xxvi. something happened in munich

41K 7K 3.3K
                                    

Munich* merupakan salah satu kota terpenting Jerman dengan berjuta-juta tampungan nyawa. Terlampau banyak hal menggiurkan terbalut akan pesona keunikan konstruksi memicu keinginan manca negara untuk melabelkan kota tersebut di bawah nama mereka. Munich sendiri memberi kesan paling berarti bagi Hitler karena perkembangan Nazi dimulai dari kota ini.

Pendaran cahaya mentari siang di Munich tidak terlampau menyengat, mungkin karena bubuhan kawanan awan yang sedikitnya mampu menutupi angkasa kebiruan. Suasana tampak semarak akan sekumpulan orang-orang yang berlalu-lalang menjalani aktivitas seperti biasa. Salah seorang lelaki muda tengah mengayuh sepedanya sembari melemparkan gulungan koran-koran di depan pintu rumah yang dilaluinya menarik atensi Lana.

Hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk jadwal perjalanan berikutnya. Munich adalah destinasi yang Jeffrien datangi di tengah-tengah pusaran kesibukan. Ia harus segera mengunjungi Führer's Building* yang terletak tepat di Munich untuk memeriksa seluruh transkrip komunikasi oleh pemecah kode rahasia di sana.

Lana memandangi seluruh penjuru pusat kota Munich dengan seksama. Kekaguman terpancar gambir dari matanya yang tak kalah terang akan angkasa. Ia tidak pernah mengetahui jika Marienplatz* akan menyimpan segudang kepermaian dunia. Maklum saja, Munich bukanlah kota pusat seperti Berlin maupun Washington DC.

Mereka baru tiba di pusat kota Munich beberapa puluh menit silam. Kini meninggalkan Lana dalam kekaguman atas arsitektur berpahat elegan mengelilingi alun-alun kota. Bangunan-bangunan kuno berdiri kokoh impersif, mengingatkan Lana akan relief peninggalan Yunani dan Mesir lampau.

Pandangan Jeffrien kini bertandang pada Lana yang tengah memperhatikan keadaan di sekitarnya. Sarung tangan putih terpadu oleh merahnya topi baret di atas kepala Lana juga kalung mutiara dan sepasang anting berlian terlihat begitu sepadan dengan gaun putih selutut. Rambut yang biasanya terurai panjang kini tergulung rapi. Segaris senyum tipis mematri wajah rupawan pria itu dikala matanya memandangi beberapa bunga kemerahan menghiasi gulungan rambut perempuan tersebut.

Ketukan sepatu military boots menggaung bertemu paving blok tua kemerah-merahan di bawah sana, beriringan dengan tapak heels rendah yang mengalun di antara sayup-sayup kebisingan para manusia. Netra kecokelatan Lana mengikuti arah sebuah mobil antik melaju, menggiring tatapannya hingga berlabuh pada Jeffrien yang menatap lurus ke depan. Dalam beberapa detik pertama, Lana kembali takjub akan visual yang ditampilkan oleh sosok di sampingnya itu.

Topi visor kehijauan seakan tak pernah menolak untuk menemani surai hitam legam Jeffrien. Jas hitam militer di tubuh tegap nan tinggi pria tersebut mengagungkan derajat dan gelar tertingginya. Lencana logam kebiruan bertanda elang perak tersemat di kerah seragam Jeffrien, menandakan jika ia telah menjadi anggota partai Nazi selama lima belas tahun—suatu masa yang cukup lama. Ini juga merupakan pertama kalinya Lana melihat sebuah lencana Panzer Assault Badge terpasang pada seragam tersebut, mengindikasikan bila pria itu telah terlibat dalam lebih dari tujuh puluh lima pertempuran menggunakan panzer.

Lana merasa cukup terpukau, karena tidak semua tentara militer dapat mengoperasikan mesin militer mematikan seperti tank. Tetapi ia setidaknya merasa lumrah. Bagaimanapun, pria ini adalah Jeffrien—Jenderal yang paling dihormati pada masanya. Dan ia juga meyakini bila masih banyak lencana yang tersimpan di ruangan pribadi Jeffrien.

"Apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi?"

Kali ini pandangan Lana terpaut pada Jeffrien di antara kerumunan manusia yang mengelilingi mereka. Lana terdiam, merasa bingung mengapa Jeffrien justru menanyakan hal tersebut padanya.

ICARUS HAS FALLEN ✓Where stories live. Discover now