Chapter 5

500 78 3
                                    

Trust me, he's crazy!

•••

Sudah lebih dari 15 menit berlalu semenjak bel pulang sekolah menggema di sepanjang ruangan. Senyum lebar di bibir gadis bermarga Son itu belum juga memudar, masih melekat dan mungkin saja tak akan hilang sampai beberapa waktu ke depan.

Hari ini, Son Wendy bertaruh jika saat ini dia telah menjadi gadis paling bahagia di Seoul. Sengatan aneh yang menjalar di kedua pipi pualamnya, membuat pipinya yang berwarna putih pucat berganti menjadi kemerahan bak tomat segar.

Wendy mendongakkan kepalanya, menelisik jarum jam yang entah mengapa berjalan lebih cepat dari biasanya. Tinggal 30 menit lagi, dia sudah harus berada di sana dan menjalankan tugasnya sebagai guru les private.

Masih berbekas di dalam ingatan Wendy, bagaimana sikap gentle yang ditunjukkan oleh pria jangkung itu. Siapa lagi kalau bukan Park Chanyeol. Pria yang saat ini hanya berstatus sebagai murid didiknya. Menorehkan tawa, kesal dan rasa penasaran yang semakin menggunung. Harus Wendy akui, dia berhasil membuat hatinya meleleh tak karuan seperti mentega yang di letakkan di atas wajan panas. Bahkan, Seulgi sempat memanggilnya orang sinting tadi siang karena senyum-senyum sendiri tanpa sebab.

"Ya, ampun." Wendy menepuk kedua pipinya beberapa kali, "Apa kentara sekali ya kelihatannya?"

Sebuah pertanyaan bodoh yang sudah pasti akan dijawab oleh semua orang dengan jawaban yang sama. Bahkan, oleh namja yang terkenal paling antisosial di kelasnya, Mark Tuan.

Wendy terlalu sibuk dengan alam khayalnya. Sampai-sampai ia tak menghiraukan eksistensi pria 'berandalan' yang juga belum mau beranjak dari tempat duduknya, sama seperti dirinya. Hanya diam dan mengamati objek menarik yang berada di depan matanya.

"Hei!" Dan untuk pertama kalinya, Mark mengambil inisiatif untuk mengajak Wendy berbicara.

"Eh, siapa?" Wendy tersentak, terkejut mendengar sapaan yang entah darimana datangnya, ia menolehkan kepalanya ke segala arah, sampai kedua matanya bersibobrok dengan manik hitam milik Mark.

"Mark Oppa, apa kau yang menyapaku tadi?"

For your information, she's the youngest student in her class. Jadi, sudah sepatutnya ia memanggil Mark dengan sufiks 'Oppa' sebagai bentuk penghormatan. Begitu juga dengan yeoja di kelasnya. Kecuali untuk Seulgi—sahabat bobroknya itu. Dia tak sudi memanggil namanya dengan embel-embel 'Eonni'.

Mark bergumam seraya mengusap dagunya dengan salah satu tangannya, "Memangnya siapa lagi?"

Wendy tersenyum tak enak. Salah satu hal yang khas dari Mark. Dia jarang sekali basa-basi dalam berbicara. Tiga tahun sekelas bersamanya, Mark secara eksplisit tak pernah bersenda gurau dengan teman kelasnya yang lain. Jangankan untuk bersenda gurau. Untuk tersenyum lebar saja tidak pernah. Beruntung teman sebangkunya, Seungri, tak mempermasalahkan peringai Mark yang kelewat dingin.

Biasanya, Wendy lah yang memulai topik pembicaraan. Ditambah statusnya sebagai wakil ketua kelas membuatnya harus pandai-pandai berbaur dengan siapapun di kelas. Bahkan, dengan Mark yang terkenal sangat irit dalam berbicara dan bolak-balik ruang BK sekalipun. Wendy terbiasa mengucapkan salam dan bertanya tentang hal yang masih sifatnya formal seperti PR dan formulir data diri yang biasa diberikan oleh guru disetiap akhir bulan.

Bisa dibilang, ini adalah yang pertama kalinya Mark mengajak ia berbicara sejak pertama kali bertemu.

Batin Wendy seketika diselimuti oleh banyak sekali pertanyaan. Mark, sejak kapan pria itu ada disana? Apa dia memperhatikannya sejak tadi? Aduh, kalau semua itu benar. Pasti di dalam otaknya, pria itu berpikir kalau dia ini sedang tidak waras.

Three Faces ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang