Bincang Santai

23 8 0
                                    


Jangan lupa vote sebelum membaca.

# Happy Reading #

Suasana pagi nan cerah mengiringi aktivitas santai antara Omar Iskandar dan Irma Mentari. Mama dan anak itu terlihat duduk di sofa ruang tamu. Di hadapan mereka ada sepiring camilan dan dua cangkir teh yang dihidangkan di atas meja. Omar tengah sibuk mengganti saluran televisi, sedangkan mamanya sedang fokus mengoreksi laporan akhir bulan anak buahnya.

"Sayang, kok tumben ada di rumah hari Sabtu gini? Tadi nggak ikut papa dan adikmu pergi memancing?" tanya Irma yang terlihat santai dengan memakai pakaian terusan lengan pendek dengan motif bunga.

"Memancing bikin jenuh, Ma. Lagian nanti sore aku ada janji."

"Janji? Sama siapa?" selidik Irma. Sebagai orang tua, dia harus tahu ke mana dan bersama siapa anaknya pergi.

"Mama kayak enggak pernah muda aja. Biasa, aku mau nge-date sama Fraya," jawab Omar sambil melihat acara travelling di salah satu channel televisi.

Perut Omar terasa sedikit lapar. Dia mengambil camilan yang ada di meja. Ia melahap kue basah yang disuguhkan di hadapannya. Padahal sedari tadi dia tidak melakukan aktivitas yang menguras tenaga. setelah bangun pagi, Omar hanya bermain handphone dan berkirim pesan dengan kekasihnya, Fraya. Jenuh berada di kamar, barulah Omar melangkah ke ruang keluarga dan kebetulan mamanya juga berada di sana.

"Abang masih betah pacaran? Terus kapan mama punya cucu?" desak Irma sambil menatap lembar demi lembar kertas laporan yang kemarin diberikan oleh sekretarisnya.

"Punya menantu dulu, Ma, baru punya cucu. Memangnya mama udah kebelet banget,ya, pengin menimang cucu?" gerutu Omar sambil menelan makanan yang memenuhi mulutnya.

"Iya, terus kapan Abang mau kasih mama menantu?" tuntut wanita yang berumur hampir setengah abad itu.

"Memangnya kalo Omar menikah dengan Fraya, Papa dan Mama akan merestui?" Omar bertanya sambil mengurangi volume suara televisi yang sedang dia lihat. Omar merasa perbincangannya mengarah ke hal serius.

"Semua itu terserah Abang. Mama sama Papa pasti merestui apa pun keputusanmu. Jika Fraya itu pilihan Abang, ya, kami akan kasih restu," ucap Irma yang berusaha meneliti lembar laporan keuangan. Pembicaraan bersama anaknya mulai menyita perhatian Irma.

"Serius, Ma?" Omar beringsut dari duduknya dan bersimpuh di hadapan Irma agar bisa mendengar jawaban yang dia nantikan.

Irma mengalah. Dia menggeser matanya dan menatap Omar. Binar mata dari anak sulungnya itu memancarkan harapan yang teramat besar. "Mama sama Papa enggak melihat calon mantu dari bibit bebet bobot. Yang penting itu Abang nyaman dan bahagia dengan pilihanmu, kita sebagai orang tua pasti setuju." Mama Irma menjelaskan panjang lebar seraya menangkup kedua pipi Omar.

"Nah, kalo mama dan papa udah merestui kita menikah, aku jadi lega," ungkap Omar sambil meraih telapak tangan kanan mamanya dan mengecupnya lembut. "Makasih sudah memberi restu untuk Omar dan Fraya."

"Jangan senang dulu. Apa Abang sudah yakin dia yang terbaik, juga layak buat dijadikan istri, dan bisa jadi ibu yang ideal buat anak-anak kamu nanti?" cecar Mama Irma sambil menatap mata teduh anaknya.

Omar terdiam. Dia yang tadinya bahagia tiba-tiba memikirkan ucapan mamanya. "Aku nggak tau, Ma," cetus Omar putus asa.

"Lho, gimana, sih! Abang pacaran berapa tahun, kok nggak tahu apa-apa kayak gini?" bentak Irma heran sambil melepas tautan tangan anaknya. Memang kalo dipikirkan lagi, anaknya dan gadis itu berhubungan sangat lama karena beberapa kali, dia--kekasih Omar--diajak ke acara keluarga. Namun, Irma dan suaminya bersikap santai karena Omar tidak pernah membahas hubungannya secara terbuka seperti ini.

Menemukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang