Chapter 2 (warning mature content)

938 114 4
                                    

"Masih belum selesai juga memandangku?"

Pertanyaannya membuatku tersentak dan mengalihkan tatapan cabulku dari tubuhnya ke wajah murkanya. Beberapa foto Sebastian Moran yang kulihat di internet tidak terlalu jelas dan kebanyakan hanya menampilkan sisi wajahnya. Ia mengangkat salah satu tangannya lalu menyisir rambut hitamnya yang sedikit basah karena keringat.

Walaupun agak tertutup bakal janggut di rahangnya, sebuah bekas luka goresan mengukir pipinya hingga meninggalkan kesan sedikit galak pada wajahnya... atau itu memang ekspresi wajahnya saat ini karena baru saja melihatku keluar dari kantornya?

"Aku... Aku hanya..." entah kenapa aku tidak bisa memikirkan alasan untuk menjawab pertanyaannya, kepalaku terasa kosong.

Sebastian Moran menatapku dengan kedua mata abu-abunya yang semakin lama terlihat semakin gelap, "Siapa kau? Apa urusanmu masuk ke sini?"

"Ah... Aku—Namaku Daisy." Dalam keadaan genting seperti ini, aku tidak bisa memikirkan nama palsu lain.

Sebastian Moran, masih dengan ekspresi murka di wajahnya dan tubuh hampir telanjangnya, berjalan ke arahku. Gestur tubuhnya seperti serigala yang sedang menguntit mangsanya secara perlahan. Aku tidak memiliki pilihan lain selain melangkah menjauh setiap Ia berada semakin dekat, hingga punggungku membentur dinding di belakangku. Sebastian tidak berhenti, Ia mendempetku hingga tubuh mengintimidasinya hanya berjarak beberapa senti dariku. Jantungku berdentum sangat keras di dalam dadaku saat kedua mata abu-abunya mengamatiku tanpa berkedip.

"Aku akan mengulangi pertanyaanku sekali lagi." Bisiknya dengan nada ancaman, "Apa yang kau lakukan disini? Siapa yang mengirimmu?"

Pada akhirnya akal sehatku kembali lagi diikuti oleh rasa takut yang mulai menjalariku. Jika Ia tahu aku adalah reporter yang sedang menginvestigasinya... tidak, jika Ia tahu aku menyelundupkan alat perekam di kantornya maka bukan hanya karirku yang akan hancur. Hidupku juga akan tamat, aku bisa masuk penjara.

"Aku... Aku dikirim oleh Mr. Shaw."

Argh! Dasar bodoh! umpatku pada diriku sendiri. Untuk apa aku mengucapkan nama itu?! Seharusnya aku bilang aku salah masuk toilet...

Sebastian menarik wajahnya menjauh dariku beberapa senti, "Nicholas Shaw?" tanyanya dengan ekspresi heran, "Untuk apa?"

Oh, sial.

"Untuk...mu?" balasku dengan suara mencicit, bahkan di telingaku sendiri pun aku tidak terdengar meyakinkan. Kurasa aku baru saja mengacaukan hidupku. Selamat tinggal, karirku... Selamat tinggal, hidup bermartabat... Halo, penjara.

Kupikir Sebastian Moran akan menyeretku keluar lalu menyerahkanku ke salah satu sekuriti berbadan besar di luar sana. Tapi hingga beberapa menit lamanya Ia hanya terdiam sambil memandangku lekat-lekat dari ujung kepala hingga kakiku lalu kembali ke wajahku.

"Kau seorang escort?"

Di tempat ini escort adalah kata lain dari PSK kelas premium. Aku mengangguk perlahan padanya, hampir tidak percaya penyamaran payahku berhasil mengelabuinya.

"Jadi kau escort yang dikirim Nicholas Shaw untukku? Lalu mengapa kau keluar dari ruangan kantor pribadiku?"

"Kupikir itu kamar tidurmu. Mr. Shaw bermaksud menjadikanku kejutan untukmu, Ia menyuruhku langsung menuju ka—kamarmu." jawabku dengan sedikit terbata.

Sebastian mundur satu langkah dariku, ekspresi murka memudar dari wajahnya berganti dengan ekspresi yang tidak terbaca. "Shaw... membelimu untukku." ulangnya lagi dengan suara rendah yang mematikan.

Kutelan ludahku lalu mengangguk lemah. Apa Ia tidak bisa mengenakan baju lebih dulu baru berbicara padaku lagi?

Ia membalikkan badannya lalu duduk di salah satu sofa hitam di ruangan ini. "Kemari." perintahnya dengan pandangan intens yang membuatku semakin gugup.

HIS VIRGIN LEECHWhere stories live. Discover now