Bab 1

63.2K 5.2K 393
                                    

Kallia memasuki privat lift apartemennya yang berada di kawasan SCBD. Pantulan cermin yang menampakkan gaunnya yang berbercak merah masih menyalakan api emosi dalam dirinya.

Kallia berdecak. Ambil napas... buang napas... lupakan! Siapa pun dia, tak boleh menyedot perhatian Kallia barang secuil pun. Kesal, benci, marah, suka. Tidak ada. Tidak boleh. Kallia memijat-mijat pelipisnya. Otaknya terlalu berharga dan harus di isi dengan hal-hal ‘penting’ saja. 

Sampai di lantai 25 pintu lift terbuka. Kallia melangkah memasuki unit apartemennya. Dan tak biasa-biasanya dia langsung mencari hanger. Membuka blazer dan gaunnya, lalu menggantungnya. Besok, Debby harus memastikan gaun koleksi Zimmermann-nya bersih sebersih-bersihnya.

Menyisakan bra dan celana dalam dengan warna senada, oranye, Kallia memutar tubuhnya di depan cermin. Sudah lama dia tidak berjemur di pantai, terakhir kali... tiga bulan yang lalu. Ah, dia harus minta Debby untuk menjadwalkannya.

Kallia melangkah keluar dari walk-in-closetnya dan menuju kamar mandi. Setengah jam kemudian dia keluar dalam balutan bath robe. Di tengah ruangan apartemennya yang super luas dengan sofa yang memanjang memenuhi seisi ruangan Kallia duduk menikmati pemandangan malam tanpa bintang melalui dinding kaca. 

Menyipitkan pandangan, Kallia melihat air mengaliri kaca, disusul dengan yang lain. Hujan? Ah, benar-benar pertanda buruk. Buruk, karena Kallia tak mampu menebak langkah apa yang akan diambil Oma Puji.

“Kallia Sayang...”

Ough... suara itu membuat kuduk Kallia meremang. Sambil bergidik Kallia meraih remote dan gorden pun seketika tertutup.

***

“Kal! Kallia...”

“Hmm...” Kallia membuka penutup matanya, mencampakkannya, sebelum melangkah gontai membuka pintu kamarnya.

Seperti biasa Debby telah berdiri di depan pintu kamarnya pada pukul delapan tepat sambil membawa tab di tangannya.

Kallia menjentikkan jemarinya, mengisyaratkan agar Debby mengikutinya ke walk-in-closet.

“Ini. Harus bersih seperti sedia kala.”

“Kamu menumpahkan anggur??” Debby menaikkan alis, tumben, batinnya.

“Bukan menumpahkan, hanya kecipratan.”

“Hmm...”

Gumaman Debby membuat Kallia memutar tubuhnya membuat wanita itu mengulum kuat bibir bawahnya.

“Iya... Pasti. Akan. Bersih. Seperti. Sedia kala.”

Kallia melenggang keluar dari walk-in-closet nya. “Hari ini acara soft opening toko roti Andian. Kamu nggak lupa kirim karangan bunga, kan?”

Andian salah satu anggota Gucci Club, Debby sudah mencatat jadwal itu dari dua minggu yang lalu. “Karangan bunga udah terpajang di depan tokonya dari kemarin.”

“Andian buka toko roti khas Belanda, kabarnya resepnya langsung diturunkan dari Eyangnya, Eyangnya lagi.” 

“Eyangnya, Eyangnya lagi?”

Kallia menyipitkan bola matanya. “Nenekmu pasti punya nenek kan? Itu maksudnya. Dan Patissier-nya didatangkan langsung dari Belanda. Apa aku juga perlu terlusuri resep khas keluarga? Lalu foto Oma akan jadi ikon kayak Kolonel Sanders. Kalau berhasil dengan satu toko kita akan buka cabang ke seluruh Indonesia.”  

Langkah Kallia terhenti ketika mengambil botol air mineral dari dalam kulkas.

Tak jauh dari dia berdiri dua orang asisten Debby, Fani dan Ucha yang masing-masing membawa setumpuk kotak dan paperbag di tangannya, mengurus barang-barang endorse yang dikirimkan untuk Kallia. 

Delicate LoveWhere stories live. Discover now