--Follow penulisnya, votement ceritanya
.
Dito membawaku ke sebuah kafe yang ramai dikunjungi penikmat minuman berkafein tersebut. Aku merasa bersyukur berada di tempat hangat ini. Setidaknya rasa dingin dan kekosongan di dalam hati jadi terisi. Dito tanpa disuruh sudah memesankan secangkir macchiato untukku. Aku tak segera menyambar cangkir yang masih mengepulkan uap asap itu --entah untuk alasan apa tanganku malah bergetar jadinya aku hanya memeluknya dalam pangkuan. Entah datang dari mana rasa dingin yang menggigil ini padahal aku sudah berada di tempat yang hangat sekalipun.
Kemudian, Dito berinisiatif sendiri dengan mengambil cangkir itu dan menyusupkan pada tanganku yang bergetar dan aku pun kini memegangi cangkir itu hingga rasa panas di telapak tangan kini menjalar ke seluruh tubuh. Aku tak mampu berkata saat Dito melakukannya dan hanya menatapnya kosong.
Sementara itu, pacar brondong-ku itu langsung membuang muka dari tatapanku dan hanya menatap datar gelas kopi-nya tanpa melirik sedikitpun ke arahku. Aroma macchiato yang menggiurkan kali ini tak mampu mengusir kegundahanku.
Akhirnya aku memilih untuk mencairkan kebungkaman ini. "Kemana saja kamu?"
"Ada yang harus aku selesaikan."
"Soal perusahaan ayah kamu?" jawabnya cepat, tanpa bergairah.
Dito mengangguk samar. Lalu aku melanjutkan pertanyaanku.
"Kamu disuruh melanjutkan bisnis ayah-mu, 'kan?"
Kali ini pertanyaan itu berhasil membuat kepala Dito terangkat. Ketika mataku bertubrukan dengan miliknya, kulihat matanya bergetar.
"Tari... jangan pernah berpikir kalau kita akan berakhir begini saja karena keadaanku yang sekarang. Kamu tahu aku mencintaimu dengan atau tanpa bayang-bayang kekuasaan ayah-ku."
Aku tergelak karena ironi ini. "Tidak pernah ada kisah cinta si upik abu dengan seorang sultan yang berakhir indah."
"Tari!" tegur Dito, mungkin ia tidak terima opini yang aku sampaikan.
Dan aku kembali mengenang mimpi itu, mimpi dimana Dito berdiri gagah di pelaminan dengan semua orang kaya yang mengelilinginya dan aku hanya makhluk hina yang hanya bisa melihat mereka tanpa mereka bisa melakukan sebaliknya. Aku transparan, lambat-lambat menjadi abu-abu dan kusam dan berakhir dilupakan. Memang mungkin itu yang akan terjadi kepadaku.
"Saya terlalu tua untuk terlibat urusan cinta yang dibumbui prahara tahta dan harta. Lebih baik, tidak ada lagi kata 'kita' diantara saya dan kamu."
Kali ini Dito terlihat seperti kehilangan arah --seolah-olah daya gravitasi yang menahannya untuk berpijak seketika lenyap hingga ia jatuh tanpa bisa mengelak. Sedih hati melihat pancaran kesedihan itu, tapi aku tidak mau berlarut-larut dalam masalah yang tak bisa aku temukan titik penyelesaiannya.
"Aku gak suka saat kamu mengambil keputusan secara sepihak kayak gini." gertak Dito berusaha untuk mencegah keputusanku.
"Lalu apa yang bisa kamu janjikan? Kamu juga bukannya akan memberikan pilihan yang terbaik, bukan?"
Dito terdiam karena tertohok tuduhanku. Aku dengan hati teriris semakin memanaskan suasana agar Dito mau berpikir jernih dan membuang sisi egoisme-nya jauh-jauh.
"Dari awal hubungan kita ini sudah dipondasikan perbedaan yang kentara. Sampai kapan hubungan yang dipaksakan ini akan bertahan?"
"K-kamu... selama ini kamu menganggap hubungan kita ini sejauh mana?"
Perlu kamu tahu, aku menganggap hubungan ini terlalu spesial hingga membuatku gelap mata dan yang ada di hati hanya ingin rasa jumpa denganmu, sialan. Ingin aku menyemburkannya di depan wajah polos kekanak-kanakan itu agar sadar betapa bucin-nya aku padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Start From Fortune Cookies [Completed]
Romance[PART LENGKAP] "Seseorang akan datang mengubah hidupmu." "Seseorang tengah menunggumu." "Seseorang yang kau tunggu ada di sekitarmu." Percayakah kalian tentang ramalan dari kue keberuntungan itu? Published: 26 Januari 2020 Completed: 14 Mei 2021 ...