PITU

792 141 141
                                    


Liaa_cute aku up malem ini... Dan jangan teror aku terus wkwkwk...
Tak tunggu balimu.... Eh... Tak tunggu komentmu hahahah
.
.
.

Selamat Membaca...

Hari ini Hinata dan Naruto masih perang dingin, yang satu gengsi yang satu keras kepala. Sebenarnya Naruto sudah tak tahan didiamkan oleh Hinata, jika dia bertanya hanya dijawab seperlunya saja atau hanya dengan deheman saja.

Seperti sekarang ini Hinata dan Naruto berada disatu mobil menuju Kantor setelah menghadiri rapat dengan Uchiha corp. Dan Hinata sama sekali tidak bersuara, bibir yang suka cerewet itu seakan menempel satu sama lain. Rapet.

"Hinata... Berkas yang kemarin dari Otsutsuki segera selesaikan." Titah Naruto, sebenarnya hanya untuk membuka pembicaraan dengan sekertarisnya ini.

"Baik Bos." Jawaban singkat Hinata membuat Naruto mendengus.

Sesampainya di lobi kantor Hinata mampir dulu ke toilet, sudah dari tadi menahan hajatnya. Sedangkan Naruto kembali keruangannya. Naruto berfikir untuk meminta maaf pada Hinata, tapi bagaimana caranya? Simpel sebenarnya, tinggal ucap maaf saja selesai. Hanya saja Naruto ingin tidak biasa. Memberi bunga? Tidak. Itu biasa. Atau mengajak makan malam? Apalagi itu. Shoping? Tidak. Hinata itu sangat tidak suka belanja. Mengapa Naruto tau? Karena Naruto selalu dipaksa berbohong oleh Hinata saat sahabat-sahabatnya itu mengajaknya Shoping. Dengan berkata lembur, padahal tidak. Hinata hanya ingin tidur di kontrakannya.

Otaknya tiba-tiba buntu. Naruto keluar ruangan menuju kubikel Tenten, ia ingin menanyakan apa saja kesukaan Hinata.

Melihat para karyawatinya yang bergerombol, kening Naruto berkerut. Penasaran, Naruto menghampiri mereka.

"Sedang apa kalian?" Ucap Naruto tegas.

Para wanita ini terkaku. Kata-kata mati aku pun bertengger diotak mereka masing-masing. Hinata yang selesai dari toilet tak sengaja melihat Naruto di kubikel sahabatnya. Karena tingkat ke-kepoan Hinata itu tinggi, jadilah ia menghampiri mereka.

Melihat wajah pucat para sahabat dan karyawati itu membuat Hinata heran. Iris bulannya melirik majalah fashion dan beberapa lembar diskon Skincare ternama di meja Tenten. Otak pintarnya menebak, jika mereka ketauan sedang mengghibah produk-produk ternama itu.

"Woaahhh... Ada pemecatan masal sepertinya." Ujar Hinata dengan nada gembira dan memuakkan bagi mereka. Kompak memberi tatapan tajam pada Hinata. Hinata yang melihat itu hanya terkekeh pelan. Siapa suruh selalu kepo dengan produk ternama, tidak salah sih... Hanya salah waktu dan tempat saja.

"Apa yang kalian liat?" Tanya Naruto lagi.

"Hanya majalah fashion dan skincare Presdir." Jawab Ino. Kepalanya menunduk.

"Kalian memakai itu?" Tanya Naruto lagi.

"Apa semua wanita suka memakai skincare?" Timpal Naruto lagi.

Para karyawati yang ketahuan ngerumpi itu saling pandang. Akhirnya Temari yang menjawab.

"Ya... Sebagian besar Presdir." Jawab Temari.

Naruto memalingkan wajahnya pada Hinata. "Hinata... Kau juga memakai skincare itu?" Tanya Naruto pada Hinata. Alis Hinata menukik, kenapa Bosnya ini bertanya padanya?

Hinata menggeleng sebagai jawaban. Naruto hanya menghela nafas, lagi-lagi Hinata hanya menjawab singkat.

"Wahh... Presdir tumben sekali mengobrol dengan para wanita cantik." Ujar Kiba yang membawa kopi latte.

"Mas Kiba terbaik..." Ujar Hinata mengacungkan dua ibu jarinya kedepan Kiba dengan tidak sopan meraih gelas kopi latte milik Kiba. Kiba geram, lagi-lagi Hinata. Kenapa matanya tadi tidak melihat Hinata, jika melihatnya ia tak akan sudi mampir menyapa Presdir kuningnya ini.

Jawa JepangKde žijí příběhy. Začni objevovat