Bab 37 (Truth or Dare)

95 14 3
                                    

Jika pada saat makan malam suasana meja makan akan ramai, lain halnya dengan sarapan. Meja makan hanya diisi oleh Zakky dan Devi saja karena semua pekerja rumah harus menjalankan pekerjaannya masing-masing. Ada yang berjaga di depan rumah, membereskan ruangan, memasak, dan lain sebagainya. Apalagi di akhir pekan seperti ini, semuanya akan bekerja lebih sibuk daripada hari biasa.

"Semalam saya mendapatkan informasi dari kantor ternyata belum semua karyawan mendapatkan kompensasi atas penyebaran data ilegal," ucap Zakky setelah mengunyah roti gandumnya.

"Bukankah staf keuangan yang harus memastikan bahwa semua ganti rugi sudah teratasi?" tanya Devi dengan bodoh amat karena dia percaya sebentar lagi pelakunya akan terungkap.

"Ya, data yang staf keuangan berikan sudah membuktikan bahwa perusahaan sudah mengeluarkan sejumlah uang untuk mengganti kerugian dan mereka sudah lepas tangan mengenai kasus baru ini."

"Lalu? Apakah Mas Zakky mencurigai saya lagi?"

"Bukan seperti itu. Maksud saya bukankah kamu yang ingin menyelesaikan masalah ini dan mengusut semuanya sampai tuntas? Lalu mengapa masih ada laporan yang menyatakan bahwa sebagian karyawan belum menerima kompensasi?"

Baru saja kasus ini sedikit tenggelam dari pikirannya, tapi kemudian malah diungkit lagi oleh suaminya sendiri. Apalagi diungkit dengan cara seakan Zakky meremehkan apa yang dikerjakan oleh istrinya. Devi tidak bisa menerima segala tuduhan ini lagi, dia langsung berlari ke kamar.

"Ah Devi kenapa kamu jadi mudah tersinggung sih? Kalau begini bagaimana saya tidak terus curiga."

Beberapa menit kemudian Devi kembali lagi dengan membawa sebuah berkas di tangannya. Hatinya yang semula aman dan tentram merasa terusik lagi, dia merasa kesal pada pria yang menikahinya. Berkas berwarna kuning itu langsung dilemparkan ke meja makan.

"Itu adalah bukti tanda tangan dari seluruh karyawan yang sudah menerima kompensasi. Mereka sudah menjamin bahwa mereka semua telah menandatanganinya dengan sadar dan sukarela. Sampai kapan Mas Zakky meragukan saya? Sampai kapan Mas Zakky tidak percaya pada saya?"

Tanpa menunggu jawaban dari suaminya, Devi langsung pergi. Dia sudah tidak tahan dengan kasus yang bagaikan karet ini. Kasus ini selalu di tarik ulur seperti tidak ditangani padahal sebetulnya Devi sudah berusaha keras untuk menyelesaikannya hingga beres seperti sekarang.

.

.

.

"Arrgghhh! Dasar Monster Zakky jelek, narsis, dan menyebalkan. Seenaknya saja menuduh orang sembarangan."

"Kenapa Bos Kecil?" tanya Tomi ketika Devi sampai di taman belakang rumah.

Ada taman kecil dan kolam renang yang terletak di belakang rumah. Sebetulnya Devi cukup jarang ke tempat ini kecuali saat dirinya ingin menenangkan diri seperti sekarang.

"Sudahlah Om tidak usah banyak bertanya."

Tomi memutuskan untuk diam, dia sebetulnya sudah paham bahwa Devi sedang bertengkar dengan suaminya. Hal ini memang sering terjadi semenjak Devi dan Zakky pertama kali bertemu, namun setelah kejadian Emma keracunan pertengkaran itu menjadi jauh lebih rumit dari biasanya.

"Daripada kesal begitu, lebih baik kita bermain truth or dare," ajak Tomi.

"Ayo, siapa takut."

Tomi langsung mengambil botol kaca bekas soda yang isinya sudah dia habiskan sejak tadi. Dia langsung memutar botol tersebut dan menunggu ke arah manakah botol tersebut berhenti. Dan sekian lama berputar akhirnya kepala botol kaca tersebut berhenti menghadap ke arah Tomi.

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang