Prolog

508 54 9
                                    

Suara jam terus terdengar seiring berputar dan berjalannya waktu. Terdapat tiga orang di ruangan dengan ukuran 3x4 meter itu. Mereka saling diam. Tidak ada satupun yang memulai berbicara. Seorang anak dengan rambut yang dikuncir kuda itu terus melihat kearah kuku jarinya sambil memainkannya. Ia menunggu dua orang yang ada dihadapannya berbicara. Sedangkan orang yang ada dihadapannya itu hanya melihat anak tersebut.

Anak tersebut mengangkatkan kepalanya. Ia melihat kearah dua orang yang ada dihadapannya yang sedang melihatnya. Dengan tatapan ketakutan ia memberanikan dirinya untuk menegakkan tubuhnya kembali.

"Lunar, kau sudah menolak kampus abangmu. Sampe sekarang kamu masih belum ingin memberitahu Papa apa alasannya kenapa kamu menolaknya. Kamu suka fisika. Tapi setelah kamu mendapatkan jurusan yang kamu inginkan, kamu malah menolaknya. Sekarang terserah kamu, beritahu Papa, apa mau mu sekarang?"

Anak itu hanya bisa terdiam. Ia bingung apa yang harus ia katakan kepada ayahnya. Ia menoleh ke arah penghargaan lomba yang telah ia dapatkan selama ini.

"Pa, kalo aku tetep ambil jurusan Fisika di universitas tempat Bang Johnny, aku jadi jauh lagi sama Papa dan Mama. Ngga apa-apa Pa, aku kuliah di  KSST  yang dekat sama rumah aja."

"Lunara!! Papa sudah bilang ke kamu. Kamu ngga perlu mikirin hal itu. Papa yakin kamu pasti mikirin biaya kuliah. Iya, kan?!"

"Kak, ngga apa-apa, udah. Masalah biaya biarkan Papa sama Mama yang atur."

Waktu terus berputar, sudah hampir tiga jam mereka mendebatkan tentang kelanjutan studi untuk Lunar. Ia menatap wajah ayahnya dengan penuh yakin. Ibunya hanya bisa diam tidak dapat berbicara. Keputusannya hanya satu, yang terpenting adalah asalkan anak perempuan pertamanya nyaman dan terus lanjut dengan studinya.

Tuan Seojoon mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menghembuskan napasnya berat. "Yaudah, semoga ini pilihan terbaikmu. Tapi, Papa mau ingetin kamu satu hal. Kalau kamu udah memilih sesuatu, jangan sampai menyesal diakhir. Papa percaya kamu bisa memutuskan suatu hal dengan baik."

Lunar menghembuskan napasnya lega. Ia pergi ke kamarnya sambil menahan nangis. Pikiran dan perasaannya bercampur aduk. Ia menangis senang karena ayahnya telah memberi keluasan kepada dirinya untuk memilih apa yang ia inginkan. Sedangkan ia menangis sedih karena ia harus merelakan apa yang sudah ia dapatkan, ia pegang,bahkan ia inginkan demi meringankan beban kedua orang tuanya.

Vote dan commentnya mana???

Executive Council of StudentWhere stories live. Discover now