bab 38

190 20 0
                                    

Jeanie terus menangis di dalam mobilnya. Seperti yang selalu ia lakukan ketika merasa sangat marah atau sangat sedih, ia mengemudi mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi meskipun ia tidak tahu harus menuju kemana sekarang dan ia sedang tidak ingin berada di apartemennya.

Theodore yang mengikuti mobil Jeanie dari belakang khawatir dan bingung kenapa Jeanie mengemudi dengan kecepatan sangat tinggi. Theodore harus meningkatkan kecepatan mengemudinya untuk tetap bisa mengikuti dan mengawasi Jeanie. Ia menghubungi Jeanie berkali-kali sejak tadi, tapi Jeanie memang sengaja mengabaikan teleponnya.

"Astaga Jeanie, ada apa dengan kamu sebenarnya?" gumam Theodore dengan kesal.

Theodore terus mengikuti arah mobil Jeanie dan menyerah untuk tetap meneleponnya. Ia sudah melakukan panggilan lebih dari lima puluh kali, dan tidak satupun mendapat jawaban dari Jeanie. Tiba-tiba Theodore mendengar suara cukup keras di depannya, lalu semua mobil yang mendahuluinya berhenti, dan beberapa pengemudi keluar dari mobilnya. Ia sangat bingung dan khawatir dengan apa yang baru saja terjadi sehingga ia langsung memarkirkan dan keluar dari mobilnya.

Semoga bukan hal seperti itu yang terjadi, pikir Theodore dan berlari menuju ke tempat dimana semua orang berkumpul untuk melihat apa yang baru saja terjadi. Ketika ia sampai di tempat itu, ternyata apa yang diharapkannya tadi tidak terjadi, dan yang terjadi adalah yang sebaliknya.

"Saya akan menghubungi ambulans," ucap Theodore pada orang-orang yang berdiri di tempat itu dengan sangat panik dan khawatir.

Jeanie, kamu kenapa sebenarnya? tanya Theodore dalam hatinya sambil menelepon ambulans.

*.*.*

Dokter yang menangani Jeanie masih belum keluar dari ruangan dimana Jeanie ditangani. Theodore sudah menelepon kedua orang tua Jeanie tadi, tapi mereka masih berada dalam perjalanan menuju rumah sakit. Ia tidak bisa tenang meskipun ia sedang duduk di kursi ruang tunggu dan terus bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dengan Jeanie hingga ia mengemudi dengan kecepatan sangat tinggi seperti tadi.

Ketika kedua orang tua Jeanie sampai di rumah sakit itu, dokter pun keluar dari ruangan dimana Jeanie ditangani bersama dengan beberapa perawat. Theodore dan kedua orang tua Jeanie langsung menghampiri dokter itu.

"Dokter, bagaimana dengan keadaan Jeanie?" tanya Dominique dengan sangat panik.

"Hal baiknya adalah Jeanie yang dibawa dengan tepat waktu ke rumah sakit karena jika tidak, pendarahan di kepalanya akan menjadi lebih parah. Keadaan Jeanie saat ini cukup stabil, dan saya sudah menangani pendarahan yang terjadi di kepalanya," jawab dokter itu dengan tenang.

"Boleh kami menjenguk Jeanie di dalam, Dok?" tanya Nicholas.

"Tentu saja boleh, tapi untuk saat ini diusahakan hanya dua orang saja yang boleh masuk."

Ketika dokter dan beberapa perawat meninggalkan mereka di ruang tunggu, Nicholas pun bertanya kepada Theodore, "apa yang terjadi dengan Jeanie, Theodore?"

"Nich, bisakah nanti saja kamu menanyakan hal itu pada Theodore? Atau aku saja yang masuk ke dalam untuk menjenguk Jeanie dan kamu menunggu di luar saja?" tanya Dominique.

Nicholas pun mengangguk dan mengikuti Dominique untuk masuk ke dalam ruangan dimana Jeanie dirawat. Theodore memutuskan untuk menunggu di ruang tunggu sampai keadaan menjadi lebih baik dan sampai ia menemukan alasan kenapa Jeanie melakukan hal seperti tadi.

*.*.*

Dominique mengelus kepala Jeanie dengan lembut dan pelan, sedangkan Nicholas memilih untuk berdiri diam di samping ranjang Jeanie. Ia berpikir kalau Jeanie menjadi seperti ini karena pembicaraan mereka tadi di rumah dan ia pun semakin merasa bersalah.

"Dominique, aku pikir aku lebih baik keluar saja dan menunggu di ruang tunggu. Kamu lebih baik menjaga dan menemani Jeanie di sini," ucap Nicholas pada Dominique.

"Kenapa, Nich? Apakah kamu tidak ingin menemani Jeanie juga di sini?"

"Aku hanya berpikir untuk memberikan waktu untuk kamu menemani Jeanie, Dom. Aku akan menunggu di luar. Kalau kamu membutuhkan sesuatu, beritahu aku ya," ucap Nicholas dan ia pun berbalik untuk menuju ke arah pintu kamar rawat Jeanie.

"Apakah kamu memilih untuk berada di luar karena kamu merasa bersalah dengan Jeanie, Nich?" tanya Dominique tepat sebelum Nicholas membuka pintu.

Nicholas tidak menjawab, juga tidak menoleh ke arah Dominique. Dominique juga tetap pada posisinya sejak tadi, tapi ia menyadari sikap suaminya itu.

"Aku harap kamu mengerti, Nich, kalau yang selalu dibutuhkan dan diinginkan oleh Jeanie adalah pengertian dan rasa sayang dari kamu-papanya," ucap Dominique sangat pelan tapi Nicholas dapat mendengarnya dengan jelas.

Untuk pertama kalinya Nicholas merasa begitu lemah dan ia memutuskan untuk membuka pintu kamar rawat Jeanie dan meninggalkan mereka.

*.*.*

Retrouvaille ✔️Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt