[5] πέντε

83.2K 14.3K 463
                                    

Langit sudah gelap, dan hawa dingin menjadi semakin dingin. Namun, langit malam itu tidak tampak sepi, mungkin dikarenakan pencahayaan dari toko-toko di kota yang terlihat sampai kastil ini. Jika dipikirkan, kastil ini adalah tempat yang sangat cocok untuk mengamati kerajaan Eleutherios.

Aku pergi untuk meminta ijin kepada Dionysus. Namun, tampaknya pria tampan itu tidak dapat ditemukan, jadi aku terpaksa pergi tanpa sepengetahuannya. Semoga saja dia tak marah kepadaku kemudian mengusirku dari kediaman ini.

Sebelum keluar dari gerbang kastil aku berteriak sekencang mungkin, setidaknya untuk jaga-jaga saja.

"TUAN DIONYSUS AKU PERGI MENGAMBIL BARANG DI RUMAH LAMAKU DULU YA!"

Nah, kalau begini kan tenang hatiku. Jadi, aku dapat menikmati perjalananku. Sekarang aku sudah menemui tempat tinggal. Jadi aku tinggal memindahkan pakaianku dari rumah lama ke kastil yang sekarang, kemudian aku akan menjual rumah itu, dan mendapatkan uang lagi deh!

Nikmatnya hidup dengan bebas seperti ini, meskipun di kehidupan sebelumnya aku harus bekerja keras demi dapat bertahan hidup. Pada akhirnya aku mati mengenaskan juga.

Dan di kesempatan kedua ini, aku akan menikmati hidupku dengan bebas, dan menjauhkan diri dari bayang-bayang yang dinamakan kematian. Tampaknya aku alergi dengan hal itu.

Aku terus berjalan kearah rumahku, untung saja lokasi antara kaki gunung Nysus ini dengan rumahku tidak berjarak begitu jauh, jadi begitu aku turun gunung, aku dapat menemukan rumahku dengan mudahnya.

"LEXIA AKU TAHU KAU TINGGAL DI RUMAH INI!"

Hah? Geralt! Aku begegas lari kearah bebatuan besar terdekat, dan bersembunyi di baliknya. Aku mengintip sedikit kearah rumah yang kubeli dengan harga lumayan mahal tersebut.

Geralt meledakkan pintu rumah itu dengan sihir ledakannya, dan menyusup masuk kedalam rumahku. Untung tadi pagi aku meninggalkan rumah itu, jika tidak mungkin aku akan mati pada saat ini juga.

"Sial! Wanita jalang itu berani-beraninya mempermalukanku di muka umum, dia akan mendapatkan imbalannya nanti!"

Cih, tunangan macam apa kau! Mana ada tunangan yang mengatakan pasangannya dengan embel-embel jalang, yang benar justru kau adalah berengsek Geralt!

"Bakar rumahnya!"

Lah anjing juga ini orang. Kalau rumahku malah dibakar hingga tak tersisa seperti ini berarti aku tak bisa menjualnya, dan mendapatkan uang dari hasil penjualannya dong. Ukh! Awas saja kau Geralt, suatu saat akan kubalas tindakan ini.

Aku bangkit berdiri, dan berniat untuk kembali ke kastil. Tapi orang sialan macam apa yang sudah meletakkan paku di tanah seperti ini!

"Ukh!" keluhku sambil memegangi kakiku yang sudah berdarah akibat tertancap paku.

Semoga saja suaraku ini tidak terlalu besar, dan mereka tak dapat menden--.

"ITU NONA LEXIA!"

Lupakan saja harapanku barusan. Aku segera mencabut paku tersebut dari kakiku, dan berlari dengan langkah yang sedikit tergontai-gontai akibat luka tusuk menyakitkan itu. Saat aku mulai masuk kedalam hutan yang selalu dijauhi banyak orang sekalipun, mereka masih tak menyerah, dan tetap mengejarku.

Tampaknya orang bar-bar ini pantang menyerah, hm. Kita lihat apakah kalian berani masuk ke dalam kastil yang dirumorkan berhantu itu nanti. Tapi jika kakiku seperti ini apakah aku bisa sampai kesana tanpa ditangkap oleh orang-orang ini?

Ah, kayu!

Aku mengambil sembarang kayu yang kulewati lalu menggunakannya sebagai tongkat yang setidaknya dapat membantuku berlari. Tak kusangka aku dapat menggunakan kayu itu dengan baik, tapi masalah yang sebenarnya bukan di hutan, tapi di sungai itu.

Kakiku terluka, dan arus sungai itu menjadi deras sekali di malam hari. Jika aku tak terluka mungkin akan mudah melewatinya, namun bagaimana sekarang?

"Lexia! Jika kau masih sayang nyawamu, maka dengarlah ucapan tunanganmu ini, dan kita pulang!"

Cih, tak usah sok lembut kau. Aku menatap tajam kearah Geralt yang memasang senyum lembut mengerikannya itu. "Aku lebih baik mati terbawa arus dibandingkan bersama kau!" tegasku yang penuh penekanan pada setiap katanya.

Geralt semakin melangkah maju, dan aku semakin terpojok. Ah sudahlah, persetan dengan luka! Bobol saja arus deras itu dibandingkan aku harus mati ditangan pria berengsek itu!

Aku membalikkan tubuhku, dan mulai berlari kearah sungai yang memiliki arus deras itu. Namun, langkahku dihentikan tepat sebelum kakiku menyentuh air sungai tersebut.

"Lexia."

Suara ini tidak asing, tapi begitu lembut. Siapa sebenarnya yang sedang memanggil namaku?

"Kenapa kau lari seperti itu?" ucapnya yang tak dapat kulihat sosoknya.

Ah bodo amatlah, mungkin ada orang yang ingin membantuku. Aku membalikkan badan, dan mengacungkan jari telunjukku kearah Geralt. "Me-Mereka memaksaku untuk menikahi pria itu!" teriakku.

"Kau tak ingin?"

Ya jelaslah! Masih ditanya. Bukan hanya tak ingin, memikirkan pernikahan dengan Geralt saja sudah cukup untuk membuatku mual, dan tak bernafsu makan!

"Oh, begitu rupanya."

Hah? Apakah baru saja, roh hutan ini sedang membaca pikiranku?

"Siapa kau!" teriak Geralt.

Pria itu tampak ketakutan, huh. Sepertinya dia tahu mengenai rumor di hutan ini, dan ketakutan saat tahu ada suara yang terdengar tanpa adanya bentuk fisik.

Tak lama seorang pria bergaya pakaian Yunani kuno tampak berjalan keluar dari balik gelapnya hutan. Mataku menyipit, dan menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik.

Itu Dionysus 'kan?

=====

Terima kasih banyak buat kalian yang sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...

Sampai jumpa!

Love of Dionysus [KUBACA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang