Bab 18

24.8K 5.1K 500
                                    

“Sarapan bersama?”

Kallia tengah mengeringkan rambutnya ketika Jagad bertanya.

“Enggak.”

Dan seperti biasa, dari balik kaca cermin meja rias Kallia bisa melihat Jagad mendekat, mengecup kepala Kallia sekilas. “Aku pergi dulu.”

Mesin hair dryer masih terdengar nyaring di telinga Kallia yang enggan membalas ucapan Jagad. Namun, ketika pintu tertutup Kallia serta-merta menoleh dan berdecak kesal, menggerutu habis-habisan. 

Apa dia bodoh? Kenapa harus menanyakan pertanyaan yang sama dan tetap mengecup kepala Kallia? Sudah seminggu berlalu, dan Jagad tetap memperlakukannya sama seperti hari-hari sebelumnya. Meskipun Kallia tak pernah menerima ajakan pria itu untuk sarapan bersama.

Yang berbeda hanya tak ada dekapan Jagad ketika tidur malam hari. Baguslah. Dengan begitu Kallia yakin Jagad menyadari Kallia enggan berdekatan. Karena jika Jagad melakukannya, Kallia akan nekad menolaknya.

Kallia tak bersalah. Dia tak bersalah. Kallia mengulang kata-kata itu dalam kepalanya. Semua manusia pasti ada batas kesabaran, dan Kallia akan menunggu sampai pria itu mengeluarkan wajah aslinya. Menyampaikan segala tujuannya terhadap Kallia. Tunggu saja.

Padahal Kallia lebih senang kalau Jagad marah, dia sudah siap menimpali jika itu terjadi. Dan menghadapi Jagad yang beranggapan tak terjadi apa pun begitu menyusahkan hingga membuat Kallia seperti orang tolol.

Kallia meletakkan hair dryer-nya kesal.

***

“Ada tamu?” tanya Debby ketika melihat sebuah mobil asing terparkir di carport.

Kallia yang duduk di sebelahnya pun menegakkan tubuh. Dengan kening berkerut mengingat-ingat mobil siapa itu? Bertanya-tanya siapa yang malam-malam datang ke rumahnya. 

Begitu mobil berhenti Kallia langsung keluar dan masuk ke dalam rumahnya. 

Langkahnya seketika terhenti melihat—Bunda Jagad muncul dari arah toilet.

“Kallia baru pulang?”

Kallia mengangguk kaku. “I—ya.”

Bunda hanya mengangguk, meski tatapannya menilai. “Tadi Bunda sama Ayah ada undangan di daerah dekat sini, jadi pulangnya mampir.”

“Oh... Um. Iya. Kallia—ke atas dulu.” Kallia berusaha menormalkan detak jantungnya, kenapa dia jadi gugup karena kedatangan keluarga Jagad yang mendadak seperti ini?

Kenapa dia tak mengecek CCTV dari ponselnya tadi?! gerutunya dalam hati. Jika dia tahu orangtua Jagad ada di rumah, dia pasti memilih pulang lebih lama. 

Kallia melangkahkan kakinya ke lantai dua dan masuk ke kamarnya secepat kilat. Di balik pintu kamar dia mengambil napas dan membuangnya kembali. Apa? Apa yang harus dilakukannya sekarang? Mandi, ganti baju lalu kembali turun atau biarkan saja orangtua Jagad sampai pulang dengan sendirinya?

Bukankah pilihan terakhir terdengar bagus? Iya kan?? Tetapi kenapa Kallia mencampakkan tasnya ke kasur dan segera berlalu ke kamar mandi?

Ini rekor tercepat Kallia mandi, hanya dua puluh menit kurang sedikit! Dan rekor tercepat juga Kallia mengacak-acak lemari pakaiannya—pusing menemukan pakaian yang pantas. Dia bahkan hanya memoles lipgloss.

Ketika Kallia turun, kedua orangtua Jagad duduk di beranda, menghadap ke kolam. Kallia mengambil napas lalu membuangnya kembali ketika muncul, menyebabkan percakapan terhenti.

Sudut bibir Jagad terangkat melihat kehadiran Kallia. Dengan langkah sangat pelan dan canggung Kallia duduk di sebelah Jagad. Meskipun akhirnya hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata.

Delicate LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ