakukan tulus dari hatinya. Tidak ada hubungannya dengan Aradea.

Sayangnya, keinginan Dirga tersebut tidak sama dengan Dania. Dania mempunyai pikiran untuk menyelesaikan semuanya. Tidak dengan Dirga atau pun Aradea. Perasaan Dania masih belum sepenuhnya yakin dengan apa yang sudah menjadi keputusan mereka.

Tapi, dengan kejadian ini, dia merasa bimbang kembali. Melihat kedua anaknya begitu ceria bercerita bersama Dirga. Membuatnya merasa bersalah jika harus mengakhiri semuanya.

Anak-anaknya seakan menemukan kebahagiaan yang tertunda. Kebahagiaan yang seharusnya diberikan oleh ayah kandung mereka.

Dania mengangkat wajahnya. Dengan tangan bergetar dia memegang wajah Dirga. Manik matanya berkilau oleh sisa airmata.

Dirga yang sudah tertidur membuka matanya. Senyumnya berkembang melihat wajah Dania tepat di depan wajahnya. Dengan perlahan, dia menempelkan pipinya ke pipi Dania.

"I love you." Dirga menggerakan bibirnya tanpa suara.

*****

Aradea memasuki rumah dengan bahu lungai. Sejak dia melihat Radit dan Khansa begitu dekat dengan Dirga, Dia merasa harapannya sudah pupus. Hilang sudah harapannya untuk menjadikan Dania sebagai pasangan halalnya.

Keadaan didalam rumah sangat sepi. Hanya terdengar samar suara televisi atau radio dari area belakang. Kasyi sedang mengikuti kegiatan pramuka di sekolahnya sampai dua hari ke depan. Keysa tampaknya belum pulang, tidak nampak mobilnya di garasi.

Ruang Rindu  { Sekuel "It's a Life }        T A M A T       Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang