Chap 4

685 112 79
                                    

Mata nanarnya hanya bisa melihat rumah kecil yang didominasi dengan bahan kayu rapuh nan lupuk.

Hari hampir gelap, bahkan langit sebentar lagi akan berwarna biru navy.

Meski begitu, dirinya masih setia melihat yang dimana lampu lantai bawah sudah menyala. Ahh, ia yakin sekali kakaknya dan adiknya sudah ada dirumah sejak tadi.

Sebenarnya hari ini adalah jadwalnya untuk membantu sang kakak membuat kimchi. Namun sepertinya ia sudah terlambat.

Hujan baru saja berhenti, namun tetap luka lebam diwajahnya dan sisa darah masih ada. Mengapa ia bisa mengetahuinya? Tentu saja ia melihat ke bayangan genangan air yang terbentuk sebab hujan deras yang melanda wilayahnya.

Melihat wajahnya yang seperti itu, lengannya ia usapkan ke wajah, mungkin dengan ini wajahnya akan terlihat lebih baik. Yaa meskipun ia tahu bahwa luka seperti ini tak mudah untuk di tutupi.

Chaewon menghirup udara segar yang dihasilkan hujan tadi, dan menghembuskannya secara perlahan. Matanya terpejam sebentar, lalu ia buka kembali dengan raut wajah yang seolah-olah sedang baik-baik saja.

Langkahnya masih getar, namun seberusaha mungkin ia menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh.

Ia raih sebuah gagang gerbang yang terbuat dari kayu. Ia geser kesamping, dan membiarkan dirinya masuk ke halaman super minim ini.

Chaewon memarkirkan sepedanya, tak lupa mengambil tas yang ada di gagang kemudi.

Ia berjalan menuju pintu rumah dengan langkah terseok-seok.

Awalnya ia diam, rasanya tak ingin memperlihatkan dirinya yang seperti ini kepada kakak dan adiknya. Ia yakin mereka pasti sangat khawatir. Namun bila ia tak pulang, itu akan memberi kesan yang lebih mengkhawatirkan.

Dengan sekali hirupan nafas, ia menggeser pintunya yang terbuat dari kayu jati coklat, memperlihatkan cahaya yang menyilaukan. Yaa... ini adalah cahaya kehangatan didalam rumahnya.

Seorang gadis kecil mengalihkan pandangnya dari TV menuju pintu masuk rumah, "Eonnie celamat dat—" gadis itu membulatkan matanya. Nafasnya seperti terhenti sejenak melihat sang kakak tercintanya yang kini tengah tersenyum hangat dan penuh luka.

"Aku pulang" Chaewon masih mempertahankan senyumannya, ia tak boleh terlihat sedih sama sekali.

Wonyoung yang melihatnya langsung beranjak dari duduk dan berlari menuju Chaewon dengan langkah yang tergesa-gesa.

"Eonnie kenyapa?" matanya berbinar, seakan-akan sebentar lagi sebuah kristal bening akan jatuh melewati pipi chubby-nya.

"Gak papa kok" jawab Chaewon masih seberusaha mungkin mempertahankan wajah 'baik-baik saja'-nya.

"Eonnie kenyapa?! Kenyapa banyak dalrah?!" nada tinggi parau itu terdengar sangat pilu, tangan mungilnya menggoyang kecil tubuh Chaewon.

Chaewon tak menjawab apa-apa... ia hanya tersenyum.

Praak!

"Astaga Chaewon" bias suara yang terdengar lebih dewasa dan suara pecahan beling itu menyita perhatian mereka berdua.

Eunbi baru saja keluar dari dapur dan ingin menaruh piring di meja makan mereka. Namun ia malah disuguhkan pemandangan adiknya yang seperti habis disiksa oleh para letnan perang.

Langkahnya terburu dan langsung menyentuh pipi Chaewon yang kini meringis.

"Kamu kenapa? Siapa yang giniin kamu? Kenapa muka kamu penuh darah?" pertanyaan menuntut dari Eunbi membuat Chaewon kebingungan ingin menjawab apa.

Levanter  『Chaelix』✔✔Where stories live. Discover now