Prologue

3K 189 223
                                    

Beijing, Cina

"Aku tidak mengerti apa yang membuatmu berpikir, kalau Senior Zhan tidak menyayangimu," kata JiLi sebelum meneguk alkohol dalam gelasnya, lalu terkekeh ketika melihat wajah Sean yang memerah akibat pengaruh alkohol juga bibirnya yang cemberut, terlihat sangat lucu.

Sean Xiao, seorang agen terkenal dari cina yang baru menginjak usia dua puluh sembilan tahun sejak sepekan lalu. Kini tubuh gontainya bersandar pada sofa panjang di ruang VVIP bar, sembari menengadahkan kepala, kemudian kembali beranjak dari bersandarnya. Lalu mata sayu Sean menatap kosong pada botol wine di depannya.

"Lima kali," sela JiLi ketika tangan kanan Sean secara gontai terangkat-meneguk wine.

Meskipun tidak begitu mengejutkan bagi JiLi ketika ia menemani Sean di bar, pria itu selalu menghabiskan lebih dari empat botol wine setiap kali berkunjung. Akan tetapi, minggu lalu seniornya itu bahkan baru saja ber-ulang tahun, jadi apa yang membuat pria bergigi kelinci itu terlihat begitu kacau malam ini.

"Jangan terlalu banyak minum! Senior Zhan akan marah denganku, Idiot!"

Ya, memang benar kalau Sean hampir menghabiskan empat botol wine yang berjejer secara acak di depannya itu, lalu kenapa? Tidak ada hal lebih baik yang bisa membuatnya untuk melepas rasa sakit yang kini mendera hatinya.

Atau mungkin Alprazolam¹

¹Alprazolam adalah obat untuk mengatasi gangguan kecemasan dan gangguan panik. Obat ini dapat mengurangi ketegangan psikologis yang dirasakan, sehingga membuat orang yang mengonsumsinya dapat merasa lebih tenang. 

--

Tidak. Sean menggeleng cepat lalu kembali menatap kosong pada botol wine di depannya. Mulutnya terus bergumam tak jelas juga sesekali merancu memanggil nama Xiao Zhan.

Sean terkekeh pelan lalu kembali menyandarkan punggungnya ke sofa. Alisnya mengerut, sementara satu tangannya terangkat-mengacak bebas rambutnya.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" tangan JiLi terulur meraih lengan Sean, lalu menahannya. "Ketampanmu akan berkurang."

Seringaian ringan muncul di sudut bibir Sean ketika ia mengalihkan pandangannya pada JiLi. "Zhan-ge ..." gumamnya lirih.

JiLi terkekeh ketika menyela. "Memang apa yang Senior Zhan lakukan padamu, Sean?"

"Dia menolakku," sambung Sean lirih. "Sembilan belas kali berturut-turut selama sembilan belas tahun."

Bibir Sean mencebik sementara satu tangannya merogoh ponsel dari saku jaketnya, kemudian bercermin pada layar gelap itu.

"Apa yang kurang dariku? Apa aku ini kurang tampan?"

JiLi menggeleng tak habis pikir, sementara lengannya menjulur meraih ponsel Sean.

"Kau benar-benar idiot, Sean!" umpat JiLi, Sean menggelengkan kepala singkat, berusaha sadar. "Wajahmu bahkan sama dengan Senior Zhan! Bagaimana bisa kau mengatakan kalau kau kurang tampan? Kau benar-benar idiot, kau tau?"

Sean terkekeh begitu ia mengingat bahwa Xiao Zhan adalah kembarannya. Ia mengangguk paham. "Lalu, kenapa dia selalu menolakku?"

JiLi mendengus keras. Suaranya naik beberapa oktaf ketika berkata, "apa kau tak sadar juga? Kalian saudara kembar!"

Sean terkekeh. "Lalu, apa masalahnya?"

HEARTBEAT [Repub]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن