Chapter 3

780 113 6
                                    

"Kau mau melanjutkannya di kamarku?" tanyanya sambil mencium leherku perlahan, sedangkan aku masih memproses apa yang baru saja kulakukan dengannya.

"Tidak, terima kasih." jawabku tanpa kusadari. Ciumannya berhenti seketika lalu Ia menarik wajahnya menjauh untuk memandangku.

"Apa?"

"Aku... Aku memiliki klien lain sebentar lagi." balasku dengan cepat sambil berusaha berdiri dari pangkuannya.

"Aku bisa membayarmu lebih." tawarnya sambil menahan pinggangku, "Aku akan membayar tarifmu semalam penuh. Dua kali lipat."

Sebenarnya aku tidak bisa menebak apa Ia sudah mengetahui penyamaran escortku atau hanya berpura-pura tidak tahu. Kulempar senyum versi sales milikku padanya lalu menarik tangannya dari pinggangku dan berdiri. Oh, pantiesku... erangku dalam hati dengan tidak nyaman.

"Maaf, tapi membatalkan janji klien tiba-tiba secara sepihak bukan perbuatan yang beretika." kataku sambil menarik dress miniku kembali ke tempat semula. Aku tidak berani memikirkan tentang rasa maluku saat ini.

"Dan meninggalkan klien dalam kondisi ini beretika untukmu?" tanyanya sambil memandang bagian selangkangannya sekilas, membuatku teringat pada apa yang baru saja kulakukan di atas sana beberapa menit yang lalu.

Ah, perkataannya ada benarnya juga. PSK macam apa yang bukannya menservis... tapi malah diservis?

Kugigit bibirku dengan panik, berusaha mencari jalan keluar dari situasi aneh ini. "Aku... bisa menggantinya lain waktu jika kau ingin."

Kedua mata abu-abunya yang aneh sudah berubah menjadi lebih terang lagi. Apa itu efek cahaya? Aku hampir tidak mempercayai pengelihatanku saat melihat sebuah senyuman samar di wajah galaknya, "Baiklah. Aku akan menantikan jadwal ulangmu, Daisy."

Sebuah helaan lega muncul dari bibirku sebelum bisa kucegah, Sebastian Moran sepertinya juga melihatnya karena senyumannya berubah lebih dalam beberapa derajat.

"Kalau begitu... sampai jumpa lagi, err, Mr. Moran." ucapku padanya dengan sangat canggung lalu berjalan ke arah pintu yang menuju lorong, sebelum membukanya aku menoleh ke arahnya sekali lagi. Ia masih menatapku dari sofanya lalu kembali tersenyum samar dengan ekspresi yang janggal. Kubalikkan badanku lalu keluar dari tempat itu secepat mungkin.

Saat berjalan di lorong aku baru menyadari Ia tidak menanyakan kontakku walaupun meminta 'jadwal ulang', mungkin Ia hanya berbasa-basi? pikirku sambil membuka pintu yang langsung disambut kembali oleh hingar bingar musik klub malam.

***

Hari Senin akhirnya tiba dengan sangat lambat. Aku tenggelam dalam rasa maluku sepanjang hari Minggu, tidak peduli apa yang sedang kulakukan ingatan malam sebelumnya kembali terngiang-ngiang dalam kepalaku.

Paling tidak hari ini aku bisa mengalihkan energi dan pikiranku ke pekerjaanku.

Kuletakkan tas kecilku ke atas meja sebelum menyalakan komputerku. Kantor The Daily Wire tempatku bekerja tidak terlalu besar karena kami adalah koran independen, jadi tiap reporter hanya mendapat space kubik dua meter per orang.

Suara ketukan dari kubik sebelah membuatku mendongak, Zoey, rekan kerja yang paling dekat denganku menyandarkan lengannya di atas sekat kubik.

"Hey, Zoey!" sapaku sambil mengaduk tasku untuk mengambil handphoneku.

"Ludy, sepertinya ini untukmu..."

Kalimatnya membuatku kembali menatapnya, "Apa?" tanyaku sambil berdiri lalu menghampiri kubiknya. Zoey menunjuk ke arah buket vas bunga berwarna putih yang sangat besar hingga hampir menutupi seluruh mejanya. Kukerutkan keningku lalu memandangnya dengan bingung. "Apa kau mau pamer padaku?" tambahku dengan tawa kecil lalu mendekati rangkaian buket bunga besar itu.

HIS VIRGIN LEECHKde žijí příběhy. Začni objevovat