Chapter 10

961 106 9
                                    

Mungkin ini memang sudah takdirku. Saat aku sedang sial maka hal-hal menyebalkan dan menyusahkan akan menimpaku sepanjang hari. Tapi saat aku sedang beruntung, semua hal baik seakan mengiringiku sepanjang hari.

Apa ini karma baik karena bersedia menyerahkan keperawananku demi keselamatan warga San Fransisco dari cengkeraman Bill Kovach? Pikirku sambil berjalan dari kantor Mr. Rochester dengan langkah ringan.

Ah, tidak... memberikan V-cardku pada Sebastian Moran bukan termasuk perbuatan martir. Mungkin lebih tepat jika disebut membuat kesepakatan dengan iblis? Aku mengangguk kecil pada diriku sendiri lalu kembali melanjutkan langkahku.

Walaupun hari ini sudah hari Sabtu, tapi hingga siang ini aku belum merasa gugup atau panik sedikitpun. Hal itu membuatku merasa agak sedikit bangga pada diriku sendiri, melewati malam bersama Sebastian Moran bukan hal besar yang harus kutakuti. Lagipula pada akhirnya semua orang akan kehilangan keperawanan dan keperjakaan mereka kan?

Mr. Rochester baru saja memanggilku ke kantornya untuk memberikan dukungan penuh pada laporan investigasiku mengenai korupsi Bill Kovach. Ia juga menunjukku untuk menjadi reporter eksklusif yang akan melaporkannya di The Daily Wire. Jika semuanya berjalan lancar Ia juga akan merekomendasikanku sebagai reporter senior yang memiliki hak menentukan editorial dan liputan khusus di The Daily Wire.

Ludmila Benson, reporter senior The Daily Wire.

Aku tidak sabar lagi menyelesaikan semua ini. Semangat baru dan rasa antusiasku membuatku bisa bekerja dengan fokus sepanjang siang tanpa jeda sedikitpun. Aku bahkan hampir tidak memikirkan janji malam ini jika bukan karena tiba-tiba teringat bunga Daisy.

Hari ini Sebastian tidak mengirimkan buket bunga Daisy ke kantorku lagi. Apa akhirnya Ia sadar hanya membuang-buang uangnya? pikirku sekilas sebelum melanjutkan pekerjaanku.

Handphoneku yang bergetar mengalihkan perhatianku. Nomor tidak dikenal yang sama kembali muncul di layarnya. Sudah hampir sepuluh kali nomor itu menghubungiku dalam tiga hari terakhir, dan saat kuangkat tidak ada suara yang membalasku. Sebenarnya aku berencana mem-bloknya tapi aku selalu lupa. Kubiarkan nomor itu berkedi-kedip di layar handphoneku hingga berhenti sendiri.

Sekitar pukul tiga sore terdengar gumaman dan bisik-bisik antusias dari rekan kerjaku, karena aku sedang menyelesaikan artikel hari ini jadi aku meneruskan pekerjaanku di dalam bilikku.

"Ludy..." suara Zoey memanggilku dari belakangku.

"Ada apa?" balasku tanpa menoleh padanya.

"Ludy, ah itu... buket bunga Daisy..." sambung Zoey dengan agak bingung.

"Oh... tolong buang bunga itu untukku, Zoey. Aku sedang mengejar deadline hari ini." sahutku sambil terus menyelesaikan ketikan artikelku.

Keheningan menyelingi selama beberapa saat sebelum Zoey membalasku lagi, "Aku tidak bisa... hari ini buket bungamu datang dengan pengirimnya langsung."

Butuh waktu beberapa detik untuk otakku memproses apa yang baru saja dikatakan Zoey, "Apa?" tanyaku dengan kening berkerut sambil memutar kursiku.

Sebastian Moran berdiri di belakang Zoey membawa buket bunga Daisy berwarna putih di tangannya. Ia mengenakan setelan jas biru tua bergaris dan coat berwarna abu-abu, rambut hitamnya disisir rapi ke belakang seperti saat kami bertemu di hotel Langham beberapa hari yang lalu.

Kubuka mulutku lalu menutupnya lagi karena rasa terkejutku. Zoey terlihat bingung sekaligus penasaran, kedua matanya sedikit melotot saat memandangku. "Terimakasih, Zoey..." ucapku padanya setelah menguasai diriku.

"Tentu saja." balasnya sebelum kembali ke biliknya, tapi matanya beberapa kali mengerling ke arah Sebastian. Untungnya tidak banyak rekanku yang masuk kantor karena ini hari Sabtu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 13, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HIS VIRGIN LEECHWhere stories live. Discover now