30. Tanpa Kamu

501 66 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Setelah perpisahan itu, aku tak lagi memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Dito. Tanpa sepengetahuan ku, Dito resign dan aku merasakan kekosongan yang paling purba di dasar hati. Bahkan, Dito tak mau repot-repot mengemasi barang-barangnya. Jadinya, aku hanya bertumpang dagu sambil menatap lama meja yang telah tak berpenghuni itu.

"Paket!"

Aku tersentak dan menemukan pak Bima berdiri di ambang pintu ruangan, tersenyum jenaka seperti biasanya.

"Ngelamun terus sampai gak denger saya ngetuk-ngetuk."

"Oh, maaf pak."

Lalu pak Bima duduk di ujung meja-ku, mengamati ornamen kecil di meja. "Soal pengunduran Dito, sebenarnya ini sangat mendadak sekali. Saya sampai terkejut saat dia datang ke kantor saya dan bilang mau berhenti kerja."

Aku diam saja, bingung juga harus menjawab apa, karena aku pun sama bingungnya dengan pak Bima atas berhentinya Dito sebagai asisten editor-ku.

"Saya tidak menyangka kalau bakal serunyam ini."

"Saya juga, pak." jawab-ku sambil memainkan pensil diantara jari-jemariku tanpa bergairah.

"Kalian... baik-baik saja, bukan?"

Kali ini aku memperhatikan pak Bima, memasang senyum baik-baik saja supaya bisa mengenyahkan tatapan prihatinnya. "Kami baik-baik saja."

Lalu pak Bima berdehem, "Bukan bersikap lancang atau bagaimana ya, T. Tapi, jika kamu butuh teman untuk bercerita, saya siap mendengarkan."

"Terima kasih pak, tapi sungguh... saya baik-baik saja."

Aku berterima kasih atas dasar kesopanan saja, jujur bukan hobi-ku bercerita perihal masalah hidup pada orang lain. Apalagi pria sejuta pesona dihadapan aku ini pernah menaruh rasa padaku. Mungkinkah aku bercerita soal kehidupan percintaanku kepadanya? Rasa-rasanya tindakan itu tidak benar.

Sepertinya tidak ada alasan lain bagi pak Bima untuk tetap berada di ruanganku. Apalagi aku menangkap gerak-gerik pegawai lain yang mengawasi kami diantara bilik meja masing-masing. Jangan sampai ada rumor lagi soal diriku.

"Oh iya, kamu butuh asisten editor gak? Kalau iya, saya akan cariin--"

"Tidak apa, pak. Untuk saat ini saya bisa melakukannya sendiri."

Sudut-sudut bibir pak Bima nampak berkedut, "O-oh, oke kalau kamu maunya begitu. Jika kamu berubah pikiran, bilang saja langsung sama saya."

"Tentu, pak."

Pak Bima pun beranjak, "Saya balik dulu ya, T."

"Iya pak."

Meski sekejap, tapi posisi asisten editor-ku tidak boleh ada mengisi... sampai pemilik yang sebelumnya kembali. Meski kecil kemungkinan.

.
.
.

Kembali ke rutinitas biasa, aku pulang duduk berhimpitan di dalam angkutan umum dan bukannya duduk di jok tinggi sambil memeluk tubuh Dito yang hangat dan wangi. Melewati makan siang tetap di dalam kantor dan menunggu driver ojeg mengantar pesanan dan bukannya duduk berhadapan bersama Dito di warung nasi padang favorit-ku.

Ada kalanya aku merindukan momen singkat itu, namun aku tidak mau menjilat ludah sendiri dengan berlarut-larut dalam jerat masa lalu dan harus membiasakan diri kembali ke kebiasaan lama.

It's Start From Fortune Cookies [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang