4 -- Oh, No!!!

36K 1.8K 33
                                    

Eva POV

Sabtu 23.00 WIB.

Rumah ini, masih sama seperti dulu. Teduh dan asri. Halaman depan nya penuh dengan pot bunga-bunga yang indah. Ditengahnya batu-batu disusun dibuat untuk jalan setapak menuju pintu rumah. Bangunan rumah ini masih ber-joglo --rumah adat Yogyakarta-- namun sudah dipadu dengan keramik dan tembok bata. Terakhir kali aku kesini saat Eyang Kakung meninggal, dan itu adalah dua tahun yang lalu. Tetapi rumah ini tidak ada yang berubah.

Rumah ini adalah rumah Mama dan keluarga nya sewaktu kecil. Tapi sekarang hanya dihuni oleh Eyang Putri dan sepupu Mama yang menjaga Eyang. Meski umur Eyang masih muda, masih berumur 59 tahun tetapi Mama tetap khawatir bila tidak ada yang merawat Eyang.

"Assalamualaikum, Bu" sapa Mama dan Papa kepada Eyang sambil mencium punggung tangannya.

Aku dan Eza ikut menyalami Eyang dibelakang Mama dan Papa

Eyang tampak antusias dengan kedatangan kami.

"Waalaikumsalam, alhamdulillah pada sehat, kan? Capek ya habis perjalanan jauh? Ayo-ayo masuk istirahat" Eyang mempersilakan kami masuk kedalam rumah. Mama dan Papa duduk di ruang taa degan Eyang. Aku dan Eza langsung menghambur kedalam kamar, udah ngantuk berat.

"Pada makan dulu yuk, ndok" Eyang masuk kedalam kamar aku dan Eza.

"Udah ngantuk, Yang. Kita mau tidur aja." Jawab Eza sopan. Aku udah nggak kuat jawab, mau pelukan sama guling aja.

"Yowiss besok dibangunin sahur saja" Eyang keluar kamar, lalu tak lama kudengar suara Eyang berbincang dengan Mama dan Papa menggunakan bahasa jawa. Aku nggak ngerti apa yang mereka bicarakan, mending tidur aja ah ngantuk.

Saat mata ku mulai terpejam perlahan, Eza menepuk pundak ku. "Mbak..Mbak..udah tidur, belum?"

"Udah" jawabku malas

"Ih, udah tidur kok bisa jawab. Mbak...bangun dong aku mau cerita" Eza masih saja mengguncang bahu ku. Hah, gangguan banget, sih.

"Apa?" Aku berbalik menghadap Eza namun mata ku masih setengah terpejam.

"Aku tadi ketemu malaikat, Mbak" mata nya berbinar saat memulai bercerita, aku sampai sempat tak percaya Eza bisa memperlihatkan binar itu. "Ganteng banget, Mbak. Aku deg-deg-an terus daritadi. Senyum nya manis banget." Lanjut nya sambil mata nya menerawang seperti sedang membayangkan wajah si 'malaikat' tadi.

"Malaikat pencabut nyawa, kali" ocehan ngasal ku kembali kumat.

"Mbak, serius. Dia manusia tapi seperti malaikat."

"Kayak udah pernah lihat malaikat aja sih, dek." Jawab ku yang mulai memejamkan mata

"Mbak Eva nyebelin, deh. Aku jadi kepikiran dia terus, Mbak. Kayak nya seumuran Mas Kenan deh. --Kenan itu sepupu kami, anak dari Om Wahyu adik nya Papa. Umurnya 4 tahun diatas ku-- jantungku berdebar terus Mbak kalau inget wajah nya. Kayak nya aku jatuh cinta, deh. Cinta pada pandangan pertama ini namanya, ya? Mungkin nggak ya Mbak nanti kita ketemu lagi"

"Mungkin. Tapi sekarang mending kita tidur dulu, udah malam. Besok aja lanjut cerita nya, Mbak ngantuk banget nih" Eza pun mengangguk. Tak lama aku dan Eza akhirnya terlelap.

¤¤¤¤¤¤¤¤

Author POV

03.00 WIB.

Sahuurr.... sahuuurr...

Sahuurr.. sahuurr...sahuurrr..

Dentuman bedug menggema dari masjid. Rumah ini memang jarak nya dekat dengan masjid, sehingga suara bedug terdengar jelas.

Our HopeWhere stories live. Discover now